Semarang (ANTARA) - BPJS Kesehatan mendorong para bidan mempunyai sertifikasi pelayanan IVA, sebagai salah satu upaya untuk menekan kasus kanker serviks dan mensukseskan program skrinning primer deteksi dini pencegahan melalui IVA Test/Papsmear.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Semarang Andi Ashar mengatakan jumlah kasus penyakit kanker serviks menempati urutan kedua setelah penyakit jantung dengan total kasus mencapai 251.337 kasus.
"Pada kanker serviks, ada 40-45 kasus baru muncul setiap harinya, sedangkan kasus kematian akibat kanker serviks mencapai 20 sampai 25 kasus per harinya. Artinya 1 wanita di dunia meninggal setiap 2 menit sedangkan di Indonesia 1 wanita meninggal tiap jamnya karena kanker serviks," kata Andi, Rabu (8/6).
Andi menjelaskan program JKN menjamin seluruh biaya pelayanan kesehatan peserta, asalkan peserta rutin membayarkan iurannya setiap bulan dan pada tahun 2021, kasus penyakit kanker di Kota Semarang yang dijamin oleh program JKN mencapai 140.371 kasus.
Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kota Semarang Istirochah menjelaskan perjalanan alamiah penyakit kanker serviks membutuhkan waktu panjang, lesi pra kanker sampai membentuk kanker serviks butuh waktu 3 sampai 17 tahun.
Namun, khusus untuk penyakit kanker, pencegahan dapat diupayakan salah satunya melalui cara deteksi dini melalui IVA Test/Papsmear.
"Pencegahan primer dapat dilakukan melalui pencegahan angka kontak dengan karsinogen dan upaya promosi dan edukasi bagi semua perempuan, pencegahan sekunder dilakukan dengan skrinning IVA Test/ Papsmear, sedangkan pencegahan tertier berupa upaya rehabilitatif dan palliative car atas hasil skrinning," jelasnya.
Baca juga: Gubernur serahkan Kartu JKN ke 9.016 PPPK guru
Istirochah menyayangkan sebagian besar kasus kanker serviks di Indonesia ditemukan pada stadium lanjut dan biasanya dikarenakan kurangnya kesadaran, karena masyarakat belum merasa ada keluhan, rasa takut dan malu, serta kendala biaya.
Mengatasi hal tersebut, bersama dengan BPJS Kesehatan pihaknya berupaya menekan kasus kanker serviks melalui program promotif preventif.
IBI Kota Semarang sejauh ini telah melakukan berbagai aksi seperti menyusun materi penyuluhan dan informasi serta melakukan penyuluhan-penyuluhan dan informasi tentang kanker serviks serta training atau pelatihan untuk bidan yang berhubungan dengan skrinning kanker serviks.
"Sampai saat ini sebanyak 20 bidan dan dokter jejaring kami yang bersertifikat layak IVA test/papsmear di Kota Semarang, bagi wanita yang telah aktif berhubungan seksual dapat mengakses manfaat skrinning 1 tahun sekali," katanya.
Jika negatif, skrinning selanjutnya dapat dilakukan 3 tahun berikutnya, apabila ditemukan positif peserta wajib melakukan skrinning lanjutan pada tahun berikutnya diiringi dengan krioterapi.
Selain upaya tersebut, Andi menilai faktor lingkungan juga memiliki peran penting untuk mencegah penyakit kanker, karenanya untuk mencegah kanker masyarakat perlu menerapkan pola hidup sehat.
Selain itu menghindari faktor risiko pencetus kanker serviks seperti menikah muda kurang dari 20 tahun, sering berganti pasangan seks, merokok, kekurangan vitamin A/C/E serta potensi infeksi menular seksual.
Baca juga: Elang ingatkan budaya anti-fraud pada Program JKN-KIS
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Semarang Andi Ashar mengatakan jumlah kasus penyakit kanker serviks menempati urutan kedua setelah penyakit jantung dengan total kasus mencapai 251.337 kasus.
"Pada kanker serviks, ada 40-45 kasus baru muncul setiap harinya, sedangkan kasus kematian akibat kanker serviks mencapai 20 sampai 25 kasus per harinya. Artinya 1 wanita di dunia meninggal setiap 2 menit sedangkan di Indonesia 1 wanita meninggal tiap jamnya karena kanker serviks," kata Andi, Rabu (8/6).
Andi menjelaskan program JKN menjamin seluruh biaya pelayanan kesehatan peserta, asalkan peserta rutin membayarkan iurannya setiap bulan dan pada tahun 2021, kasus penyakit kanker di Kota Semarang yang dijamin oleh program JKN mencapai 140.371 kasus.
Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kota Semarang Istirochah menjelaskan perjalanan alamiah penyakit kanker serviks membutuhkan waktu panjang, lesi pra kanker sampai membentuk kanker serviks butuh waktu 3 sampai 17 tahun.
Namun, khusus untuk penyakit kanker, pencegahan dapat diupayakan salah satunya melalui cara deteksi dini melalui IVA Test/Papsmear.
"Pencegahan primer dapat dilakukan melalui pencegahan angka kontak dengan karsinogen dan upaya promosi dan edukasi bagi semua perempuan, pencegahan sekunder dilakukan dengan skrinning IVA Test/ Papsmear, sedangkan pencegahan tertier berupa upaya rehabilitatif dan palliative car atas hasil skrinning," jelasnya.
Baca juga: Gubernur serahkan Kartu JKN ke 9.016 PPPK guru
Istirochah menyayangkan sebagian besar kasus kanker serviks di Indonesia ditemukan pada stadium lanjut dan biasanya dikarenakan kurangnya kesadaran, karena masyarakat belum merasa ada keluhan, rasa takut dan malu, serta kendala biaya.
Mengatasi hal tersebut, bersama dengan BPJS Kesehatan pihaknya berupaya menekan kasus kanker serviks melalui program promotif preventif.
IBI Kota Semarang sejauh ini telah melakukan berbagai aksi seperti menyusun materi penyuluhan dan informasi serta melakukan penyuluhan-penyuluhan dan informasi tentang kanker serviks serta training atau pelatihan untuk bidan yang berhubungan dengan skrinning kanker serviks.
"Sampai saat ini sebanyak 20 bidan dan dokter jejaring kami yang bersertifikat layak IVA test/papsmear di Kota Semarang, bagi wanita yang telah aktif berhubungan seksual dapat mengakses manfaat skrinning 1 tahun sekali," katanya.
Jika negatif, skrinning selanjutnya dapat dilakukan 3 tahun berikutnya, apabila ditemukan positif peserta wajib melakukan skrinning lanjutan pada tahun berikutnya diiringi dengan krioterapi.
Selain upaya tersebut, Andi menilai faktor lingkungan juga memiliki peran penting untuk mencegah penyakit kanker, karenanya untuk mencegah kanker masyarakat perlu menerapkan pola hidup sehat.
Selain itu menghindari faktor risiko pencetus kanker serviks seperti menikah muda kurang dari 20 tahun, sering berganti pasangan seks, merokok, kekurangan vitamin A/C/E serta potensi infeksi menular seksual.
Baca juga: Elang ingatkan budaya anti-fraud pada Program JKN-KIS