Pati (ANTARA) - Anggota DPR RI Marwan Jafar mendorong semua pihak untuk meningkatkan sikap toleransi di bidang ekonomi demi memajukan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di tengah pandemi COVID-19 yang berdampak di berbagai sendi kehidupan masyarakat.
"Sikap toleransi di bidang ekonomi bisa diwujudkan bagi mereka yang menguasai potensi ekonomi untuk bertoleransi terhadap pelaku usaha kecil sebagai cerminan dari rasa kebersamaan dan gotong royong sesama anak bangsa," ujarnya ketika menjadi pembicara dalam seminar Prakonfercab PMII Kabupaten Pati dengan tema "Meningkatkan Nilai-Nilai Toleransi Berbangsa dan Bernegara sebagai Upaya Mempertahankan Persatuan" secara daring, Sabtu.
Ketika ada sikap bergotong royong dan saling membantu di bidang ekonomi, menurut dia, tidak terjadi kesenjangan ekonomi yang terlalu besar dan jurang gini rasio tidak semakin melebar.
Menyangkut warga masyarakat secara luas, kata dia, saat ini memang belum tercapai toleransi secara ekonomi, mengingat hanya dikuasai segelintir orang.
Bahkan, dari sekian jumlah penduduk di Tanah Air hanya 10 persennya, bahkan mungkin satu persennya yang menguasai perekonomian secara nasional.
"Hal itu, tentunya tidak adil. Akan tetapi, itulah realitas yang harus dihadapi sekarang, tantangan kita hari ini berupaya agar UMKM bisa tumbuh dan berkembang dengan baik," ujarnya.
Baca juga: LIPI latih pengemasan produk bagi UMKM Banyumas-Cilacap
Apalagi, dengan kondisi pandemi seperti sekarang, banyak terjadi pengangguran dengan tren yang makin naik, sejumlah industri juga kolaps, sehingga yang menjadi harapan hanya UMKM.
Namun, UMKM juga tidak berjalan dengan baik dan kalah bersaing dengan produk asing.
"Kondisi yang sulit seperti sekarang ini memang dialami warga di semua level, terutama menengah ke bawah sebagai bagian yang belum tersentuh dalam konteks toleransi di bidang ekonomi. Sedangkan, toleransi di bidang politik, agama, dan budaya kami anggap sudah selesai," ujar Anggota Komisi VI DPR dari FPKB ini.
Sebelumnya, memang sudah ada program dana desa yang saat ini sudah sampai ke desa-desa meskipun kondisi di lapangan belum maksimal.
Dalam konteks membangun infrastruktur dan lain-lainnya, belum sampai membuat desa menjadi produktif, meskipun ada pengembangan usaha melalui BUMDes sehingga sedikit membantu pelaku UMKM setempat.
"Di tengah resesi inilah kenyataannya ekonomi makin sulit. Maka, harus terus digelorakan bahasa yang paling mudah, yakni gotong royong di bidang ekonomi," ujarnya.
Ia juga menyarankan pengurus PMII Kabupaten Pati untuk melakukan aksi nyata dalam meningkatkan toleransi di bidang ekonomi dengan turut mengelola zakat, wakaf, dan sedekah sebagai bentuk riil dari toleransi ekonomi. Nantinya, bisa digunakan untuk mendukung pelaku usaha kecil
Pada bulan puasa nanti, PMII Pati juga didorong untuk membantu masyarakat lewat pembagian takjil di jalan raya dengan sasaran warga tidak mampu, sebagai bagian dari bentuk toleransi ekonomi yang lebih konkret.
Baca juga: Kembangkan produk UMKM, Pemkot Surakarta gandeng toko modern
Politikus PKB tersebut juga mendorong pemerintah untuk membantu membuka akses seluas-luasnya bagi pelaku UMKM mendapatkan pinjaman permodalan dari perbankan dengan bunga yang bisa dijangkau kalangan menengah bawah dengan syarat yang tidak berbelit-belit.
Dengan kemudahan akses tersebut, dia berharap UMKM, petani, maupun nelayan bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.
"Setiap rapat dengan bank pemerintah, kami selalu menyampaikan kemudahan akses perbankan. Jawaban mereka memang kelihatan cukup enak didengar siap membuka akses perbankan seluas-luasnya dengan kemudahan persyaratan. Tetapi, kenyataannya tidak berjalan sesuai yang diharapkan," ujarnya.
Ia menganggap UMKM di daerah-daerah yang selama ini berjalan dengan baik cenderung berdiri sendiri. Baru setelah masa pandemi COVID-19 semua orang membicarakannya.
"Pertanyaannya, sejauh mana UMKM bisa berkembang dengan baik dan bisa dirasakan masyarakat dan pemerintah juga melakukan afirmasi terhadap UMKM itu. Termasuk bagaimana UMKM bisa bersaing dengan produk luar negeri," ujarnya.
