Jakarta (ANTARA) - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan masyarakat perlu paham, bahwa Pertamax bukan jenis produk bersubsidi sehingga harga jual bahan bakar minyak (BBM) yang diperuntukkan bagi kalangan mampu tersebut sepenuhnya mengikuti pergerakan harga pasar.

“Jadi, kalau memang harganya naik, itu sepenuhnya corporate approach. Tidak bisa diintervensi dan harus dimaklumi semua pihak, termasuk juga Pemerintah," ujar Tulus dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Apalagi, tambahnya, pemerintah sudah menyatakan bahwa harga keekonomian Pertamax sangat tinggi sehingga dapat dipahami jika BBM jenis tersebut memang perlu penyesuaian.

"Ya memang wajar. Tinggal kemudian, bagaimana penyesuaian tersebut bisa dilakukan dengan baik dan benar, sehingga bisa diterima dengan baik juga oleh masyarakat," katanya.



Menurut dia, yang harus menjadi perhatian adalah seberapa besar dukungan Pemerintah di lapangan, dalam hal ini, agar Pertamina tidak menjadi pihak yang dipersalahkan jika ke depan, terdapat ketidakpuasan atau tantangan dari masyarakat.

Guna mengantisipasi risiko tersebut, salah satu opsi yang bisa dilakukan Pemerintah adalah mengalihkan pengumuman kenaikan harga Pertamax dari Pertamina ke Kementerian ESDM.

"Jadi, jangan karena ini corporate approach, lalu Pertamina ditinggalkan dan terjepit di tengah. Pemerintah harus ambil action, misalnya untuk pengumumannya agar Pertamina tidak diserang," katanya.

Atau, tambahnya, jika pemerintah tidak ingin melakukan hal tersebut maka bisa membayar selisih antara harga jual dan harga keekonomian.

"Dengan begitu, jadi fair untuk semua," tegas Tulus.

Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui, harga jual Pertamax di pasaran saat ini sudah terlalu murah bahkan jauh di bawah harga keekonomian.

Dengan pergerakan harga minyak mentah dunia mencapai lebih dari 100 dollar AS per barrel, Kementerian ESDM memperhitungkan bahwa harga keekonomian Pertamax saat ini berada di level Rp14.526 per liter. Padahal, Pertamina sendiri masih menjualnya di kisaran harga Rp9.000 hingga Rp9.400 per liter.

Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga mengatakan dengan kondisi sekarang, bisa dikatakan posisi Pertamina adalah menyubsidi Pertamax, artinya Pertamina melakukan subsidi terhadap mobil mewah yang menggunakan BBM tersebut.

Di pasaran harga Pertamax Rp9.000 per liter juga jauh lebih murah dibandingkan BBM SPBU swasta yang menjual seharga Rp12.990 per liter.

Pewarta : Subagyo
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024