Purwokerto (ANTARA) - Akademisi Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Prof Suwarno mengatakan sejarah gempa berkekuatan besar yang terjadi di perairan Tuban, Jawa Timur, perlu dipelajari.

"Perlu dilihat dari sejarahnya, mungkin pernah terjadi gempa yang besar," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat malam.

Prof Suwarno mengatakan hal itu terkait dengan gempa tektonik bermagnitudo 6,6 pada Jumat (14/4) pukul 16.55 WIB, yang berlokasi di 6,29 lintang selatan dan 111,92 bujur timur atau 68 kilometer barat laut Tuban dengan kedalaman 632 kilometer.

Selain itu, menurut dia, studi terkait potensi gempa berkekuatan besar di laut utara Pulau Jawa juga perlu dilakukan seperti halnya terhadap potensi gempa megathrust di laut selatan Jawa.

"Karena di utara (Jawa) cenderung sesar lokal, bukan sesar yang regional. Kalau selatan (Jawa) kan sesar regional," katanya.

Terkait dengan guncangan gempa Tuban yang dirasakan hingga berbagai daerah di Pulau Jawa, Guru Besar Bidang Ilmu Geografi UMP itu mengatakan hal tersebut tergantung pada pusat gempanya di mana dan kekuatan gempanya berapa.

Dalam hal ini jika pusat gempanya di laut dan sangat dalam, efeknya kurang berarti walaupun kekuatannya tinggi.

Akan tetapi kalau getarannya dirasakan sampai jauh, hal itu tergantung pada kondisi batuan yang menjadi sarana untuk rambatan gelombangnya terutama jika banyak terhadap batuan sedimen.

"Batuan di pantai utara Jawa kan kebanyakan batuannya sedimen," kata dia yang melakukan kajian geomorfologi dan mitigasi bencana.

Selain itu, kata dia, kekuatan gempa juga tergantung pada energi yang dikeluarkan saat terjadinya gesekan lempeng atau patahan, sehingga jika energi gesekannya kuat maka kekuatannya menjadi besar.

Sementara berdasarkan rilis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) disebutkan bahwa gempa tektonik di Laut Jawa pada Jumat (14/4) pukul 16.55 WIB, dari hasil analisis memiliki parameter update dengan magnitudo 6,9.

Episenter atau pusat gempa terletak pada koordinat 6,31 lintang selatan dan 111,96 bujur timur atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 65 kilometer arah barat laut Tuban, Jawa Timur, pada kedalaman 643 kilometer.

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa yang terjadi merupakan jenis gempa dalam akibat adanya aktivitas deformasi slab pull pada lempeng Indo-Australia yang tersubduksi hingga di bawah Laut Jawa.

"Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa memiliki mekanisme pergerakan turun (normal fault). Berdasarkan hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa ini tidak berpotensi tsunami," jelasnya.

Ia mengatakan hingga pukul 17.30 WIB, hasil pemantauan BMKG belum menunjukkan adanya aktivitas gempa bumi susulan (aftershock).

Berdasarkan data yang dihimpun ANTARA, sejumlah gempa pernah terjadi di Laut Jawa meskipun tidak sampai menimbulkan tsunami, antara lain gempa bermagnitudo 6,7 dengan kedalaman 615 kilometer terjadi di laut utara Jawa Barat pada 19 Oktober 2016, selanjutnya pada 23 Juni 2019 terjadi gempa bermagnitudo 5,3 dengan kedalaman 625 kilometer yang berpusat di laut utara Jawa Barat sebelah utara Indramayu.

Kemudian pada 11 Juni 2020 terjadi gempa bermagnitudo 4,2 dengan kedalaman 673 kilometer yang berpusat di laut utara Jawa Timur atau 19 kilometer barat laut Tuban, gempa bermagnitudo 6,1 dengan kedalaman 539 kilometer terjadi di laut utara Jawa Tengah atau 85 kilometer utara Jepara pada 7 Juli 2020, gempa bermagnitudo 6,2 dengan kedalaman 592,2 kilometer di sebelah timur laut Bangkalan pada 6 Februari 2020 dan gempa bermagnitudo 5,3 dengan kedalaman 566 kilometer terjadi di laut utara Jawa Tengah atau 81 kilometer barat laut Jepara.

 

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Teguh Imam Wibowo
Copyright © ANTARA 2024