Purwokerto (ANTARA) - Berbagai kasus pertanahan yang marak terjadi beberapa tahun silam salah satunya tidak lepas dari status hukum tanah yang disengketakan karena tidak adanya bukti kepemilikan yang sah berupa sertifikat hak atas tanah.
Saat itu, banyak hal yang menjadikan alasan bagi masyarakat untuk tidak mengurus pembuatan sertifikat tanah, antara lain proses pengurusannya lama dan biayanya mahal
Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada tahun 2017 telah meluncurkan Program Prioritas Nasional berupa Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) untuk menanggulangi lambannya pembuatan sertifikat tanah.
PTSL merupakan proses pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi semua objek pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia dalam suatu wilayah desa/kelurahan atau yang setingkat dengan itu.
Berdasarkan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 12 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, PTSL ditujukan untuk mewujudkan pemberian kepastian hukum dan perlindungan hukum hak atas tanah masyarakat berlandaskan asas sederhana, cepat, lancar, aman, adil, merata, dan terbuka serta akuntabel, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dan ekonomi negara, serta mengurangi dan mencegah sengketa dan konflik pertanahan.
Data Kementerian ATR/BPN menyebutkan bahwa pada tahun 2017 telah dilakukan pengukuran tanah masyarakat sebanyak 5,2 juta bidang atau melebihi jumlah yang ditargetkan sebanyak 5 juta bidang.
Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo menargetkan sebanyak 79 juta bidang tanah di berbagai wilayah Indonesia terdaftar paling lambat hingga tahun 2025.
Kegiatan PTSL pun terus dilaksanakan di berbagai daerah guna mencapai target tersebut, salah satunya Desa Kutaliman, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, Jawa Tengah, yang telah mendapatkan program tersebut sejak tahun 2017.
"Saat itu, kami mendapatkan limpahan dari desa-desa yang tidak bisa menyerap, sehingga kami mendapat alokasi sebanyak 500 bidang tanah untuk dikerjakan dalam waktu lebih kurang 30 hari. Alhamdulilah dalam bulan puasa 2017, kami bisa menyelesaikan 500 bidang, bahkan kami punya cadangan sekitar 300 bidang yang kami persiapkan, sehingga kami minta lagi ke Kantor ATR/BPN Kabupaten Banyumas," kata Kepala Desa Kutaliman Periode 2013-2019 Agus Listia Hartanto.
Ia yang kembali mencalonkan diri sebagai kades periode 2019-2024 mengatakan Kantor ATR/BPN Kabupaten Banyumas pun mengakomodasi keinginan tersebut sehingga pada tahun 2017 di Desa Kutaliman punya sekitar 900 bidang tanah yang telah bersertifikat.
Oleh karena animo masyarakat cukup tinggi, Desa Kutaliman pada tahun 2018 kembali mendapatkan alokasi program PTSL sekitar 1.500 bidang.
Hingga akhir 2018 terdapat sekitar 2.400 bidang tanah yang disertifikatkan melalui program PTSL dari total luas tanah di Desa Kutaliman yang mencapai kisaran 3.200 bidang dan seluruhnya sudah diukur sehingga setiap bidangnya telah mempunyai nomor induk bidang (NIB).
"Sebelum adanya program PTSL, di desa kami ada sekitar 100 bidang tanah yang telah disertifikatkan secara mandiri. Jadi secara keseluruhan hingga akhir tahun 2018 terdapat sekitar 2.500 bidang yang bersertifikat," katanya.
Dalam melaksanakan program PTSL yang pengukurannya dilakukan oleh petugas dari Kantor ATR/BPN Kabupaten Banyumas, warga Desa Kutaliman membentuk sebuah paguyuban yang terdiri atas warga pemohon sertifikat, sedangkan pemerintah desa memfasilitasi data Letter C dan legalisasi syarat-syarat permohonan.
Warga yang tergabung dalam paguyuban berembuk mengenai kemungkinan adanya biaya lain-lain yang dibebankan kepada pemohon seperti materai, fotokopi, dan sebagainya meskipun program PTSL tersebut gratis.
Bahkan, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Dana Nagara Raksa, Desa, Kutaliman turut dilibatkan sebagai pihak yang menyediakan kebutuhan materai, fotokopi, dan sebagainya termasuk membuat patok-patok batas tanah.
