Semarang (ANTARA) - Anggota DPRD Jawa Tengah Riyono meminta Pemerintah Provinsi Jawa Tengah fokus membenahi sektor pertanian, UMKM, serta perikanan dan kelautan yang di masa pandemi pandemi COVID-19 tetap menunjukkan pertumbuhan positif.

"Pak Ganjar Pranowo (Gubernur Jateng) jangan salah pilih fokus dan bidang untuk mengungkit pertumbuhan ekonomi. Bisa (tumbuh) pada level 0 persen saja sudah bagus. Pariwisata dan hotel memang mulai bergerak, tetapi sampai pertengahan Agustus 2020, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) masih melaporkan bahwa stimulus sektor perhotelan tidak banyak pengaruhnya," kata Riyono dalam keterangan tertulis yang diterima di Semarang, Selasa. 

Politikus PKS tersebut menyatakan awal Agustus 2020 pihaknya sudah mengusulkan ke Gubernur agar fokus kepada sektor pertanian, UMKM, kelautan perikanan yang berkontribusi positif 2,15 persen di tengah pandemi. Di sisi lain, pertumbuhan industri transportasi dan akomodasi serta industri makanan dan minuman tercatat kontraksi (minus) 29,22 persen dan minus 22 persen.

Baca juga: Legislator minta Pemprov Jateng evaluasi penanganan COVID-19

Oleh karena itu, menurut dia, Gubernur Jateng fokus saja pada sektor riil, percepatan kinerja birokrasi dalam program Jaringan Pengaman Ekonomi dan Sosial agar dana Rp1 triliun lebih bisa terserap 60 persen pada September 2020. 

Menurut dia, Pemprov Jateng juga perlu memperkuat sektor perikanan dan pertanian, subsidi untuk petani dan nelayan, UMKM yang keberadaannya menyerap hampir 90 persen tenaga kerja di Jateng.

Ia menjelaskan pasca-penandatanganan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran (KUPA) 2020 antara DPRD Jateng dan eksekutif, tergambar jelas prediksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III ditarget mampu tumbuh positif antara 2,5-3 persen. 

"Target ini cukup berat di tengah kondisi ekonomi yang terkontraksi negatif 5,4 persen," katanya. 

"Dalam rapat Banggar DPRD Jateng, Fraksi PKS sudah mengingatkan bahwa target pertumbuhan ekonomi 2,5 persen itu sangat berat. Faktor penguat pertumbuhan ekonomi Jateng yang bertumpu pada konsumsi rumah tangga belum bergerak positif sampai akhir Agustus," katanya.

Disebutkan, Agustus 2020 BPS merilis konsumsi masyarakat anjlok hingga minus 6,51 persen karena daya beli masyarakat melorot. Jika dibedah, pada kuartal II lalu, daya beli masyarakat anjlok sebesar 50 persen akibat pandemi COVID-19.

Hasil Survei Konsumen (SK) BI berupa Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) pada triwulan II 2020, tercatat berada pada di level pesimistis, sebesar 68,60, jauh lebih rendah dari triwulan I sebesar 122,27. Artinya masyarakat belum yakin bahwa ekonomi akan membaik dalam waktu 2-3 bulan ke depan. 

Menurut Riyono, faktor percepatan pemulihan ekonomi bertumpu kepada kecepatan birokrasi dalam merealisasikan APBD yang pada Agustus baru terserap sekitar 40-50 persen. 

"Segerakan pencairan anggaran Jaring Pengaman Ekonomi dan Sosial agar rakyat bisa bernapas di tengah bayang-bayang resesi yang sudah di depan mata," katanya. ***

Baca juga: ANNI desak pemerintah-DPR bebaskan nelayan yang diculik
 

Pewarta : Zaenal
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024