Purwokerto (ANTARA) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama dengan Komisi VII DPR RI memberikan pelatihan mengenai pengemasan produk bagi 50 pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dari berbagai wilayah di Kabupaten Banyumas dan Cilacap, Jawa Tengah.

Kegiatan bertajuk "Bakti Inovasi LIPI, Strategi Pemulihan Ekonomi dari Dampak Pandemi" yang digelar di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Sabtu, dibuka oleh Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto serta menghadirkan narasumber peneliti LIPI Dr Asep Nurhikmat MP dan Ir Agus Susanto dari Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BTBA) Yogyakarta.

Saat ditemui wartawan, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan pihaknya bersama LIPI menggelar pelatihan pengemasan produk-produk UMKM.

"Mohon maaf, memang skala kecil, tapi justru itu UMKM saya kira semuanya kita tahu merupakan penyangga ekonomi kita, terlebih di saat krisis. Kita uji dalam pendekatan makro ekonomi maupun berbagai parameter bahwa UMKM-lah menjadi benteng dari segala benteng ekonomi dengan sebagaimana kultur kita di Indonesia," katanya.

Terkait dengan hal itu, dia mengatakan sebagai anggota DPR RI wakil dari Banyumas dan Cilacap, pihaknya terus mengupayakan bagaimana agar UMKM tidak sekadar hidup, tetapi meningkat dan berkembang baik menyangkut skala produknya maupun kualitas.

Dengan demikian, kata dia, UMKM tidak saja menjadi tumpuan untuk bertahan hidup tetapi justru dengan UMKM itu masyarakat menjadi berkembang secara ekonomi, meningkatkan kapasitas ekonomi, dan seterusnya.

"Kita sadar, salah satu kelemahan UMKM adalah baik dalam proses produksi maupun pengemasan karena berbagai hal, karena ilmu pengetahuannya kurang, karena permodalannya kurang, itu biasanya di situ," katanya didampingi Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI Prof Ocky Karna Radjasa.

Oleh karena itu, kata dia, pihaknya bersama LIPI yang merupakan mitra kerja Komisi VII DPR RI menyelenggarakan kegiatan pelatihan bagi para pelaku UMKM tersebut.

Ia mengaku senang karena produk-produk yang ditampilkan para pelaku UMKM peserta pelatihan tergolong bagus.

"Sampai kita tahu, sebagaimana kita ketahui produk-produk UMKM kadang-kadang yang menjadi kritik utamanya bagi masyarakat yang mempunyai daya beli ekonomi tinggi, kelas menengah, adalah kualitas dari sisi higienis, kesehatan," katanya.

Dalam hal ini, Sugeng mencontohkan produk tersebut terlalu berminyak. Terkait dengan hal itu, pihaknya sepakat adanya sebuah alat yang bisa mengurangi kadar minyak.

Dengan pendekatan-pendekatan pengemasan yang baik, kata dia, produk-produk lokal bisa bertahan lama seperti produk-produk ternama.

"Misalnya, dengan sistem pengalengan, juga dengan sistem pengemasan yang lain. Dengan demikian, kita harapkan produk-produk UMKM siap dipasarkan dalam level nasional dan internasional," katanya.

Sementara itu, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI Prof Ocky Karna Radjasa mengatakan salah satu program riset nasional di LIPI adalah pengolahan makanan yang dikelola oleh Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BTBA) di Gunungkidul, Yogyakarta.

Selain itu, kata dia, BTBA juga mempunyai Pusat Unggulan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang fokus pada makanan tradisional.

"Kita tahu banyak sekali makanan tradisional terutama di Banyumas yang dikelola oleh UMKM. Jadi tahap pertama, kami akan melakukan riset kira-kira produk mana yang bisa diangkat jadi produk unggulan karena kita berpikir, misalnya konsep produk satu kota satu produk. Kalau itu bisa ditemukan maka kita akan dorong termasuk mendapatkan izin edar dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)," katanya.

Ia mengatakan izin edar tersebut akan mempermudah pelaku UMKM untuk meningkatkan produknya.

Yang kedua, kata dia, LIPI melalukan kajian teknologi pengemasan karena tidak semua produk dapat dikemas dengan cara yang sama, misalnya ada yang menggunakan kaleng maupun kemasan lain.

"Nah, kaitanya dengan zonasi produk, kita sama-sama tahu, misalnya dengan 17.508 pulau di Indonesia, maka Jawa saja, dengan Bali, dengan Sumatra, makanan kesehariannya berbeda. Orang Padang makan rendang, orang Banyumas mungkin lebih banyak makan mendoan katakanlah, orang Jogja makan gudeg, maka itu bisa dijadikan dasar zonasi untuk pengolahan produk," katanya menjelaskan.

Terkait dengan kajian LIPI mengenai rekomendasi zonasi produk, dia mengatakan hal itu sudah dimanfaatkan oleh Kementerian Agama, misalnya ketika ada rombongan umrah yang terdiri atas orang Jogja, produk olahan yang disajikan adalah gudeg.

"Jangan sampai orang Padang dikasih gudeg dan sebagainya. Itu poin kesatu, poin yang kedua adalah terkait dengan pascabencana. Setelah terjadi bencana, pemerintah biasanya akan mengirim produk dalam bentuk kalengan yang maaf kurang memperhatikan zonasi juga," katanya menegaskan.

Ocky mengatakan ketika terjadi gempa di Jogja, alangkah baiknya bantuan makanan yang diberikan berbentuk makanan kemasan kaleng yang berkaitan dengan masyarakat setempat, misalnya gudeg dalam kemasan kaleng, bukan rendang dan sebagainya.

Dia juga menyinggung makanan yang diberikan untuk penanganan stunting atau tengkes seperti ikan sebaiknya diolah dalam bentuk lain agar menarik, misalnya bakso ikan nila yang dikemas dengan baik.

"Itu akan sumber nutrisi bagi anak-anak yang mendapatkan kurang mendapatkan asupan yang cukup," katanya.

Ia mengatakan sejak terjadinya pandemi, LIPI telah membina kurang lebih 100-150 pelaku UMKM dan hingga saat ini telah ada sekitar 50 produk terpilih yang telah mendapatkan izin edar dari BPOM. 

Baca juga: Pabrik pengemasan beras ikut stabilkan harga gabah di Blora

Baca juga: Pembudidaya tanaman hias dilatih pengemasan produk

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024