Semarang (ANTARA) - Anggota Komisi D DPRD Jateng Siti Roika mengatakan banyak siswa dari kalangan keluarga miskin yang tidak mendapatkan beasiswa dari pemerintah karena tak masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
"Beasiswa kita itu terkendala dengan aturan pusat ya. Jadi, kita ada alokasi yang cukup besar untuk beasiswa, dari SD, SMP, SMA, bahkan kuliah ya. Tapi, syaratnya harus ada di DTKS," katanya di Semarang, Selasa.
Hal tersebut disampaikannya di sela-sela Diskusi Penyelenggaraan Pendidikan di Kota Semarang yang digelar oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kota Semarang.
Menurut dia, DTKS atau yang sekarang diganti dengan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) memang belum mencakup secara riil masyarakat miskin, termasuk di Kota Semarang.
"Memang belum bisa merata karena masih banyak yang belum masuk DTKS. Padahal, secara riil di lapangan mereka benar-benar miskin, tapi tidak bisa mengasuh beasiswa itu," kata Ika, sapaan akrabnya.
Karena itu, kata dia, pihaknya akan memperjuangkan untuk mendata kembali penerima beasiswa siswa miskin agar lebih merata melalui revisi Peraturan Daerah Penyelenggaraan Pendidikan di Kota Semarang.
"Akhir September nanti kami mengadakan pansus (panitia khusus) membahas raperda (Penyelenggaraan Pendidikan, red.). Kami sudah menerima banyak masukan soal pendidikan," katanya.
Diskusi tersebut, kata dia, salah satunya memang bertujuan untuk menjaring masukan dari para pakar dan pemerhati pendidikan di Kota Semarang untuk penyusunan raperda.
Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Semarang Agus Riyanto Slamet mengatakan bahwa diskusi itu memang digelar untuk menjaring masukan dari berbagai pakar, pemerhati, dan praktisi pendidikan.
Apalagi, Fraksi PKS juga tengah mendorong revisi Perda Penyelenggaraan Pendidikan di Kota Semarang melalui pembentukan pansus untuk segera membahas berbagai persoalan yang belum tercover.
Pada kesempatan itu, muncul pula mengenai wacana pengembalian enam hari sekolah dari saat ini lima hari, hingga pembebasan pajak untuk lahan milik yayasan yang dikelola untuk pendidikan.
"Kalau yayasan untuk sekolah bisa mengajukan keringanan (pembayaran, red.). Bahkan, ada juga yang dapat keringanan sampai 90 persen. Ya, mengajukan saja," kata anggota DPRD Kota Semarang, Joko Widodo.
Berdasarkan perundangan, kata dia, tanah tersertifikat wakaf yang digunakan untuk sosial, termasuk ibadah dan bukan untuk kepentingan profit tidak dikenakan PBB.
"Namun, sebagian sekolah yang (menempati, red.) tanah wakaf belum disertifikat wakaf. Jadi, masih HGB (hak guna bangunan) atau HM (hak milik)," katanya.
Baca juga: Pemprov Jateng fasilitasi 72.460 siswa miskin

