Jakarta (ANTARA) - Laporan penganiayaan yang dilayangkan oleh Muhammad Kosman alias Muhammad Kece, tersangka kasus dugaan penistaan terhadap agama akhirnya terungkap, terlapor yang merupakan sesama tahanan di Rutan Bareskrim Polri, yakni Irjen Pol. Napoleon Bonaparte.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu membenarkan bahwa terlapor dalam laporan polisi yang dibuat oleh Muhammad Kece adalah jenderal bintang dua tersebut.
"Napoelon Bonaparte," jawab Brigjen Andi, saat ditanya nama terlapor dalam laporan polisi yang dilayangkan Muhammad Kece.
Seperti diberitakan sebelumnya, Bareskrim Polri menerima Laporan Polisi LP Nomor 0510/VIII/2021/Bareskrim.Polri pada tanggal 26 Agustus 2021, pelapor atas nama Muhammad Kosman yang tak lain adalah Muhammad Kece.
Lebih lanjut Brigjen Andi menyebutkan, penyidik masih bekerja mendalami laporan tersebut, termasuk kronologi penganiayaan yang dilakukan apakah dilakukan sendiri oleh Napoleon atau ada yang membantu.
Menurut Brigjen Andi, sudah ada tiga orang saksi yang dimintai keterangan, ketiganya merupakan tahanan yang ada di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Bareskrim Polri.
"Penyidik sedang mendalami apakah dilakukan sendiri atau ada yang membantu. Nanti ya motifnya. Saksi tiga orang, semuanya napi," ucap Andi.
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menyebutkan, penyidik Bareskrim Polri sudah menindaklanjuti laporan polisi tersebut dengan memeriksa tiga orang saksi dan mengumpulkan alat bukti yang relevan.
Menurut dia, kasus tersebut saat ini sudah tahap penyidikan, dan penyidik sedang mengumpulkan alat bukti lainnya yang relevan untuk menuntaskan kasus tersebut.
"Nanti dari alat bukti itu akan dilakukan gelar perkara dan akan menentukan tersangkanya," ujar Rusdin.
Baca juga: Mabes Polri ungkap penganiayaan yang dialami Muhammad Kece
Baca juga: Polisi pastikan Muhammad Kece dalam kondisi sehat
Rusdi menegaskan, kasus tersebut telah ditangani oleh kepolisian dan akan dituntaskan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, penganiayaan itu terjadi pada saat Muhammad Kece sedang berada di ruang isolasi. Sesuai protokol kesehatan, setiap tahanan yang baru masuk, menjalani masa isolasi selama 14 hari.
Sebagaimana diketahui, Muhammad Kosman alias Muhammad Kece ditangkap oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Polri bersama Polda Bali di tempat persembunyiannya usai video penghinaan terhadap simbol agama viral di media sosial.
Penangkapan itu berlangsung di Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, pada Selasa (24/8) pukul 19.30 WIB.
Kece lalu diterbangkan ke Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan dan penahanan di Rutan Bareskrim Polri pada Rabu (25/8).
Setelah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka, M. Kece lantas ditahan selama 20 hari terhitung dari tanggal 25 Agustus sampai 13 September 2021. Hingga kini masa penahanannya diperpanjang.
Tersangka M. Kece, disangkakan dengan Pasal 28 ayat (2) dan junto Pasal 45 a ayat (2) dapat juga dijerat dengan peraturan lainnya yang relevan yakni Pasal 156 a KUHPidana tentang Penodaan Agama, ancaman hukuman enam tahun penjara.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu membenarkan bahwa terlapor dalam laporan polisi yang dibuat oleh Muhammad Kece adalah jenderal bintang dua tersebut.
"Napoelon Bonaparte," jawab Brigjen Andi, saat ditanya nama terlapor dalam laporan polisi yang dilayangkan Muhammad Kece.
Seperti diberitakan sebelumnya, Bareskrim Polri menerima Laporan Polisi LP Nomor 0510/VIII/2021/Bareskrim.Polri pada tanggal 26 Agustus 2021, pelapor atas nama Muhammad Kosman yang tak lain adalah Muhammad Kece.
Lebih lanjut Brigjen Andi menyebutkan, penyidik masih bekerja mendalami laporan tersebut, termasuk kronologi penganiayaan yang dilakukan apakah dilakukan sendiri oleh Napoleon atau ada yang membantu.
Menurut Brigjen Andi, sudah ada tiga orang saksi yang dimintai keterangan, ketiganya merupakan tahanan yang ada di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Bareskrim Polri.
"Penyidik sedang mendalami apakah dilakukan sendiri atau ada yang membantu. Nanti ya motifnya. Saksi tiga orang, semuanya napi," ucap Andi.
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menyebutkan, penyidik Bareskrim Polri sudah menindaklanjuti laporan polisi tersebut dengan memeriksa tiga orang saksi dan mengumpulkan alat bukti yang relevan.
Menurut dia, kasus tersebut saat ini sudah tahap penyidikan, dan penyidik sedang mengumpulkan alat bukti lainnya yang relevan untuk menuntaskan kasus tersebut.
"Nanti dari alat bukti itu akan dilakukan gelar perkara dan akan menentukan tersangkanya," ujar Rusdin.
Baca juga: Mabes Polri ungkap penganiayaan yang dialami Muhammad Kece
Baca juga: Polisi pastikan Muhammad Kece dalam kondisi sehat
Rusdi menegaskan, kasus tersebut telah ditangani oleh kepolisian dan akan dituntaskan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, penganiayaan itu terjadi pada saat Muhammad Kece sedang berada di ruang isolasi. Sesuai protokol kesehatan, setiap tahanan yang baru masuk, menjalani masa isolasi selama 14 hari.
Sebagaimana diketahui, Muhammad Kosman alias Muhammad Kece ditangkap oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Polri bersama Polda Bali di tempat persembunyiannya usai video penghinaan terhadap simbol agama viral di media sosial.
Penangkapan itu berlangsung di Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, pada Selasa (24/8) pukul 19.30 WIB.
Kece lalu diterbangkan ke Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan dan penahanan di Rutan Bareskrim Polri pada Rabu (25/8).
Setelah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka, M. Kece lantas ditahan selama 20 hari terhitung dari tanggal 25 Agustus sampai 13 September 2021. Hingga kini masa penahanannya diperpanjang.
Tersangka M. Kece, disangkakan dengan Pasal 28 ayat (2) dan junto Pasal 45 a ayat (2) dapat juga dijerat dengan peraturan lainnya yang relevan yakni Pasal 156 a KUHPidana tentang Penodaan Agama, ancaman hukuman enam tahun penjara.