Magelang (ANTARA) - Alat musik, gambus bambu yang pernah digunakan dalang wayang suket Slamet Gundono (1966 hingga2014) dikoleksi Museum Lima Gunung Kabupaten Magelang, Jawa Tengah karena kedekatan sang seniman dengan Komunitas Lima Gunung.
Penyerahan gambus dilakukan oleh Dwi Priyo Sumarto, pemain musik yang pernah berkesenian dengan almarhum, kepada pemimpin tertinggi seniman petani Komunitas Lima Gunung yang juga budayawan Magelang Sutanto Mendut dalam rangkaian pementasan Festival Lima Gunung XVIII/2019 (5 hingga 7 Juli), di Magelang, Minggu.
Di tengah pementasan musik-tari kelompoknya, Kemlaka Sound of Archipelago dan Pesona Nusantara Surakarta, di panggung Festival Lima Gunung 2019 di kawasan Gunung Merapi di Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang itu, Priyo menyerahkan gabus tersebut kepada Sutanto.
Museum Lima Gunung terletak di Kompleks Studio Mendut di dekat Candi Mendut, Kelurahan Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang.
"Mas Slamet punya kedekatan khusus dengan Lima Gunung, beberapa kali juga pentas di Festival Lima Gunung," ucapnya.
Ia mengemukakan sejak dua hingga tahun terakhir, gambus bambu yang diperoleh Slamet Gundono dari perajin bambu Indo Suwondo itu, menjadi koleksinya dan sering dimainkannya ketika waktu senggang di rumahnya di Solo.
Baca juga: 16 seniman performa gerak "Mbuka Lumbung Gunung" di Sungai Senowo
Setelah Slamet berpulang, ucapnya gambus itu di rumah isteri sang dalang di Solo, dan bahkan sudah beredar kabar di internet untuk dijual.
"Tahu informasi itu, saya 'parani' (mendatangi), saya bilang ke isterinya Mas Slamet untuk gambus itu saya 'openi' (rawat) karena ada nilai sejarahnya. Kemudian saya berpikir untuk menjadi koleksi museum yang tepat. Kawan-kawan seniman Solo juga memikirkan demikian, dan kemudian kami menemukan untuk dikoleksi Museum Lima Gunung " jelas Priyo yang juga pengajar di Sekolah Menengah Kesenian Indonesia (SMKI) Surakarta itu.
Ia menyebut Slamet kegirangan ketika mendapatkan gambus itu dan memainkan untuk pertama kali karena sesuai dengan postur badannya yang tambun dan bunyi musik yang dihasilkan alat musik petik itu dinilai pas.
Sutanto Mendut menyatakan secara pribadi dan bersama komunitas yang dibangunnya selama sekitar 20 tahun terakhir, selalu mengingat Slamet Gundono.
"Slamet Gundono saat awal-awal Festival Lima Gunung ikut terlibat. Kami berhubungan dekat. Kami terharu dan bangga, Museum Lima Gunung menyimpan koleksinya," katanya.
Baca juga: Festival Lima Gunung 2019 digarap milenial desa
Penyerahan gambus dilakukan oleh Dwi Priyo Sumarto, pemain musik yang pernah berkesenian dengan almarhum, kepada pemimpin tertinggi seniman petani Komunitas Lima Gunung yang juga budayawan Magelang Sutanto Mendut dalam rangkaian pementasan Festival Lima Gunung XVIII/2019 (5 hingga 7 Juli), di Magelang, Minggu.
Di tengah pementasan musik-tari kelompoknya, Kemlaka Sound of Archipelago dan Pesona Nusantara Surakarta, di panggung Festival Lima Gunung 2019 di kawasan Gunung Merapi di Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang itu, Priyo menyerahkan gabus tersebut kepada Sutanto.
Museum Lima Gunung terletak di Kompleks Studio Mendut di dekat Candi Mendut, Kelurahan Mendut, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang.
"Mas Slamet punya kedekatan khusus dengan Lima Gunung, beberapa kali juga pentas di Festival Lima Gunung," ucapnya.
Ia mengemukakan sejak dua hingga tahun terakhir, gambus bambu yang diperoleh Slamet Gundono dari perajin bambu Indo Suwondo itu, menjadi koleksinya dan sering dimainkannya ketika waktu senggang di rumahnya di Solo.
Baca juga: 16 seniman performa gerak "Mbuka Lumbung Gunung" di Sungai Senowo
Setelah Slamet berpulang, ucapnya gambus itu di rumah isteri sang dalang di Solo, dan bahkan sudah beredar kabar di internet untuk dijual.
"Tahu informasi itu, saya 'parani' (mendatangi), saya bilang ke isterinya Mas Slamet untuk gambus itu saya 'openi' (rawat) karena ada nilai sejarahnya. Kemudian saya berpikir untuk menjadi koleksi museum yang tepat. Kawan-kawan seniman Solo juga memikirkan demikian, dan kemudian kami menemukan untuk dikoleksi Museum Lima Gunung " jelas Priyo yang juga pengajar di Sekolah Menengah Kesenian Indonesia (SMKI) Surakarta itu.
Ia menyebut Slamet kegirangan ketika mendapatkan gambus itu dan memainkan untuk pertama kali karena sesuai dengan postur badannya yang tambun dan bunyi musik yang dihasilkan alat musik petik itu dinilai pas.
Sutanto Mendut menyatakan secara pribadi dan bersama komunitas yang dibangunnya selama sekitar 20 tahun terakhir, selalu mengingat Slamet Gundono.
"Slamet Gundono saat awal-awal Festival Lima Gunung ikut terlibat. Kami berhubungan dekat. Kami terharu dan bangga, Museum Lima Gunung menyimpan koleksinya," katanya.
Baca juga: Festival Lima Gunung 2019 digarap milenial desa