Purwokerto (ANTARA) - Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) mendelegasikan lima mahasiswa sebagai peserta dan pendamping kegiatan The International Participatory School Human Origins Heritage (TIPS HOH).
Kegiatan tersebut dilaksanakan di Desa Galuh Timur, Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes, dan Desa Semedo, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, 12-15 Mei 2023.
Kelima mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah itu terdiri atas Kuntum Fitriana, Ilham Murtadha, Izudin Hamid, Dimas Triaji, dan Zidan Rafdian. Sementara dua orang dosen sebagai informan dan pendamping kegiatan terdiri atas Sejarawan UMP yang juga Ketua Banyumas Institut UMP Prof. Dr. Sugeng Priyadi, M.Hum., Koordinator Prodi Sumiyatun Septianingsih, M.Pd., dan Laboran Prodi Pendidikan Sejarah Gilang Tapan Prasedya.
Mereka akan menjelaskan eksistensi secara historis situs Gagang Golok di wilayah hutan jati Desa Galuh Timur, termasuk sebagai pengambil data gambar dalam kegiatan tersebut.
Kepala Program Studi Pendidikan Sejarah Sumiyatun Septianingsih, M. Pd. mengatakan bahwa Human Origins Heritage (HOH) merupakan salah satu lembaga yang konsentrasi akan pembangunan berkelanjutan, terfokus pada kegiatan akademik kesejarahan, khususnya situs sejarah.
"Salah satu programnya adalah tentang sekolah atau training bersama secara kolaborasi dan langsung yang dipraktikkan di lapangan bersama lembaga lain, mahasiswa, akademisi sejarah, arkeolog, serta interdisipliner lainnya, termasuk masyarakat," katanya di Purwokerto, Jum’at (19/5/2023).
Menurut dia, lembaga tersebut merupakan kolaborasi internasional antara UKSW Salatiga, Museum National d’Histoire Naturelle (MNHN) Prancis, Alliance Sorbonne Universite Prancis, serta didukung pula oleh 19 institusi dalam dan luar negeri yang konsentrasi pada sejarah, arkeologi, pembanguan masyarakat, komunikasi dan sejenisnya.
"Pada tahun 2020, tim ini sudah melakukan kegiatan di Indonesia khususnya di museum dan situs Sangiran kabupaten Sragen Jawa Tengah. Kegiatan internasional yang dilakukan HOH dilaksanakan melalui pendekatan interdisipliner dan partisipasif,” jelasnya.
Baca juga: LPIP UMP bersama RJI gelar workshop jurnal ilmiah
Peserta kegiatan TIPS HOH, untuk institusi lainnya yaitu UKSW Salatiga, Sorbonne Universite Perancis, Pokdarwis Tonjong Kabupaten Brebes, Wonderful Sangiran kabupaten Sragen, Universitas degli Studi di Ferrara Italia, Universitas Peradaban Bumiayu, termasuk para Youtuber sejarah dan pelestari sejarah dari beberapa wilayah lainnya.
Untuk para pendamping di antaranya adalah Titi Susilowati, Ph.D., Sih Nathalia Sukmi, M.I.Kom. (UKSW), Prof. Anne Marie Semah dan Prof. Francois Semah (Sorbonne), Ami (Sangiran), Ali Maghfur dan Ahmad Daroji (Pokdarwis), Lukman Hakim (Camat Tonjong), ketua RW setempat, dan Nasikin (tim pelestari). Lebih dari 80 peserta yang ikut mengambil bagian tersebut, berkolaborasi dengan masyarakat dari Galuh Timur.
"The International Participatory School HOH, merupakan kegiatan akademik yang fokus pada bidang pembangunan berkelanjutan, bersifat partisipatif kolaboratif dan interdisipliner. Tahun ini kami melakukan kegiatan penelusuran situs di Desa Galuh Timur, Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, bekerja sama dengan Pokdarwis setempat, dan diikuti oleh mahasiswa dan dosen dari dalam dan luar negeri, beberapa di antaranya berasal dari Indonesia, Prancis, Italia, Nepal, Jepang, dan lain-lain. Hari terakhir nanti kami juga akan mengunjungi Semedo, Tegal," kata Koordinator Rombongan Kegiatan TIPS HOH 2023 Titi.
Kegiatan TIPS HOH ini, terbagi dalam dua kelompok, secara bergantian dalam melaksanakan kegiatan di lapangan. Pada hari pertama, Jumat (12/5), rombongan melakukan pengenalan kegiatan sekaligus penyambutan oleh Pokdarwis Galuh Timur dan masyarakatnya dengan tarian Rudat khas desa tersebut. Kegiatan istirahat dan lainnya pada pagi hari hingga sore, bertempat di rumah salah seorang pengurus Pokdarwis, Ahmad Daroji.
