Purwokerto (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Diponegoro (Undip) Dr. Nanik Trihastuti mengatakan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) memerlukan dukungan regulasi dan kebijakan yang harmonis dan selaras dengan politik hukum dan pengelolaan energi.
"Pengembangan EBT perlu didukung regulasi dan kebijakan yang harmonis dan juga selaras dengan politik hukum pengelolaan energi," katanya dalam acara "Kegiatan Sosial Presidensi G20 Indonesia Sektor Prioritas Transisi Energi" secara virtual yang diakses dari Purwokerto, Jumat.
Dosen hukum internasional Undip tersebut menjelaskan bahwa potensi EBT di Indonesia sangat besar sehingga menimbulkan peluang sekaligus tantangan.
"Peluang yang dimaksud adalah terkait dengan transisi energi untuk pemenuhan sendiri dan ekspor," katanya.
Kendati demikian, kata dia, tantangan yang dimaksud adalah bahwa pengembangan EBT membutuhkan teknologi baru dan investasi yang besar sehingga perlu dukungan regulasi dan kebijakan yang harmonis dan selaras.
"Proses pembuatan regulasi perlu memenuhi aspek hukum, aspek normatif, aspek filosofis dan aspek sosiologis," katanya.
Dr. Nanik Trihastuti juga mengingatkan bahwa pengembangan EBT memerlukan sinergitas pemangku kepentingan termasuk juga dengan pelibatan masyarakat.
"Sinergitas akan terwujud jika masing-masing pemangku kepentingan memahami persoalan, mengetahui kedudukan serta peran dan manfaat yang diperoleh masing-masing," katanya.
Dia juga menyoroti mengenai perlunya strategi yang dibuat oleh perguruan tinggi dalam menghadapi transisi energi.
"Terkait hal ini maka pada masa yang akan datang, perlu sosialisasi mengenai transisi energi ke perguruan tinggi agar dapat diselaraskan dengan program merdeka belajar," katanya.
Dengan demikian kata dia, implementasi kurikulum merdeka belajar di perguruan tinggi dapat disinkronkan dengan program pengembangan EBT.
Tujuannya untuk mendorong mahasiswa memperoleh pengalaman belajar dengan berbagai kompetensi tambahan di luar program studi atau di luar kampusnya.
"Termasuk juga yang terkait dengan pengembangan EBT melalui kurikulum merdeka belajar kampus merdeka," katanya.
"Pengembangan EBT perlu didukung regulasi dan kebijakan yang harmonis dan juga selaras dengan politik hukum pengelolaan energi," katanya dalam acara "Kegiatan Sosial Presidensi G20 Indonesia Sektor Prioritas Transisi Energi" secara virtual yang diakses dari Purwokerto, Jumat.
Dosen hukum internasional Undip tersebut menjelaskan bahwa potensi EBT di Indonesia sangat besar sehingga menimbulkan peluang sekaligus tantangan.
"Peluang yang dimaksud adalah terkait dengan transisi energi untuk pemenuhan sendiri dan ekspor," katanya.
Kendati demikian, kata dia, tantangan yang dimaksud adalah bahwa pengembangan EBT membutuhkan teknologi baru dan investasi yang besar sehingga perlu dukungan regulasi dan kebijakan yang harmonis dan selaras.
"Proses pembuatan regulasi perlu memenuhi aspek hukum, aspek normatif, aspek filosofis dan aspek sosiologis," katanya.
Dr. Nanik Trihastuti juga mengingatkan bahwa pengembangan EBT memerlukan sinergitas pemangku kepentingan termasuk juga dengan pelibatan masyarakat.
"Sinergitas akan terwujud jika masing-masing pemangku kepentingan memahami persoalan, mengetahui kedudukan serta peran dan manfaat yang diperoleh masing-masing," katanya.
Dia juga menyoroti mengenai perlunya strategi yang dibuat oleh perguruan tinggi dalam menghadapi transisi energi.
"Terkait hal ini maka pada masa yang akan datang, perlu sosialisasi mengenai transisi energi ke perguruan tinggi agar dapat diselaraskan dengan program merdeka belajar," katanya.
Dengan demikian kata dia, implementasi kurikulum merdeka belajar di perguruan tinggi dapat disinkronkan dengan program pengembangan EBT.
Tujuannya untuk mendorong mahasiswa memperoleh pengalaman belajar dengan berbagai kompetensi tambahan di luar program studi atau di luar kampusnya.
"Termasuk juga yang terkait dengan pengembangan EBT melalui kurikulum merdeka belajar kampus merdeka," katanya.