Purwokerto (ANTARA) - Sebuah drama Korea berjudul Bitch X Rich telah rilis baru-baru ini. Berlatar belakang kehidupan siswa sekolah elit di Korea, drama ini meng-highlight isu perundungan atau bullying di kalangan siswa SMA. 

Dalam drama ini, dikisahkan ada sebuah "hierarki tak terlihat" di kehidupan sekolah mereka, SMA Internasional Cheongdam. Di mana siswa-siswi dengan kelas ekonomi yang lebih rendah akan ditindas oleh yang kaya sebagai ‘hukuman’ atas kemiskinan mereka. 

Bahkan dalam drama ini, korban dari tindak perundungan ini diceritakan hingga menjadi korban percobaan pembunuhan yang pastinya ditutup-tutupi oleh pihak sekolah. Drama ini membuka mata kita bahwa mental hingga nyawa seseorang dapat terenggut sejak dini, bahkan dari lingkungan terdekatnya sekalipun.
 
Hal yang menjadi perhatian di sini adalah bahwasanya hal-hal yang terjadi dalam drama tersebut sebetulnya terjadi juga di dunia nyata. Menurut data dari KPAI, pada tahun 2022 tercatat ada 226 kasus perundungan terhadap anak yang melibatkan kekerasan fisik maupun mental, 16 di antaranya merupakan kasus cyber bullying.

Itu pun baru yang tercatat di KPAI, belum lagi sejumlah kasus-kasus yang tidak dilaporkan, kebanyakan karena korban tidak memiliki keberanian untuk melapor. 

Dilansir dari data UNICEF, 41 persen korban perundungan merupakan pelajar berusia sekitar 15 tahun, dan tiga perempat di antaranya bersaksi bahwa pelakunya merupakan teman sebayanya. Hal inilah yang miris sekali jika terus-terusan terjadi. 

Apalagi, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa saat menjabat Menteri Sosial menyatakan bahwa nyaris 40 persen kasus bunuh diri di Indonesia dilatarbelakangi oleh perundungan.

Penanganan kasus perundungan ini merupakan hal yang harus diprioritaskan mengingat dampak-dampak yang dapat terjadi jika hal ini terus berlanjut. Dampak yang dapat ditimbulkan, antara lain dari kehilangan self-esteem, anxiety attacks, hingga suicidal thoughts. 

Adapun dampak-dampak perundungan bagi kesehatan mental di antaranya Anxiety Disoder, yakni berupa gangguan perasaan yang timbul bisa seiringan dengan depresi seperti rasa cemas, khawatir, dan ketakutan berlebih. Penderita akan mengalami kesulitan dalam mengontrol perasaan-perasaan tersebut, bahkan kesulitan untuk mengatur kehidupannya sendiri jika berkelanjutan.

Selanjutnya, Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) yang kerap diderita korban perundungan, yakni cemas dan takut yang berlebihan saat mengingat kejadian yang traumatis. Penderita akan sering merasa was-was, memiliki pemikiran yang negatif, dan sulit untuk tenang, yang mana akan mengarah kepada dampak selanjutnya.

Di samping itu, insomia yang  merupakan suatu kondisi dimana penderita akan kesulitan untuk tidur. Hal ini dapat dipicu oleh kondisi PTSD dan hyperarousal, di mana penderita akan merasa sangat was-was dan siaga akan kejadian traumatis yang pernah dialami, sehingga dalam situasi tidur pun penderita tidak akan merasa tenang dan nyenyak, bahkan kesulitan untuk tidur. 

Masih banyak lagi dampak-dampak perundungan yang pada pelajar bisa berpengaruh kepada aktivitas akademiknya seperti sulit fokus dalam belajar, penurunan prestasi, atau bahkan ketakutan untuk berangkat ke sekolah dan memilih untuk berhenti sekolah. Jika hal ini terus berlanjut, maka akan berdampak juga kepada kualitas generasi muda Indonesia. 

Kita sebagai orang awam, terutama bagi sesama pelajar, yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan social awareness kita dan berupaya untuk mencegah tindak perundungan di sekitar kita. 

Jika butuh bantuan, Kemendikbudristek menyediakan fasilitas call center untuk kasus perundungan dengan nomor 021-5790-3020/021-570-3303 dan surel pengaduan@kemdikbud.go.id. Jangan takut untuk melapor dan membela yang benar!

Pihak sekolah juga harus bertindak tegas dan bertanggung jawab jika terjadi kasus perundungan oleh dan kepada siswanya. Jangan pura-pura tidak tahu semata-mata untuk menjaga kepentingan tertentu belaka. Kesehatan fisik dan mental siswa di sekolah merupakan tanggung jawab pendidik. Bagi para korban, jangan takut untuk membela diri! 

*) Umairanissa Farrah Fatikha, mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Brawijaya Malang, Angkatan 2022.
 

Pewarta : Umairanissa Farrah Fatikha
Editor : Sumarwoto
Copyright © ANTARA 2024