Selanjutnya pada hari Sabtu (13/5) berupa kegiatan di objek studi yang mana setiap kelompok bergiliran melakukan telusur sungai purba, situs Makam Dawa, dan Situs Gagang Golok, dengan Kuntum Fitriana (pendamping dari UMP) dan Kim (penerjemah daro UKSW) sebagai perwakilan yang bertugas teknis, didampingi informan dari tokoh setempat dan Sejarawan UMP Prof. Dr. Sugeng Priyadi, M.Hum., (saat di situs Gagang Golok).
Pada hari ketiga, Minggu (14/5), kembali dilakukan telusur sungai di Kecamatan Bantarkawung, Brebes, serta hari Senin (15/5) dilakukan kunjungan ke situs Semedo, dan sore harinya berpamitan untuk kembali ke Salatiga.
Baca juga: Founder AMCF resmikan gedung baru Ma'had Al Imam Malik UMP
Setiap malamnya, pada akhir kegiatan selama 4 hari 3 malam tersebut, para mahasiswa dan tim pendamping juga melakukan diskusi dan wawancara dengan tokoh masyarakat yang memahami objek terkait, sebagai bahan sumber utama selain artefak. Hasil diskusi tersebut nantinya akan menjadi salah satu sumber rujukan penelitian.
Harapan, kesadaran sejarah, dan dukungan pemangku kebijakan
Sebagai akademisi dan pelestari sejarah, kegiatan tersebut memilki harapan besar bagi kerja sama ke depannya, tidak hanya harapan kepada lembaga HOH, yang telah menjadi media dan wadah yang sangat positif, menyatukan para mahasiswa, akademisi, arkeolog, pelestari sejarah, masyarakat pemerhati sejarah, namun juga masyarakat umum di wilayah Galuh Timur khususnya wilayah Tonjong, Bantarkawung dan Bumiayu. Tiga kecamatan di kabupaten Brebes yang memilki situs purba terbanyak.
Terbukti ketika sebelumnya telah ditemuakan fosil purba Homo erectus arkaik tahun 2017, yang diperkirakan para arkeolog lebih tua dari yang ditemukan di Sangiran. Harapan menjadi pelestari peninggalan sejarah dan mentalitasnya, agar bisa dikenalkan kepada masyarakat dan dari pengenalan tersebut muncul kesadaran sejarah bersama.
"Pemerintah memang masih belum penuh dalam menyokong terkait keberadaan situs- situs purba yang ada di Kabupaten Brebes, termasuk di Galuh Timur, seperti situs Gagang Golok yang cukup memprihatinkan. Kondisi tanpa atap, dan situs juga tidak dilindungi dengan pagar pengaman dari hal-hal yang bisa merusaknya, termasuk belum adanya naunagn hukum dari pemerintah," kata Ahmad Daroji saat memberi penjelasan di Situs Gagang Golok.
Kondisi situs Gagang Golok termasuk yang paling memprihatinkan, karena patung yang jika dilihat saksama seperti Ganesha, namun terlihat terpotong. Termasuk lokasi situs harus diinjak pengunjung (tertutup tanah), dan bata-bata masa Hindu Buddha (mirip yang ada di situs Trowulan), juga banyak yang rusak karena faktor hujan dan panas.
Selama ini diakui atau tidak diakui, masyarakat Indonesia masih banyak yang belum memilki kesadaran sejarah terhadap hasil peningalan yang ada di sekitarnya. Termasuk juga sokongan dari pemerintah, khususnya dalam hal perlindungan hukum terhadap situs di Indoensia, masih sangat minim.
Paling tidak, dari RT, RW, keluarga dan Kades (Lurah), yang harus mengawali keteladhanan sejarah tersebut, minimal dukungan moril, sehingga anggota masyarakatnya juga akan ambagyo sesarengan (merawat sepenuh hati secara bersama), tidak hanya pada situs sejarah, namun kekayaan intelektual yang ditinggalkan para pendahulu.
Selanjutnya, tentu harus ada audiensi dan diskusi kelompok terarah (focus group discussion/FGD) dari para akademisi dan masyarakat, kepada pemerintah agar ada perhatian melakukan konservasi bahkan ekskavasi situs dan tindakan konkret berikutnya bagi pemeliharaannya, termasuk payung hukum. (septian)
Baca juga: Delegasi Farmasi UMP raih juara 3 di ajang Anti-Microbial Resistance Hackathon IPSF 2022
Baca juga: Kuliah umum Ma'had Al Imam Malik UMP hadirkan pembicara dari Dubai
Kegiatan tersebut dilaksanakan di Desa Galuh Timur, Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes, dan Desa Semedo, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, 12-15 Mei 2023.
