Semarang (ANTARA) -
"Untuk menghapus stigmatisasi dan diskriminasi tersebut diperlukan peran dari seluruh sektor," kata dia di Semarang, Senin.
Ia mengungkapkan berdasarkan data pada periode 2019-2021, indikator capaian penanggulangan kusta di Jawa Tengah terus membaik, namun masih butuh peningkatan agar penyakit kusta benar-benar bersih.
"Tadi ada dua penyintas kusta kami minta bercerita bagaimana kondisi sakit, perawatan, peran pemerintah, serta respons keluarga dan masyarakat. Ternyata stigmatisasi masih ada sehingga diskriminasi sering muncul. Itu butuh literasi dan kita dorong untuk dihapuskan," ujarnya.
Baca juga: Perdoski kampanyekan antistigma penderita kusta lewat lomba poster
Hal tersebut disampaikan Ganjar usai membuka acara peringatan Hari Kusta Dunia tingkat Provinsi Jawa Tengah di Gedung Gradhika Bhakti Praja.
Sejauh ini, lanjut dia, dari 34 kabupaten/kota di Jawa Tengah, hanya menyisakan Kabupaten Brebes yang masih belum mencapai eliminasi.
Menurut dia, Brebes merupakan satu daerah yang menjadi perhatian terkait penanggulangan penyakit kusta.
"Kami cek masih ada satu kabupaten di Jawa Tengah yaitu Brebes untuk didorong. Brebes itu memang gede banget dan 'complicated', maka mesti diberikan bantuan dari kelompok masyarakat terutama yang peduli kusta," katanya.
Baca juga: Pakar: Hilangkan stigma terhadap penderita kusta
Orang nomor satu di Jateng itu berharap, stigma dan diskriminasi terhadap penyintas kusta bisa dihilangkan, maka dibutuhkan rekomendasi atau metodologi untuk memperbaiki.
Dalam pelacakan dan pencarian kasus bisa menggunakan teknologi, juga lebih terbuka dengan berbagai media untuk pelaporan sehingga penyintas mau dan tidak malu untuk melapor.
"Kalau dulu kita mencari dan orang yang dicari tidak mau mengaku. Jauhi penyakitnya bukan orangnya karena penularan butuh intensitas tinggi, butuh jangka waktu lama dan intensitas ketemu tinggi," ujarnya.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk meningkatkan penanggulangan kusta antara lain pencarian kasus yang lebih intens, komunikasi dengan masyarakat dan puskesmas untuk deteksi secara langsung.
"Pemerintahan sampai level desa serta RT/RW bisa melaporkan kasus. Deteksi dini memang perlu maka kita butuh memberikan indikator atau gejala awal sehingga bisa cepat diketahui," kata Ganjar..(LHP)
Baca juga: Perdoski Menilai Pengetahuan Masyarakat Tentang Kusta Minim
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mendorong penghapusan stigma dan diskriminasi terhadap para penyandang penyakit kusta di provinsi setempat.
"Untuk menghapus stigmatisasi dan diskriminasi tersebut diperlukan peran dari seluruh sektor," kata dia di Semarang, Senin.
Ia mengungkapkan berdasarkan data pada periode 2019-2021, indikator capaian penanggulangan kusta di Jawa Tengah terus membaik, namun masih butuh peningkatan agar penyakit kusta benar-benar bersih.
"Tadi ada dua penyintas kusta kami minta bercerita bagaimana kondisi sakit, perawatan, peran pemerintah, serta respons keluarga dan masyarakat. Ternyata stigmatisasi masih ada sehingga diskriminasi sering muncul. Itu butuh literasi dan kita dorong untuk dihapuskan," ujarnya.
Baca juga: Perdoski kampanyekan antistigma penderita kusta lewat lomba poster
Hal tersebut disampaikan Ganjar usai membuka acara peringatan Hari Kusta Dunia tingkat Provinsi Jawa Tengah di Gedung Gradhika Bhakti Praja.
Sejauh ini, lanjut dia, dari 34 kabupaten/kota di Jawa Tengah, hanya menyisakan Kabupaten Brebes yang masih belum mencapai eliminasi.
Menurut dia, Brebes merupakan satu daerah yang menjadi perhatian terkait penanggulangan penyakit kusta.
"Kami cek masih ada satu kabupaten di Jawa Tengah yaitu Brebes untuk didorong. Brebes itu memang gede banget dan 'complicated', maka mesti diberikan bantuan dari kelompok masyarakat terutama yang peduli kusta," katanya.
Baca juga: Pakar: Hilangkan stigma terhadap penderita kusta
Orang nomor satu di Jateng itu berharap, stigma dan diskriminasi terhadap penyintas kusta bisa dihilangkan, maka dibutuhkan rekomendasi atau metodologi untuk memperbaiki.
Dalam pelacakan dan pencarian kasus bisa menggunakan teknologi, juga lebih terbuka dengan berbagai media untuk pelaporan sehingga penyintas mau dan tidak malu untuk melapor.
"Kalau dulu kita mencari dan orang yang dicari tidak mau mengaku. Jauhi penyakitnya bukan orangnya karena penularan butuh intensitas tinggi, butuh jangka waktu lama dan intensitas ketemu tinggi," ujarnya.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk meningkatkan penanggulangan kusta antara lain pencarian kasus yang lebih intens, komunikasi dengan masyarakat dan puskesmas untuk deteksi secara langsung.
"Pemerintahan sampai level desa serta RT/RW bisa melaporkan kasus. Deteksi dini memang perlu maka kita butuh memberikan indikator atau gejala awal sehingga bisa cepat diketahui," kata Ganjar..(LHP)
Baca juga: Perdoski Menilai Pengetahuan Masyarakat Tentang Kusta Minim