Magelang (ANTARA) - Para seniman petani Komunitas Lima Gunung berkolaborasi dengan para santri pentas seni pada acara Muludan Tegalrejo di kompleks Pondok Pesantren Syubbanul Waton Secang, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat.
Dalam pentas seni tersebut, Komunitas Lima Gunung, yakni dari Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, Andong, dan Perbukitan Menoreh, menampilkan pertunjukan bertajuk "Prihatin, Berdoa, Bergembira", sedangkan para santri melantunkan shalawatan dengan diiringi musik gamelan.
Hadir dalam kegiatan tersebut Pengasuh Asrama Perguruan Islam (API) Pondok Pesantren Tegalrejo yang juga Ketua Yayasan Syubbanul Wathon KH. Muhammad Yusuf Chudlori dan sejumlah tokoh Lima Gunung, antara lain Sutanto Mendut, Ismanto, Begawan Prabu, Handoko, Nabila, dan Supadi.
Baca juga: Bagi Komunitas Lima Gunung, pandemi bukan halangan berkarya
Yusuf Chudlori mengatakan kegiatan ini untuk memperingati Maulid Nabi dan juga Hari Santri Nasional 2020.
"Esensi peringatan Maulid Nabi itu bentuk syukur atas dilahirkannya rahmat, penyayang umat seluruh alam dan umat Muhammad itu beraneka ragam, maka bentuk rasa syukur itu sesuai dengan ekspresi masing-masing, maka kami memberikan ruang untuk kebersamaan antara para santri dan Komunitas Lima Gunung," katanya.
Ia menuturkan pesantren memperingati Maulid Nabi dengan cara shalawatan, teman-teman Lima Gunung juga punya cara memperingati Maulid Nabi dan semua ketemu dalam konsep rahmatan lilalamin.
"Sekaligus hal ini menjadi doa keprihatinan tetapi tidak meninggalkan kegembiraan karena kebahagiaan ini obat tersendiri, menambah imun dan menambah kekuatan bangsa Indonesia dalam menghadapi pandemi COVID-19 selain berdoa, kita tidak lupa untuk selalu berbahagia," katanya.
Ia menyampaikan kegiatan ini dilakukan di pondok pesantren sehingga bisa menjadi pelajaran untuk untuk para santri, kerena peringatan Hari Santri ini sekaligus menjadi momentum tanggung jawab bagi pesantren di seluruh Indonesia agar santri-santri ini siap menghadapi situasi apa pun.
Para santri juga menjadi solusi bagi bangsa Indonesia sebagaimana dulu momentum 22 Oktober ketika Indonesia menghadapi kebuntuan-kebuntuan melawan penjajah Belanda maka Kiai Hasyim Ashari memberikan solusi yakni resolusi jihad.
"Solusi sumbangan terbesar dari pesantren untuk mempertahankan kemerdekan, maka harapan kita saat ini pesantren pun juga bisa menjadi solusi, terutama dalam masalah pendidikan," katanya.
Ia mengatakan saat ini terjadi stagnasi pendidikan bahkan dikhawatirkan akan terjadi "lost generation".
Di saat stagnasi pendidikan nasional, katanya pesantren alhamdulillah tetap jalan dengan protokol kesehatan yang ketat ditambah tawakal rasa berserah kepada Allah yang kuat pesantren tetap buka di tengah-tengah pandemi.
"Hal ini patut kita syukuri bersama, bentuk ciri watak pesantren itu adalah mandiri, tidak tergantung kepada siapa pun. Ini menjadi tanggung jawab moral pesantren kepada masyarakat, dalam situasi seberat apa pun pesantren hari ini masih tetap eksis dan buka dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan. Saya berharap pesantren menjado solusi di tengah-tengah kamandekan pendidikan nasional ini," katanya.
Ketua Komunitas Lima Gunung Supadi mengatakan muludan ini acara rutin Gus Yusuf dari pesantren API Tegalrejo yang dilaksanakan di Girirejo Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang.
Ia menyampaikan Komunitas Lima Gunung memberikan sumbang pementasan untuk acara muludan dan sedikit festival dengan tema "Pesan Desa Gunung untuk Ibu Kota".
Menurut dia desa dan gunung dalam menghadapi suatu hal masih secara alami.
"Dalam setiap agenda acara apa pun kami selalu berdoa semoga wabah COVID-19 yang melanda dunia saat ini segera dihapus dari muka bumi. Semua kembali seperti semula cara aktivitasnya, bekerjanya dengan pekerjaan masing-masing bisa seperti sedia kala," katanya.