Kelima mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah itu terdiri atas Kuntum Fitriana, Ilham Murtadha, Izudin Hamid, Dimas Triaji, dan Zidan Rafdian. Sementara dua orang dosen sebagai informan dan pendamping kegiatan terdiri atas Sejarawan UMP yang juga Ketua Banyumas Institut UMP Prof. Dr. Sugeng Priyadi, M.Hum., Koordinator Prodi Sumiyatun Septianingsih, M.Pd., dan Laboran Prodi Pendidikan Sejarah Gilang Tapan Prasedya.
Mereka akan menjelaskan eksistensi secara historis situs Gagang Golok di wilayah hutan jati Desa Galuh Timur, termasuk sebagai pengambil data gambar dalam kegiatan tersebut.
Kepala Program Studi Pendidikan Sejarah Sumiyatun Septianingsih, M. Pd. mengatakan bahwa Human Origins Heritage (HOH) merupakan salah satu lembaga yang konsentrasi akan pembangunan berkelanjutan, terfokus pada kegiatan akademik kesejarahan, khususnya situs sejarah.
"Salah satu programnya adalah tentang sekolah atau training bersama secara kolaborasi dan langsung yang dipraktikkan di lapangan bersama lembaga lain, mahasiswa, akademisi sejarah, arkeolog, serta interdisipliner lainnya, termasuk masyarakat," katanya di Purwokerto, Jum’at (19/5/2023).
Menurut dia, lembaga tersebut merupakan kolaborasi internasional antara UKSW Salatiga, Museum National d’Histoire Naturelle (MNHN) Prancis, Alliance Sorbonne Universite Prancis, serta didukung pula oleh 19 institusi dalam dan luar negeri yang konsentrasi pada sejarah, arkeologi, pembanguan masyarakat, komunikasi dan sejenisnya.
"Pada tahun 2020, tim ini sudah melakukan kegiatan di Indonesia khususnya di museum dan situs Sangiran kabupaten Sragen Jawa Tengah. Kegiatan internasional yang dilakukan HOH dilaksanakan melalui pendekatan interdisipliner dan partisipasif,” jelasnya.
Baca juga: LPIP UMP bersama RJI gelar workshop jurnal ilmiah
Peserta kegiatan TIPS HOH, untuk institusi lainnya yaitu UKSW Salatiga, Sorbonne Universite Perancis, Pokdarwis Tonjong Kabupaten Brebes, Wonderful Sangiran kabupaten Sragen, Universitas degli Studi di Ferrara Italia, Universitas Peradaban Bumiayu, termasuk para Youtuber sejarah dan pelestari sejarah dari beberapa wilayah lainnya.
Untuk para pendamping di antaranya adalah Titi Susilowati, Ph.D., Sih Nathalia Sukmi, M.I.Kom. (UKSW), Prof. Anne Marie Semah dan Prof. Francois Semah (Sorbonne), Ami (Sangiran), Ali Maghfur dan Ahmad Daroji (Pokdarwis), Lukman Hakim (Camat Tonjong), ketua RW setempat, dan Nasikin (tim pelestari). Lebih dari 80 peserta yang ikut mengambil bagian tersebut, berkolaborasi dengan masyarakat dari Galuh Timur.
"The International Participatory School HOH, merupakan kegiatan akademik yang fokus pada bidang pembangunan berkelanjutan, bersifat partisipatif kolaboratif dan interdisipliner. Tahun ini kami melakukan kegiatan penelusuran situs di Desa Galuh Timur, Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, bekerja sama dengan Pokdarwis setempat, dan diikuti oleh mahasiswa dan dosen dari dalam dan luar negeri, beberapa di antaranya berasal dari Indonesia, Prancis, Italia, Nepal, Jepang, dan lain-lain. Hari terakhir nanti kami juga akan mengunjungi Semedo, Tegal," kata Koordinator Rombongan Kegiatan TIPS HOH 2023 Titi.
Kegiatan TIPS HOH ini, terbagi dalam dua kelompok, secara bergantian dalam melaksanakan kegiatan di lapangan. Pada hari pertama, Jumat (12/5), rombongan melakukan pengenalan kegiatan sekaligus penyambutan oleh Pokdarwis Galuh Timur dan masyarakatnya dengan tarian Rudat khas desa tersebut. Kegiatan istirahat dan lainnya pada pagi hari hingga sore, bertempat di rumah salah seorang pengurus Pokdarwis, Ahmad Daroji.