Agus mengakui program PTSL sangat bermanfaat bagi masyarakat karena merasa yakin kepemilikan tanah mereka benar-benar diakui secara hukum yang diwujudkan dalam bentuk sertifikat hak atas tanah. Sertifikasi tanah juga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya alih fungsi lahan.
"Dulu sebelum tanahnya disertifikasi, warga bisa dengan mudah menjual sebagian tanahnya. Dengan demikian dikhawatirkan dapat memicu terjadinya alih fungsi lahan," katanya.
Kendati sertifikat tanah tersebut dapat dijadikan sebagai agunan, dia mengatakan pihaknya berusaha meminimalisasi penggunaan sertifikat tanah sebagai agunan di perbankan khususnya untuk kredit konsumtif.
"Bagi yang punya usaha, silakan saja mengagunkan sertifikat tanahnya untuk cari modal guna mengembangkan usahanya. Tapi bagi yang baru memulai usaha, sebaiknya jangan," katanya.
Oleh karena itu jika dilihat dari nilai pengajuan kredit yang diajukan warga Desa Kutaliman mengalami peningkatan yang cukup besar namun dari jumlah orang yang mengajukan tidak ada peningkatan signifikan.
Dalam hal ini, warga yang meminta surat keterangan dari pemerintah desa untuk mengajukan pinjaman, mayoritas merupakan orang yang sudah biasa utang bank sebelum adanya sertifikasi tanah.
Salah seorang warga Desa Kutaliman RT 02 RW 06, Narso (38) mengaku senang dengan adanya program PTSL pada masa pemerintahan Presiden Jokowi sehingga bisa memiliki sertifikat tanah.
"Kami merasa senang karena hak milik atas tanah sudah resmi yang dibuktikam dengan adanya sertifikat. Selain itu, apabila kami punya keinginan untuk pinjam uang di bank, akan sangat mudah dengan adanya sertifikat," katanya.
Meskipun belum pernah mengajukan utang ke bank dengan agunan sertifikat tanah, dia mengatakan berdasarkan informasi, besaran utang yang diperoleh dengan agunan sertifikat bisa mencapai puluhan juta rupiah hingga Rp200 juta.
Saat pengajuan utang masih menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), besaran yang diterima maksimal Rp5 juta.
"Bisa juga sampai puluhan juta rupiah, pihak bank yang mengurus pembuatan sertifikat tanahnya, nanti utang yang kita ajukan tinggal dipotong biaya pembuatan sertifikat. Tapi itu prosesnya lama, kadang utangnya sudah selesai, sertifikatnya belum jadi," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, program PTSL sangat membantu dan memudahkan masyarakat dalam membuat sertifikat tanah.
Warga Desa Kutaliman RT 03 RW 01, Isnaeni Barokah (30) mengaku mendaftarkan dua bidang tanahnya, salah satunya yang ada rumahnya dan satu bidang lainnya berupa kebun.
"Kalau yang ada rumahnya sudah jadi, kalau satunya karena berseberangan jalan, sertifikatnya belum jadi," katanya.
Menurut dia, sertifikat tanah sangat membantu dalam mengembangkan usaha warungnya karena sebelumnya mengandalkan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) untuk mencari pinjaman.
Ia mengharapkan sertifikat tanah kebun yang berlokasi di seberang jalan dapat segera selesai sehingga memiliki kepastian hukum.
Dia juga mengharapkan program PTSL terus berkelanjutan terutama bagi warga yang tanahnya belum bersertifikat.
"Kebanyakan warga enggan membuat sertifikat tanah secara mandiri karena prosesnya lama dan biayanya mahal. Dengan adanya PTSL, prosesnya cepat dan gratis," katanya.
Dalam kesempatan terpisah, Koordinator PTSL Kantor ATR/BPN Kabupaten Banyumas Muhammad Effendi mengatakan program PTSL tahun 2019 di Banyumas ditargetkan mencapai 73.000 bidang tanah dengan target sertifikasi 59.000 petak bidang.
"Program ini dilaksanakan di 49 desa/kelurahan yang tersebar di 13 kecamatan, antara lain Kedungbanteng, Sumbang, Baturraden, Purwokerto Utara, Kembaran, Kebasen, Patikraja, Kalibagor, Karanglewas, Jatilawang, dan Purwojati," katanya.
Ia mengatakan prinsip PTSL adalah mengukur seluruh bidang tanah di satu desa yang selanjutnya didata dan diinventarisasi. Kendati demikian, tidak semua bidang tanah disertifikasi, sehingga untuk tanah yang belum disertifikasi, hanya mendapat nomor induk bidang.
