Boyolali (ANTARA) - Ada banyak cara meningkatkan produktivitas lahan untuk memperkuat ketahanan pangan sebuah desa. Dengan mengandalkan lahan pertanian tadah hujan, warga Desa Giriroto, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, bisa panen tiga kali setahun.
Desa Giriroto memiliki lahan pertanian tadah hujan sekitar 180 hektare. Tidak terlalu luas, memang. Akan tetapi, petani bisa tanam tiga kali per tahun, dengan pola padi-padi-palawija atau padi-padi-padi. Padahal biasanya lahan tadah hujan hanya bisa tanam dan panen dua kali setahun.
Guna mengatisipasi krisis pangan, Desa Giriroto memberdayakan enam gabungan kelompok tani (gapoktan) dan masyarakat untuk memanfaatkan lahan tidak produktif atau lahan kosong yang ditanam tanaman keras atau lunak, seperti jeruk, kelapa, pisang, jagung. Juga sayuran, seperti cabai, bawang, dan kacang untuk tambahan.
Dengan cara tersebut, masyarakat yang mayoritas petani di Desa Giriroto bisa sejahtera karena tidak hanya menanam padi dan palawija, tetapi lahan yang kosong dapat dimanfaatkan untuk tanaman sumber pangan tambahan untuk keluarga.
Warga Giriroto giat memanfaatkan lahan kosong dengan menanami komoditas tambahan yang mendukung ketahanan pangan. Jadi, sumber gizi warga Giriroto tidak nasi tetapi ada juga sayuran, lauk-pauk ikan, telur, ayam, dan buah.
Desa Giriroto belum lama ini dikunjungi Presiden Joko Widodo dalam acara pencanangan tanam kelapa genjah program Kementerian Pertanian. Sebanyak 2.500 pohon kelapa genjah ditanam di desa ini untuk ketahanan pangan masyarakat.
Pemerintah dengan memberikan bantuan bibit kelapa genjah kepada masyarakat Desa Giriroto, dengan hasil panen sekitar 2 hingga 3 tahun ke depan dan diharapkan mereka dapat tercukupi pangan. Kelapa genjah ini bisa dibuat gula semut, minyak kelapa, dan buahnya juga bisa dijual untuk minuman segar.
Adapun produksi kelapa genjah setiap pohon bisa mencapai 180 buah. Artinya, masyarakat yang proaktif menanam kelapa ini, 3 tahun kemudian bakal panen dan dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi krisis pangan. Dengan adanya tambahan atau pendapatan dari sektor lahan kosong atau pekarangan rumah maka kesejahteraan warga meningkat.
Hal tersebut, memberikan motivasi masyarakat untuk lebih giat bercocok tanam dalam antisipasi krisis pangan di wilayah ini. Namun, hal tersebut belum terjadi di Indonesia termasuk Desa Girioroto Kecamatan Ngemplak Boyolali, Jawa Tengah ini.
Giriroto sebenarnya mempunyai aliran irigasi dari Waduk Cengklik yang muaranya ke lahan pertanian di desa ini, tetapi tidak mengalir sampai daerah itu.
'Jika irigasi dari Waduk Cengklik bisa mengalir ke desa ini, petani bisa panen 3-4 kali per tahun," ujar Kepala Desa Giriroto Purwanto.
Selama ini mereka hanya mengandalkan lahan tanah hujan dengan pengadaan air melalui pembuatan sumur bor di dekat ladang.
Masyarakat Giriroto yang bercocok tanam di lahan tadah hujan tersebut bisa panen tiga kali. Mereka dengan gigih bercocok tanam dengan mengandalkan air hujan dan sumur dalam atau bor di dekat lahan ketiga musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan tanaman.
Selain itu, petani juga memanfaatkan air sungai yang lahannya dekat lokasi dengan menggunakan mesin diesel untuk mengairi lahan mereka selama musim kemarau tiba.
Masyarakat Giriroto masih gigih bercocok tanam selama musim kemarau dengan memanfaatkan air sumur dalam yang dibuat secara gotong-royong dekat lahan pertanian mereka sehingga mereka bisa panen tiga kali setahun.
Bahkan, petani di Giriroto juga memanfaatkan lahan kosong atau tidak produktif dengan tanaman pangan seperti jagung, pisang, bawang merah, kacang tanah, cabai, dan sayuran lainnya, hal ini, dapat mengurangi biaya pengeluaran keluarga Gapoktan dan masyarakat setempat.
