Solo (ANTARA) - Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia berharap suplai berlebihan bibit ayam tidak lagi terjadi pada tahun 2020 seiring dengan langkah antisipasi yang dilakukan oleh pemerintah.
"Harapannya pemerintah sudah bisa belajar dari tahun ini, di mana fenomena over suplai berdampak pada anjloknya harga jual ayam hidup di tingkat peternak," kata Ketua Pinsar Indonesia Jawa Tengah Parjuni di Solo, Selasa.
Ia mengatakan akibat terpuruknya harga ayam hidup tersebut, pada tahun ini tidak sedikit peternak ayam ras mandiri mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah.
Baca juga: Peternak merugi akibat anjloknya harga ayam
Melihat fluktuasi harga ayam akhir-akhir ini, dikatakannya, pada bulan Oktober hingga awal November harga ayam ras hidup sempat mencapai harga Rp19.000/kg atau sekitar Rp1.000 di atas harga pokok produksi (HPP). Beberapa hari setelahnya harga ayam jatuh hingga Rp16.000/kg.
Meski demikian, pascaaksi damai yang dilakukan para peternak di Jakarta pada Rabu (27/11), harga ayam sudah berangsur naik menjadi Rp17.500/kg.
Sebelumnya, pihaknya telah mengusulkan dilakukannya pemangkasan jumlah bibit hingga 15 juta ekor/pekan kepada pemerintah.
"Harapannya pada tahun 2020 bisa disetujui untuk menjaga kapasitas produksi ayam secara nasional," katanya.
Baca juga: Disperindag Jateng fasilitasi peternak ayam kurangi stok
Menurut dia, fluktuasi harga ayam ini harus ditangani dengan cepat mengingat waktu produksi yang tidak lama, yaitu 35 hari panen.
"Ketika ada persoalan tidak segera ditangani maka akan makin menumpuk dan makin rusak," katanya.
Mengenai kondisi tahun 2020, pihaknya memperkirakan jumlah bibit yang beredar akan meningkat.
"Kalau tahun ini produksi ayam sekitar 68 juta-70 juta/pekan. Itu pun kami minta pemangkasan terus karena kekuatan pasar hanya sekitar 57 juta-58 juta ekor/pekan secara nasional," katanya.
Untuk tahun depan, diperkirakan potensi produksi ayam pada setiap pekannya bisa mencapai 75 juta-80 juta ekor.
Baca juga: Untuk beli air, peternak Gunung Kidul mulai jual hewan ternak
"Harapannya pemerintah sudah bisa belajar dari tahun ini, di mana fenomena over suplai berdampak pada anjloknya harga jual ayam hidup di tingkat peternak," kata Ketua Pinsar Indonesia Jawa Tengah Parjuni di Solo, Selasa.
Ia mengatakan akibat terpuruknya harga ayam hidup tersebut, pada tahun ini tidak sedikit peternak ayam ras mandiri mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah.
Baca juga: Peternak merugi akibat anjloknya harga ayam
Melihat fluktuasi harga ayam akhir-akhir ini, dikatakannya, pada bulan Oktober hingga awal November harga ayam ras hidup sempat mencapai harga Rp19.000/kg atau sekitar Rp1.000 di atas harga pokok produksi (HPP). Beberapa hari setelahnya harga ayam jatuh hingga Rp16.000/kg.
Meski demikian, pascaaksi damai yang dilakukan para peternak di Jakarta pada Rabu (27/11), harga ayam sudah berangsur naik menjadi Rp17.500/kg.
Sebelumnya, pihaknya telah mengusulkan dilakukannya pemangkasan jumlah bibit hingga 15 juta ekor/pekan kepada pemerintah.
"Harapannya pada tahun 2020 bisa disetujui untuk menjaga kapasitas produksi ayam secara nasional," katanya.
Baca juga: Disperindag Jateng fasilitasi peternak ayam kurangi stok
Menurut dia, fluktuasi harga ayam ini harus ditangani dengan cepat mengingat waktu produksi yang tidak lama, yaitu 35 hari panen.
"Ketika ada persoalan tidak segera ditangani maka akan makin menumpuk dan makin rusak," katanya.
Mengenai kondisi tahun 2020, pihaknya memperkirakan jumlah bibit yang beredar akan meningkat.
"Kalau tahun ini produksi ayam sekitar 68 juta-70 juta/pekan. Itu pun kami minta pemangkasan terus karena kekuatan pasar hanya sekitar 57 juta-58 juta ekor/pekan secara nasional," katanya.
Untuk tahun depan, diperkirakan potensi produksi ayam pada setiap pekannya bisa mencapai 75 juta-80 juta ekor.
Baca juga: Untuk beli air, peternak Gunung Kidul mulai jual hewan ternak