Sementara itu, Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Purwokerto Sumarlan mengatakan program sertifikasi tanah masyarakat sangat bagus karena ada kepastian kepemilikan.
"Sertifikat tanah juga bisa digunakan untuk agunan kredit modal pengembangan usaha," katanya.
Ia mengatakan berdasarkan pantauan, permohonan kredit perbankan di wilayah kerja OJK Purwokerto dalam beberapa waktu terakhir mengalami peningkatan.
Akan tetapi pihaknya tidak bisa memastikan apakah peningkatan tersebut terjadi karena banyaknya pemohon yang mengajukan pinjaman dengan agunan sertifikat tanah.
Pakar hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Hibnu Nugroho mengatakan sertifikasi tanah merupakan program Presiden Jokowi karena di Indonesia banyak terdapat tanah yang belum bersertifikat.
"Makanya menjadi proyek negara untuk menyertifikatkan tanah-tanah itu biar ke depan tidak terjadi sengketa masalah tanah, untuk meminimalisasi konflik ke depan karena masalah tanah itu sensitif dan tanah tidak bisa ditambah lagi," katanya.
Kini warga yang tanahnya telah bersertifikat tinggal menggunakan sertifikatnya secara bijak, sedangkan bagi yang belum mendapatkan program PTSL harus bersabar menunggu giliran dengan tetap berhati-hati menjaga tanahnya agar tidak menjadi sengketa.
Saat itu, banyak hal yang menjadikan alasan bagi masyarakat untuk tidak mengurus pembuatan sertifikat tanah, antara lain proses pengurusannya lama dan biayanya mahal
Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada tahun 2017 telah meluncurkan Program Prioritas Nasional berupa Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) untuk menanggulangi lambannya pembuatan sertifikat tanah.
PTSL merupakan proses pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi semua objek pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia dalam suatu wilayah desa/kelurahan atau yang setingkat dengan itu.
Berdasarkan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 12 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, PTSL ditujukan untuk mewujudkan pemberian kepastian hukum dan perlindungan hukum hak atas tanah masyarakat berlandaskan asas sederhana, cepat, lancar, aman, adil, merata, dan terbuka serta akuntabel, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dan ekonomi negara, serta mengurangi dan mencegah sengketa dan konflik pertanahan.
Data Kementerian ATR/BPN menyebutkan bahwa pada tahun 2017 telah dilakukan pengukuran tanah masyarakat sebanyak 5,2 juta bidang atau melebihi jumlah yang ditargetkan sebanyak 5 juta bidang.
Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo menargetkan sebanyak 79 juta bidang tanah di berbagai wilayah Indonesia terdaftar paling lambat hingga tahun 2025.
Kegiatan PTSL pun terus dilaksanakan di berbagai daerah guna mencapai target tersebut, salah satunya Desa Kutaliman, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, Jawa Tengah, yang telah mendapatkan program tersebut sejak tahun 2017.
"Saat itu, kami mendapatkan limpahan dari desa-desa yang tidak bisa menyerap, sehingga kami mendapat alokasi sebanyak 500 bidang tanah untuk dikerjakan dalam waktu lebih kurang 30 hari. Alhamdulilah dalam bulan puasa 2017, kami bisa menyelesaikan 500 bidang, bahkan kami punya cadangan sekitar 300 bidang yang kami persiapkan, sehingga kami minta lagi ke Kantor ATR/BPN Kabupaten Banyumas," kata Kepala Desa Kutaliman Periode 2013-2019 Agus Listia Hartanto.
Ia yang kembali mencalonkan diri sebagai kades periode 2019-2024 mengatakan Kantor ATR/BPN Kabupaten Banyumas pun mengakomodasi keinginan tersebut sehingga pada tahun 2017 di Desa Kutaliman punya sekitar 900 bidang tanah yang telah bersertifikat.
Oleh karena animo masyarakat cukup tinggi, Desa Kutaliman pada tahun 2018 kembali mendapatkan alokasi program PTSL sekitar 1.500 bidang.
Hingga akhir 2018 terdapat sekitar 2.400 bidang tanah yang disertifikatkan melalui program PTSL dari total luas tanah di Desa Kutaliman yang mencapai kisaran 3.200 bidang dan seluruhnya sudah diukur sehingga setiap bidangnya telah mempunyai nomor induk bidang (NIB).