Selain petani tanam lahan tidak produktif, juga memanfaatkan lahan pekarangan ditanami sayuran dan ada yang beternak ikan lele untuk mengurangi pengeluaran keluarga.
Contohnya, harga cabai di pasar tradisional sekarang sekitar Rp55 ribu hingga Rp60 ribu per kilogram, petani tidak perlu beli, cukup memetik cabai dari pohon cabai yang ditanam di polybag-polybag. Hal ini akan mengurangi pengeluaran keluarga. Begitu juga dengan kebutuhan lauk, mereka bisa mengambil dari hasil ternak lele atau ayam di pekarangan. Selebihnya, hasilnya bisa dijual untuk menambah pendapatan keluarga.
Desa Giriroto terletak di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Desa dengan luas daerah 286.556 hektare ini memiliki penduduk sebanyak 6.500 jiwa dengan 2.100 keluarga, yang mayoritas bekerja sebagai petani.
Desa Giriroto memiliki batas wilayah di sebelah utara dengan Desa Jeron, Kecamatan Nogosari. Kemudian di sebelah selatan dengan Desa Kismoyoso, Kecamatan Ngemplak Boyolali. Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Manggung, Kecamatan Ngemplak. Sedangkan, di sebelah Timur, Desa Giriroto berbatasan dengan Desa Selokaton, Kabupaten Karanganyar.
Dukungan Pemerintah
Gapoktan Desa Giriroto selain mendapat dukungan dari Pemerintah Pusat, juga dari Dinas Ketahanan Pangan Pemkab Boyolali dengan memberikan pendidikan atau pelatihan terkait ketahanan pangan. Selain itu, Dinas Pertanian dan Perikanan Boyolali juga memberikan pelatihan kepada anggota Gapoktan dalam mengoperasikan alat mesin pertanian (alsintan) dan memberikan bantuan bibit.
Dalam menjaga ketahanan pangan di Desa Giriroto tersebut salah satunya dilakukan oleh Gapoktan 6 desa setempat. Petani selain menanam padi, juga membudidayakan tanaman pangan tambahan dengan memanfaatkan lahan-lahan kosong atau tidak produktif.
Gapoktan 6 Giriroto yang memiliki 35 anggota tersebut memanfaatkan lahan tidak produktif dengan menanami jagung, kacang tanah, bawang merah, cabai, pisang kepok, jeruk, dan kelapa genjah bantuan dari Kementerian Pertanian.
Gapoktan 6 Desa Giriroto jumlah anggotanya ada 35 orang. Di desa ini ada enam gapoktan ditambah dua kelompok wanita tani (KWT). Mereka selain menanam padi sebanyak tiga kali setiap tahun juga memanfaatkan lahan kosong atau tidak produktif untuk tanaman tambahan seperti cabai, bawang merah dan sayuran lainnya, ada jagung, kacang tanah, buah pisang dan jeruk, dan kelapa genjah.
Gapoktan 6 Desa Giriroto memberdayakan anggota dan masyarakat sekitar ikut menanam tanaman tambahan untuk ketahanan pangan, yang juga dapat mengurangi biaya pengeluaran keluarga dan bisa dijual sebagai tambahan penghasilan.
Luas lahan milik anggota Gapoktan 6 sekitar 30 hektare yang ditanami padi, sedangkan tanaman tambahan dengan memanfaatkan lahan tidak produktif dan pekarangan sehingga ketahanan pangan Desa Giriroto sejauh ini masih aman.
Berdasarkan data Kantor Desa Giritoro, produksi gabah pada tahun 2021 dengan luas panen 406 ha, produktivitas 7,6 ton/ha mencapai 3.085,6 ton. Adapun produksi jagung luas panen 42 ha, produktivitas 35 kuintal/ha mencapai 150,36 ton. Produksi beras dan jagung di Giriroto mengalami surplus.
Diversifikasi pangan
Krisis pangan yang melanda beberapa negara di dunia menjadi perhatian sekaligus peringatan bagi Pemerintah Indonesia. Meskipun, masyarakat Indonesia belum merasakan, kenaikan harga beberapa kebutuhan pokok dan bahan makanan menjadi salah satu indikator dimulainya ancaman krisis pangan.
