Boyolali (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Boyolali mengajak semua pihak berkomitmen untuk mewujudkan bebas anak mengalami gangguan pertumbuhan atau stunting di wilayahnya.

"Kami meminta komitmen semua pihak untuk terlibat dalam menekan stunting di Boyolali, untuk mewujudkan kabupaten ini, bebas stunting," kata Bupati Boyolali M Said Hidayat, di sela acara "Rembug Stunting, Bersama Kita Cegah Stunting di Kabupaten Boyolali", di Boyolali, Selasa.

Bupati mengatakan, stunting merupakan kondisi di mana anak mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan tubuhnya lebih pendek dibanding seusianya.

Masalah tersebut, kata M Said, dapat disebabkan berbagai faktor, seperti asupan gizi yang buruk, berkali-kali terserang penyakit infeksi, bayi lahir prematur, dan berat badan lahir rendah (BBLR).

Selain itu, M Said juga membacakan Komitmen Bersama Menuju Boyolali Bebas Stunting untuk mewujudkan sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing dan ditandatangani seluruh pihak yang terlibat.

Baca juga: Pemkab Banyumas luncurkan Jatingmas untuk tanggulangi tengkes

Adapun isi komitmen bersama tersebut, kata M Said, yaitu mengawal pelaksanaan delapan aksi konvergensi percepatan penurunan stunting setiap tahun, mengupayakan peningkatan kualitas layanan intervensi spesifik dan sensitif pada sasaran keluarga 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dan sasaran prioritas penurunan stunting lainnya.

Selain itu, kata M Said, juga mengawal alokasi anggaran di APBD, dana desa atau kelurahan, serta memanfaatkan sumber dana lainnya untuk percepatan pencegahan penanganan stunting dan yang terakhir berupaya menurunkan angka stunting sebesar tiga persen setiap tahunnya.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali, Ratri S. Survivalina mengatakan stunting merupakan masalah jangka panjang yang menyangkut masa depan bangsa. Jika hal ini tidak diintervensi sejak awal oleh semua pihak, akan menimbulkan penurunan kualitas generasi penerus bangsa.

Menurut Ratri terdapat dua intervensi yang dilaksanakan, yaitu intervensi spesifik wilayahnya di jajaran kesehatan dan intervensi sensitif wilayahnya lintas sektor.

"Untuk intervensi spesifik itu, daya ungkitnya hanya 30 persen. Jadi seberapapun baik program kami, daya ungkitnya hanya 30 persen. Sedangkan kalau yang intervensi secara sensitif, daya ungkitnya 70 persen," kata Ratri. 

Baca juga: Program pencegahan kekerdilan harus tetap jadi prioritas
Baca juga: Kudus targetkan 2023 bisa bebas kasus "stunting"

Pewarta : Bambang Dwi Marwoto
Editor : Sumarwoto
Copyright © ANTARA 2024