Baca juga: Festival Lima Gunung diusung ke Universitas Mulawarman
Baca juga: Seniman menampilkan performa "Lumbung Donga" dalam Festival Lima Gunung
Dalam pentas seni tersebut, Komunitas Lima Gunung, yakni dari Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, Andong, dan Perbukitan Menoreh, menampilkan pertunjukan bertajuk "Prihatin, Berdoa, Bergembira", sedangkan para santri melantunkan shalawatan dengan diiringi musik gamelan.
Hadir dalam kegiatan tersebut Pengasuh Asrama Perguruan Islam (API) Pondok Pesantren Tegalrejo yang juga Ketua Yayasan Syubbanul Wathon KH. Muhammad Yusuf Chudlori dan sejumlah tokoh Lima Gunung, antara lain Sutanto Mendut, Ismanto, Begawan Prabu, Handoko, Nabila, dan Supadi.
Baca juga: Bagi Komunitas Lima Gunung, pandemi bukan halangan berkarya
Yusuf Chudlori mengatakan kegiatan ini untuk memperingati Maulid Nabi dan juga Hari Santri Nasional 2020.
"Esensi peringatan Maulid Nabi itu bentuk syukur atas dilahirkannya rahmat, penyayang umat seluruh alam dan umat Muhammad itu beraneka ragam, maka bentuk rasa syukur itu sesuai dengan ekspresi masing-masing, maka kami memberikan ruang untuk kebersamaan antara para santri dan Komunitas Lima Gunung," katanya.
Ia menuturkan pesantren memperingati Maulid Nabi dengan cara shalawatan, teman-teman Lima Gunung juga punya cara memperingati Maulid Nabi dan semua ketemu dalam konsep rahmatan lilalamin.
"Sekaligus hal ini menjadi doa keprihatinan tetapi tidak meninggalkan kegembiraan karena kebahagiaan ini obat tersendiri, menambah imun dan menambah kekuatan bangsa Indonesia dalam menghadapi pandemi COVID-19 selain berdoa, kita tidak lupa untuk selalu berbahagia," katanya.
Ia menyampaikan kegiatan ini dilakukan di pondok pesantren sehingga bisa menjadi pelajaran untuk untuk para santri, kerena peringatan Hari Santri ini sekaligus menjadi momentum tanggung jawab bagi pesantren di seluruh Indonesia agar santri-santri ini siap menghadapi situasi apa pun.
Para santri juga menjadi solusi bagi bangsa Indonesia sebagaimana dulu momentum 22 Oktober ketika Indonesia menghadapi kebuntuan-kebuntuan melawan penjajah Belanda maka Kiai Hasyim Ashari memberikan solusi yakni resolusi jihad.
"Solusi sumbangan terbesar dari pesantren untuk mempertahankan kemerdekan, maka harapan kita saat ini pesantren pun juga bisa menjadi solusi, terutama dalam masalah pendidikan," katanya.
Ia mengatakan saat ini terjadi stagnasi pendidikan bahkan dikhawatirkan akan terjadi "lost generation".
Di saat stagnasi pendidikan nasional, katanya pesantren alhamdulillah tetap jalan dengan protokol kesehatan yang ketat ditambah tawakal rasa berserah kepada Allah yang kuat pesantren tetap buka di tengah-tengah pandemi.
"Hal ini patut kita syukuri bersama, bentuk ciri watak pesantren itu adalah mandiri, tidak tergantung kepada siapa pun. Ini menjadi tanggung jawab moral pesantren kepada masyarakat, dalam situasi seberat apa pun pesantren hari ini masih tetap eksis dan buka dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan. Saya berharap pesantren menjado solusi di tengah-tengah kamandekan pendidikan nasional ini," katanya.
Ketua Komunitas Lima Gunung Supadi mengatakan muludan ini acara rutin Gus Yusuf dari pesantren API Tegalrejo yang dilaksanakan di Girirejo Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang.
Ia menyampaikan Komunitas Lima Gunung memberikan sumbang pementasan untuk acara muludan dan sedikit festival dengan tema "Pesan Desa Gunung untuk Ibu Kota".
Menurut dia desa dan gunung dalam menghadapi suatu hal masih secara alami.
"Dalam setiap agenda acara apa pun kami selalu berdoa semoga wabah COVID-19 yang melanda dunia saat ini segera dihapus dari muka bumi. Semua kembali seperti semula cara aktivitasnya, bekerjanya dengan pekerjaan masing-masing bisa seperti sedia kala," katanya.
Baca juga: Festival Lima Gunung diusung ke Universitas Mulawarman
Baca juga: Seniman menampilkan performa "Lumbung Donga" dalam Festival Lima Gunung