Selanjutnya pada hari Sabtu (13/5) berupa kegiatan di objek studi yang mana setiap kelompok bergiliran melakukan telusur sungai purba, situs Makam Dawa, dan Situs Gagang Golok, dengan Kuntum Fitriana (pendamping dari UMP) dan Kim (penerjemah daro UKSW) sebagai perwakilan yang bertugas teknis, didampingi informan dari tokoh setempat dan Sejarawan UMP Prof. Dr. Sugeng Priyadi, M.Hum., (saat di situs Gagang Golok).
Pada hari ketiga, Minggu (14/5), kembali dilakukan telusur sungai di Kecamatan Bantarkawung, Brebes, serta hari Senin (15/5) dilakukan kunjungan ke situs Semedo, dan sore harinya berpamitan untuk kembali ke Salatiga.
Baca juga: Founder AMCF resmikan gedung baru Ma'had Al Imam Malik UMP
Setiap malamnya, pada akhir kegiatan selama 4 hari 3 malam tersebut, para mahasiswa dan tim pendamping juga melakukan diskusi dan wawancara dengan tokoh masyarakat yang memahami objek terkait, sebagai bahan sumber utama selain artefak. Hasil diskusi tersebut nantinya akan menjadi salah satu sumber rujukan penelitian.
Harapan, kesadaran sejarah, dan dukungan pemangku kebijakan
Sebagai akademisi dan pelestari sejarah, kegiatan tersebut memilki harapan besar bagi kerja sama ke depannya, tidak hanya harapan kepada lembaga HOH, yang telah menjadi media dan wadah yang sangat positif, menyatukan para mahasiswa, akademisi, arkeolog, pelestari sejarah, masyarakat pemerhati sejarah, namun juga masyarakat umum di wilayah Galuh Timur khususnya wilayah Tonjong, Bantarkawung dan Bumiayu. Tiga kecamatan di kabupaten Brebes yang memilki situs purba terbanyak.
Terbukti ketika sebelumnya telah ditemuakan fosil purba Homo erectus arkaik tahun 2017, yang diperkirakan para arkeolog lebih tua dari yang ditemukan di Sangiran. Harapan menjadi pelestari peninggalan sejarah dan mentalitasnya, agar bisa dikenalkan kepada masyarakat dan dari pengenalan tersebut muncul kesadaran sejarah bersama.
"Pemerintah memang masih belum penuh dalam menyokong terkait keberadaan situs- situs purba yang ada di Kabupaten Brebes, termasuk di Galuh Timur, seperti situs Gagang Golok yang cukup memprihatinkan. Kondisi tanpa atap, dan situs juga tidak dilindungi dengan pagar pengaman dari hal-hal yang bisa merusaknya, termasuk belum adanya naunagn hukum dari pemerintah," kata Ahmad Daroji saat memberi penjelasan di Situs Gagang Golok.
Kondisi situs Gagang Golok termasuk yang paling memprihatinkan, karena patung yang jika dilihat saksama seperti Ganesha, namun terlihat terpotong. Termasuk lokasi situs harus diinjak pengunjung (tertutup tanah), dan bata-bata masa Hindu Buddha (mirip yang ada di situs Trowulan), juga banyak yang rusak karena faktor hujan dan panas.
Selama ini diakui atau tidak diakui, masyarakat Indonesia masih banyak yang belum memilki kesadaran sejarah terhadap hasil peningalan yang ada di sekitarnya. Termasuk juga sokongan dari pemerintah, khususnya dalam hal perlindungan hukum terhadap situs di Indoensia, masih sangat minim.
Paling tidak, dari RT, RW, keluarga dan Kades (Lurah), yang harus mengawali keteladhanan sejarah tersebut, minimal dukungan moril, sehingga anggota masyarakatnya juga akan ambagyo sesarengan (merawat sepenuh hati secara bersama), tidak hanya pada situs sejarah, namun kekayaan intelektual yang ditinggalkan para pendahulu.
Selanjutnya, tentu harus ada audiensi dan diskusi kelompok terarah (focus group discussion/FGD) dari para akademisi dan masyarakat, kepada pemerintah agar ada perhatian melakukan konservasi bahkan ekskavasi situs dan tindakan konkret berikutnya bagi pemeliharaannya, termasuk payung hukum. (septian)
Baca juga: Delegasi Farmasi UMP raih juara 3 di ajang Anti-Microbial Resistance Hackathon IPSF 2022
Baca juga: Kuliah umum Ma'had Al Imam Malik UMP hadirkan pembicara dari Dubai