Pemerintah Kabupaten Boyolali, sebagai langkah antisipasi, berkomitmen meningkatkan ketahanan pangan dengan pemanfaatan lahan perkarangan, salah satunya juga melalui diversifikasi pangan.
Diversifikasi pangan merupakan upaya untuk mendorong masyarakat agar memvariasikan makanan pokok yang dikonsumsi sehingga tidak fokus pada satu jenis saja. Boyolali memiliki potensi sumber pangan lokal yang bisa digunakan sebagai pangan pengganti beras dan terigu.
Hal tersebut salah satunya singkong atau ubi kayu dapat diolah menjadi tepung mocaf atau modified cassava flour. Mocaf merupakan produk tepung dari singkong yang termodifikasi. Modifikasi singkong pada mocaf dilakukan dengan cara fermentasi oleh bakteri asam laktat. Fermentasi yang dilakukan ini, mengubah karakteristik tepung sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai produk pangan.
Tepung mocaf dari bahan baku singkong itu dapat menggantikan tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan kue dan jajanan pasar atau olahan pangan lainnya.
Dinas Ketahanan Pangan Boyolali yang memiliki 60 anggota binaan telah mendapatkan latihan pembuatan mocaf. Mereka berasal dari anggota kelompok wanita tani atau para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pada pelatihan dilakukan berbagai jenis cara pembuatan produk olahan pangan dari mocaf, antara lain mi mocaf, tepung panir, dan aneka kue lainnya.
Dengan adanya pelatihan tersebut diharapkan para pelaku usaha yang didominasi ibu-ibu dapat mengaplikasikan sehingga dapat mengurangi ketergantungan terigu.
Selain itu, dengan pemanfaatan lahan perkarangan ditanami tanaman tambahan, masyarakat dapat menyediakan sumber pangan atau memenuhi kebutuhan pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman (B2SA) bagi anggota dan keluarganya.
Hal tersebut sekaligus dapat meningkatkan pendapatan masyarakat karena hasil panen dapat dijual sehingga menambah penghasilan keluarga.
Pemanfaatan lahan kosong tersebut menjadikan ibu rumah tangga tetap produktif di rumah meski dalam situasi pandemi COVID-19. ***1***
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menjaga ketahanan pangan dengan memanfaatkan lahan kosong di Giriroto
Desa Giriroto memiliki lahan pertanian tadah hujan sekitar 180 hektare. Tidak terlalu luas, memang. Akan tetapi, petani bisa tanam tiga kali per tahun, dengan pola padi-padi-palawija atau padi-padi-padi. Padahal biasanya lahan tadah hujan hanya bisa tanam dan panen dua kali setahun.
Guna mengatisipasi krisis pangan, Desa Giriroto memberdayakan enam gabungan kelompok tani (gapoktan) dan masyarakat untuk memanfaatkan lahan tidak produktif atau lahan kosong yang ditanam tanaman keras atau lunak, seperti jeruk, kelapa, pisang, jagung. Juga sayuran, seperti cabai, bawang, dan kacang untuk tambahan.
Dengan cara tersebut, masyarakat yang mayoritas petani di Desa Giriroto bisa sejahtera karena tidak hanya menanam padi dan palawija, tetapi lahan yang kosong dapat dimanfaatkan untuk tanaman sumber pangan tambahan untuk keluarga.
Warga Giriroto giat memanfaatkan lahan kosong dengan menanami komoditas tambahan yang mendukung ketahanan pangan. Jadi, sumber gizi warga Giriroto tidak nasi tetapi ada juga sayuran, lauk-pauk ikan, telur, ayam, dan buah.
Desa Giriroto belum lama ini dikunjungi Presiden Joko Widodo dalam acara pencanangan tanam kelapa genjah program Kementerian Pertanian. Sebanyak 2.500 pohon kelapa genjah ditanam di desa ini untuk ketahanan pangan masyarakat.
Pemerintah dengan memberikan bantuan bibit kelapa genjah kepada masyarakat Desa Giriroto, dengan hasil panen sekitar 2 hingga 3 tahun ke depan dan diharapkan mereka dapat tercukupi pangan. Kelapa genjah ini bisa dibuat gula semut, minyak kelapa, dan buahnya juga bisa dijual untuk minuman segar.