Pemerintah perlu mengambil kebijakan proteksi terhadap UMKM dan ekonomi di tingkat menengah bawah karena banyak produk luar negeri harganya justru jauh lebih murah, dibandingkan produk dalam negeri.
"Sikap toleransi di bidang ekonomi bisa diwujudkan bagi mereka yang menguasai potensi ekonomi untuk bertoleransi terhadap pelaku usaha kecil sebagai cerminan dari rasa kebersamaan dan gotong royong sesama anak bangsa," ujarnya ketika menjadi pembicara dalam seminar Prakonfercab PMII Kabupaten Pati dengan tema "Meningkatkan Nilai-Nilai Toleransi Berbangsa dan Bernegara sebagai Upaya Mempertahankan Persatuan" secara daring, Sabtu.
Ketika ada sikap bergotong royong dan saling membantu di bidang ekonomi, menurut dia, tidak terjadi kesenjangan ekonomi yang terlalu besar dan jurang gini rasio tidak semakin melebar.
Menyangkut warga masyarakat secara luas, kata dia, saat ini memang belum tercapai toleransi secara ekonomi, mengingat hanya dikuasai segelintir orang.
Bahkan, dari sekian jumlah penduduk di Tanah Air hanya 10 persennya, bahkan mungkin satu persennya yang menguasai perekonomian secara nasional.
"Hal itu, tentunya tidak adil. Akan tetapi, itulah realitas yang harus dihadapi sekarang, tantangan kita hari ini berupaya agar UMKM bisa tumbuh dan berkembang dengan baik," ujarnya.
Baca juga: LIPI latih pengemasan produk bagi UMKM Banyumas-Cilacap
Apalagi, dengan kondisi pandemi seperti sekarang, banyak terjadi pengangguran dengan tren yang makin naik, sejumlah industri juga kolaps, sehingga yang menjadi harapan hanya UMKM.
Namun, UMKM juga tidak berjalan dengan baik dan kalah bersaing dengan produk asing.
"Kondisi yang sulit seperti sekarang ini memang dialami warga di semua level, terutama menengah ke bawah sebagai bagian yang belum tersentuh dalam konteks toleransi di bidang ekonomi. Sedangkan, toleransi di bidang politik, agama, dan budaya kami anggap sudah selesai," ujar Anggota Komisi VI DPR dari FPKB ini.
Sebelumnya, memang sudah ada program dana desa yang saat ini sudah sampai ke desa-desa meskipun kondisi di lapangan belum maksimal.
Dalam konteks membangun infrastruktur dan lain-lainnya, belum sampai membuat desa menjadi produktif, meskipun ada pengembangan usaha melalui BUMDes sehingga sedikit membantu pelaku UMKM setempat.
"Di tengah resesi inilah kenyataannya ekonomi makin sulit. Maka, harus terus digelorakan bahasa yang paling mudah, yakni gotong royong di bidang ekonomi," ujarnya.
Ia juga menyarankan pengurus PMII Kabupaten Pati untuk melakukan aksi nyata dalam meningkatkan toleransi di bidang ekonomi dengan turut mengelola zakat, wakaf, dan sedekah sebagai bentuk riil dari toleransi ekonomi. Nantinya, bisa digunakan untuk mendukung pelaku usaha kecil
Pada bulan puasa nanti, PMII Pati juga didorong untuk membantu masyarakat lewat pembagian takjil di jalan raya dengan sasaran warga tidak mampu, sebagai bagian dari bentuk toleransi ekonomi yang lebih konkret.
Baca juga: Kembangkan produk UMKM, Pemkot Surakarta gandeng toko modern
Politikus PKB tersebut juga mendorong pemerintah untuk membantu membuka akses seluas-luasnya bagi pelaku UMKM mendapatkan pinjaman permodalan dari perbankan dengan bunga yang bisa dijangkau kalangan menengah bawah dengan syarat yang tidak berbelit-belit.
Dengan kemudahan akses tersebut, dia berharap UMKM, petani, maupun nelayan bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.
"Setiap rapat dengan bank pemerintah, kami selalu menyampaikan kemudahan akses perbankan. Jawaban mereka memang kelihatan cukup enak didengar siap membuka akses perbankan seluas-luasnya dengan kemudahan persyaratan. Tetapi, kenyataannya tidak berjalan sesuai yang diharapkan," ujarnya.
Ia menganggap UMKM di daerah-daerah yang selama ini berjalan dengan baik cenderung berdiri sendiri. Baru setelah masa pandemi COVID-19 semua orang membicarakannya.
"Pertanyaannya, sejauh mana UMKM bisa berkembang dengan baik dan bisa dirasakan masyarakat dan pemerintah juga melakukan afirmasi terhadap UMKM itu. Termasuk bagaimana UMKM bisa bersaing dengan produk luar negeri," ujarnya.
Pemerintah perlu mengambil kebijakan proteksi terhadap UMKM dan ekonomi di tingkat menengah bawah karena banyak produk luar negeri harganya justru jauh lebih murah, dibandingkan produk dalam negeri.