Semarang (ANTARA) - Di Sukoharjo tercatat dari 58,182 balita setidaknya 1 dari 5 balita mengalami stunting, sementara prevalensi anak yang menderita kondisi sangat kurus atau severe wasting (merupakan bentuk gizi buruk yang paling berbahaya) menunjukkan 5,9 persen atau artinya ada 3.400 balita yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk.
"Balita yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk atau wasting tersebut mempunyai risiko tiga kali lipat untuk menjadi stunting, untuk itu deteksi dini sangat penting untuk dilakukan," kata Arie Rukmantara selaku Kepala Perwakilan UNICEF Wilayah Jawa dalam keterangan pers yang diterima di Semarang, Selasa.
Arie menjelaskan Sukoharjo merupakan kabupaten prioritas perluasan lokus stunting di Jawa Tengah. Pencegahan dan penanggulangan stunting telah menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Sukoharjo sejak tahun 2020.
Pemerintah Kabupaten Sukoharjo telah menerbitkan regulasi berupa Perbup No 8/2020, dimana alokasi anggaran baik dalam APBD, dana desa/kelurahan, sumber dana lain, serta dukungan lintas sektor dikerahkan dalam pencegahan dan penanggulangan stunting di Sukoharjo.
"Deteksi dini kasus bisa memotong biaya perawatan anak dengan gizi buruk secara signifikan. Berdasarkan studi di Nusa Tenggara Timur, perawatan satu anak gizi buruk di layanan rawat jalan membutuhkan biaya sekitar Rp4,8 juta. Mengetahui kondisi wasting segera dan cepat mencegah stunting, akan membantu pemerintah mengalokasikan anggaran pembangunan untuk program lain yang bukan kuratif," kata Arie.
Jika dilihat lebih luas lagi, katanya, di Indonesia lebih dari dua juta anak menderita kondisi severe wasting yang merupakan bentuk gizi buruk yang paling berbahaya dan anak yang tidak mendapatkan perawatan, berisiko mengalami konsekuensi berat, termasuk risiko kematian 12 kali lipat lebih tinggi karena sistem kekebalan tubuhnya terlalu lemah. Dalam jangka Panjang, pertumbuhan fisik dan perkembangan mental pun dapat terganggu dan apabila tidak ditangani berisiko mengalami stunting.
Baca juga: Kota Semarang siap turunkan angka stunting
Dalam upaya mencegah kasus stunting, UNICEF dan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo melakukan deteksi dini pada kasus gizi kurang dan gizi buruk atau dikenal dengan wasting ada balita.
"Untuk itu, berkolaborasi dengan TP PKK, kami akan memberdayakan 500 kader dan 2000 pengasuh yang akan menjadi detektor pertama pada kasus gizi kurang dan gizi buruk balita di keluarga. Strategi pemberdayaan dilakukan dengan melakukan pengukuran lingkar lengan atas (LiLA) dengan menggunakan Pita LiLA," jelas Etik Suryani, Bupati Kabupaten Sukoharjo.
Bupati Etik menambahkan strategi pemberdayaan masyarakat dengan pengukuran LiLA dapat dengan sangat mudah, yaitu dengan melihat indikator merah, kuning, dan hijau.
"Apabila ketika diukur, lingkar lengan berada pada indikator merah menandai kondisi anak parah dan membutuhkan perawatan segera. Saya berharap bahwa jajaran pengurus PKK terus bersinergi dan berkolaborasi dengan memberikan dukungan dan pembinaan terhadap pengasuh yang akan menjadi detektor dini kasus wasting di tingkat keluarga," katanya.
Deteksi dini yang dilakukan akan memastikan anak yang berisiko mendapatkan perawatan sesuai dengan kebutuhannya. Deteksi dini merupakan kegiatan dari pengelolaan gizi buruk terintegerasi yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan dukungan UNICEF sejak tahun 2021.
Baca juga: Pemkab Kudus bentuk tim percepatan penurunan angka stunting
Baca juga: Penurunan stunting tidak sekadar faktor pangan
"Balita yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk atau wasting tersebut mempunyai risiko tiga kali lipat untuk menjadi stunting, untuk itu deteksi dini sangat penting untuk dilakukan," kata Arie Rukmantara selaku Kepala Perwakilan UNICEF Wilayah Jawa dalam keterangan pers yang diterima di Semarang, Selasa.
Arie menjelaskan Sukoharjo merupakan kabupaten prioritas perluasan lokus stunting di Jawa Tengah. Pencegahan dan penanggulangan stunting telah menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Sukoharjo sejak tahun 2020.
Pemerintah Kabupaten Sukoharjo telah menerbitkan regulasi berupa Perbup No 8/2020, dimana alokasi anggaran baik dalam APBD, dana desa/kelurahan, sumber dana lain, serta dukungan lintas sektor dikerahkan dalam pencegahan dan penanggulangan stunting di Sukoharjo.
"Deteksi dini kasus bisa memotong biaya perawatan anak dengan gizi buruk secara signifikan. Berdasarkan studi di Nusa Tenggara Timur, perawatan satu anak gizi buruk di layanan rawat jalan membutuhkan biaya sekitar Rp4,8 juta. Mengetahui kondisi wasting segera dan cepat mencegah stunting, akan membantu pemerintah mengalokasikan anggaran pembangunan untuk program lain yang bukan kuratif," kata Arie.
Jika dilihat lebih luas lagi, katanya, di Indonesia lebih dari dua juta anak menderita kondisi severe wasting yang merupakan bentuk gizi buruk yang paling berbahaya dan anak yang tidak mendapatkan perawatan, berisiko mengalami konsekuensi berat, termasuk risiko kematian 12 kali lipat lebih tinggi karena sistem kekebalan tubuhnya terlalu lemah. Dalam jangka Panjang, pertumbuhan fisik dan perkembangan mental pun dapat terganggu dan apabila tidak ditangani berisiko mengalami stunting.
Baca juga: Kota Semarang siap turunkan angka stunting
Dalam upaya mencegah kasus stunting, UNICEF dan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo melakukan deteksi dini pada kasus gizi kurang dan gizi buruk atau dikenal dengan wasting ada balita.
"Untuk itu, berkolaborasi dengan TP PKK, kami akan memberdayakan 500 kader dan 2000 pengasuh yang akan menjadi detektor pertama pada kasus gizi kurang dan gizi buruk balita di keluarga. Strategi pemberdayaan dilakukan dengan melakukan pengukuran lingkar lengan atas (LiLA) dengan menggunakan Pita LiLA," jelas Etik Suryani, Bupati Kabupaten Sukoharjo.
Bupati Etik menambahkan strategi pemberdayaan masyarakat dengan pengukuran LiLA dapat dengan sangat mudah, yaitu dengan melihat indikator merah, kuning, dan hijau.
"Apabila ketika diukur, lingkar lengan berada pada indikator merah menandai kondisi anak parah dan membutuhkan perawatan segera. Saya berharap bahwa jajaran pengurus PKK terus bersinergi dan berkolaborasi dengan memberikan dukungan dan pembinaan terhadap pengasuh yang akan menjadi detektor dini kasus wasting di tingkat keluarga," katanya.
Deteksi dini yang dilakukan akan memastikan anak yang berisiko mendapatkan perawatan sesuai dengan kebutuhannya. Deteksi dini merupakan kegiatan dari pengelolaan gizi buruk terintegerasi yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan dukungan UNICEF sejak tahun 2021.
Baca juga: Pemkab Kudus bentuk tim percepatan penurunan angka stunting
Baca juga: Penurunan stunting tidak sekadar faktor pangan