Adapun produksi kelapa genjah setiap pohon bisa mencapai 180 buah. Artinya, masyarakat yang proaktif menanam kelapa ini, 3 tahun kemudian bakal panen dan dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi krisis pangan. Dengan adanya tambahan atau pendapatan dari sektor lahan kosong atau pekarangan rumah maka kesejahteraan warga meningkat.
Hal tersebut, memberikan motivasi masyarakat untuk lebih giat bercocok tanam dalam antisipasi krisis pangan di wilayah ini. Namun, hal tersebut belum terjadi di Indonesia termasuk Desa Girioroto Kecamatan Ngemplak Boyolali, Jawa Tengah ini.
Giriroto sebenarnya mempunyai aliran irigasi dari Waduk Cengklik yang muaranya ke lahan pertanian di desa ini, tetapi tidak mengalir sampai daerah itu.
'Jika irigasi dari Waduk Cengklik bisa mengalir ke desa ini, petani bisa panen 3-4 kali per tahun," ujar Kepala Desa Giriroto Purwanto.
Selama ini mereka hanya mengandalkan lahan tanah hujan dengan pengadaan air melalui pembuatan sumur bor di dekat ladang.
Masyarakat Giriroto yang bercocok tanam di lahan tadah hujan tersebut bisa panen tiga kali. Mereka dengan gigih bercocok tanam dengan mengandalkan air hujan dan sumur dalam atau bor di dekat lahan ketiga musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan tanaman.
Selain itu, petani juga memanfaatkan air sungai yang lahannya dekat lokasi dengan menggunakan mesin diesel untuk mengairi lahan mereka selama musim kemarau tiba.
Masyarakat Giriroto masih gigih bercocok tanam selama musim kemarau dengan memanfaatkan air sumur dalam yang dibuat secara gotong-royong dekat lahan pertanian mereka sehingga mereka bisa panen tiga kali setahun.
Bahkan, petani di Giriroto juga memanfaatkan lahan kosong atau tidak produktif dengan tanaman pangan seperti jagung, pisang, bawang merah, kacang tanah, cabai, dan sayuran lainnya, hal ini, dapat mengurangi biaya pengeluaran keluarga Gapoktan dan masyarakat setempat.
Selain petani tanam lahan tidak produktif, juga memanfaatkan lahan pekarangan ditanami sayuran dan ada yang beternak ikan lele untuk mengurangi pengeluaran keluarga.
Contohnya, harga cabai di pasar tradisional sekarang sekitar Rp55 ribu hingga Rp60 ribu per kilogram, petani tidak perlu beli, cukup memetik cabai dari pohon cabai yang ditanam di polybag-polybag. Hal ini akan mengurangi pengeluaran keluarga. Begitu juga dengan kebutuhan lauk, mereka bisa mengambil dari hasil ternak lele atau ayam di pekarangan. Selebihnya, hasilnya bisa dijual untuk menambah pendapatan keluarga.
Desa Giriroto terletak di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Desa dengan luas daerah 286.556 hektare ini memiliki penduduk sebanyak 6.500 jiwa dengan 2.100 keluarga, yang mayoritas bekerja sebagai petani.
Desa Giriroto memiliki batas wilayah di sebelah utara dengan Desa Jeron, Kecamatan Nogosari. Kemudian di sebelah selatan dengan Desa Kismoyoso, Kecamatan Ngemplak Boyolali. Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Manggung, Kecamatan Ngemplak. Sedangkan, di sebelah Timur, Desa Giriroto berbatasan dengan Desa Selokaton, Kabupaten Karanganyar.
Dukungan Pemerintah
Gapoktan Desa Giriroto selain mendapat dukungan dari Pemerintah Pusat, juga dari Dinas Ketahanan Pangan Pemkab Boyolali dengan memberikan pendidikan atau pelatihan terkait ketahanan pangan. Selain itu, Dinas Pertanian dan Perikanan Boyolali juga memberikan pelatihan kepada anggota Gapoktan dalam mengoperasikan alat mesin pertanian (alsintan) dan memberikan bantuan bibit.
Dalam menjaga ketahanan pangan di Desa Giriroto tersebut salah satunya dilakukan oleh Gapoktan 6 desa setempat. Petani selain menanam padi, juga membudidayakan tanaman pangan tambahan dengan memanfaatkan lahan-lahan kosong atau tidak produktif.
Gapoktan 6 Giriroto yang memiliki 35 anggota tersebut memanfaatkan lahan tidak produktif dengan menanami jagung, kacang tanah, bawang merah, cabai, pisang kepok, jeruk, dan kelapa genjah bantuan dari Kementerian Pertanian.
Gapoktan 6 Desa Giriroto jumlah anggotanya ada 35 orang. Di desa ini ada enam gapoktan ditambah dua kelompok wanita tani (KWT). Mereka selain menanam padi sebanyak tiga kali setiap tahun juga memanfaatkan lahan kosong atau tidak produktif untuk tanaman tambahan seperti cabai, bawang merah dan sayuran lainnya, ada jagung, kacang tanah, buah pisang dan jeruk, dan kelapa genjah.
Gapoktan 6 Desa Giriroto memberdayakan anggota dan masyarakat sekitar ikut menanam tanaman tambahan untuk ketahanan pangan, yang juga dapat mengurangi biaya pengeluaran keluarga dan bisa dijual sebagai tambahan penghasilan.
Luas lahan milik anggota Gapoktan 6 sekitar 30 hektare yang ditanami padi, sedangkan tanaman tambahan dengan memanfaatkan lahan tidak produktif dan pekarangan sehingga ketahanan pangan Desa Giriroto sejauh ini masih aman.
Berdasarkan data Kantor Desa Giritoro, produksi gabah pada tahun 2021 dengan luas panen 406 ha, produktivitas 7,6 ton/ha mencapai 3.085,6 ton. Adapun produksi jagung luas panen 42 ha, produktivitas 35 kuintal/ha mencapai 150,36 ton. Produksi beras dan jagung di Giriroto mengalami surplus.
Diversifikasi pangan
Krisis pangan yang melanda beberapa negara di dunia menjadi perhatian sekaligus peringatan bagi Pemerintah Indonesia. Meskipun, masyarakat Indonesia belum merasakan, kenaikan harga beberapa kebutuhan pokok dan bahan makanan menjadi salah satu indikator dimulainya ancaman krisis pangan.
Pemerintah Kabupaten Boyolali, sebagai langkah antisipasi, berkomitmen meningkatkan ketahanan pangan dengan pemanfaatan lahan perkarangan, salah satunya juga melalui diversifikasi pangan.
Diversifikasi pangan merupakan upaya untuk mendorong masyarakat agar memvariasikan makanan pokok yang dikonsumsi sehingga tidak fokus pada satu jenis saja. Boyolali memiliki potensi sumber pangan lokal yang bisa digunakan sebagai pangan pengganti beras dan terigu.
Hal tersebut salah satunya singkong atau ubi kayu dapat diolah menjadi tepung mocaf atau modified cassava flour. Mocaf merupakan produk tepung dari singkong yang termodifikasi. Modifikasi singkong pada mocaf dilakukan dengan cara fermentasi oleh bakteri asam laktat. Fermentasi yang dilakukan ini, mengubah karakteristik tepung sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai produk pangan.
Tepung mocaf dari bahan baku singkong itu dapat menggantikan tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan kue dan jajanan pasar atau olahan pangan lainnya.
Dinas Ketahanan Pangan Boyolali yang memiliki 60 anggota binaan telah mendapatkan latihan pembuatan mocaf. Mereka berasal dari anggota kelompok wanita tani atau para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pada pelatihan dilakukan berbagai jenis cara pembuatan produk olahan pangan dari mocaf, antara lain mi mocaf, tepung panir, dan aneka kue lainnya.
Dengan adanya pelatihan tersebut diharapkan para pelaku usaha yang didominasi ibu-ibu dapat mengaplikasikan sehingga dapat mengurangi ketergantungan terigu.
Selain itu, dengan pemanfaatan lahan perkarangan ditanami tanaman tambahan, masyarakat dapat menyediakan sumber pangan atau memenuhi kebutuhan pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman (B2SA) bagi anggota dan keluarganya.
Hal tersebut sekaligus dapat meningkatkan pendapatan masyarakat karena hasil panen dapat dijual sehingga menambah penghasilan keluarga.
Pemanfaatan lahan kosong tersebut menjadikan ibu rumah tangga tetap produktif di rumah meski dalam situasi pandemi COVID-19. ***1***
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menjaga ketahanan pangan dengan memanfaatkan lahan kosong di Giriroto