"Sebelum adanya program PTSL, di desa kami ada sekitar 100 bidang tanah yang telah disertifikatkan secara mandiri. Jadi secara keseluruhan hingga akhir tahun 2018 terdapat sekitar 2.500 bidang yang bersertifikat," katanya.
Dalam melaksanakan program PTSL yang pengukurannya dilakukan oleh petugas dari Kantor ATR/BPN Kabupaten Banyumas, warga Desa Kutaliman membentuk sebuah paguyuban yang terdiri atas warga pemohon sertifikat, sedangkan pemerintah desa memfasilitasi data Letter C dan legalisasi syarat-syarat permohonan.
Warga yang tergabung dalam paguyuban berembuk mengenai kemungkinan adanya biaya lain-lain yang dibebankan kepada pemohon seperti materai, fotokopi, dan sebagainya meskipun program PTSL tersebut gratis.
Bahkan, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Dana Nagara Raksa, Desa, Kutaliman turut dilibatkan sebagai pihak yang menyediakan kebutuhan materai, fotokopi, dan sebagainya termasuk membuat patok-patok batas tanah.
Agus mengakui program PTSL sangat bermanfaat bagi masyarakat karena merasa yakin kepemilikan tanah mereka benar-benar diakui secara hukum yang diwujudkan dalam bentuk sertifikat hak atas tanah. Sertifikasi tanah juga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya alih fungsi lahan.
"Dulu sebelum tanahnya disertifikasi, warga bisa dengan mudah menjual sebagian tanahnya. Dengan demikian dikhawatirkan dapat memicu terjadinya alih fungsi lahan," katanya.
Kendati sertifikat tanah tersebut dapat dijadikan sebagai agunan, dia mengatakan pihaknya berusaha meminimalisasi penggunaan sertifikat tanah sebagai agunan di perbankan khususnya untuk kredit konsumtif.
"Bagi yang punya usaha, silakan saja mengagunkan sertifikat tanahnya untuk cari modal guna mengembangkan usahanya. Tapi bagi yang baru memulai usaha, sebaiknya jangan," katanya.
Oleh karena itu jika dilihat dari nilai pengajuan kredit yang diajukan warga Desa Kutaliman mengalami peningkatan yang cukup besar namun dari jumlah orang yang mengajukan tidak ada peningkatan signifikan.
Dalam hal ini, warga yang meminta surat keterangan dari pemerintah desa untuk mengajukan pinjaman, mayoritas merupakan orang yang sudah biasa utang bank sebelum adanya sertifikasi tanah.
Salah seorang warga Desa Kutaliman RT 02 RW 06, Narso (38) mengaku senang dengan adanya program PTSL pada masa pemerintahan Presiden Jokowi sehingga bisa memiliki sertifikat tanah.
"Kami merasa senang karena hak milik atas tanah sudah resmi yang dibuktikam dengan adanya sertifikat. Selain itu, apabila kami punya keinginan untuk pinjam uang di bank, akan sangat mudah dengan adanya sertifikat," katanya.
Meskipun belum pernah mengajukan utang ke bank dengan agunan sertifikat tanah, dia mengatakan berdasarkan informasi, besaran utang yang diperoleh dengan agunan sertifikat bisa mencapai puluhan juta rupiah hingga Rp200 juta.
Saat pengajuan utang masih menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), besaran yang diterima maksimal Rp5 juta.
"Bisa juga sampai puluhan juta rupiah, pihak bank yang mengurus pembuatan sertifikat tanahnya, nanti utang yang kita ajukan tinggal dipotong biaya pembuatan sertifikat. Tapi itu prosesnya lama, kadang utangnya sudah selesai, sertifikatnya belum jadi," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, program PTSL sangat membantu dan memudahkan masyarakat dalam membuat sertifikat tanah.
Warga Desa Kutaliman RT 03 RW 01, Isnaeni Barokah (30) mengaku mendaftarkan dua bidang tanahnya, salah satunya yang ada rumahnya dan satu bidang lainnya berupa kebun.
"Kalau yang ada rumahnya sudah jadi, kalau satunya karena berseberangan jalan, sertifikatnya belum jadi," katanya.
Menurut dia, sertifikat tanah sangat membantu dalam mengembangkan usaha warungnya karena sebelumnya mengandalkan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) untuk mencari pinjaman.
Ia mengharapkan sertifikat tanah kebun yang berlokasi di seberang jalan dapat segera selesai sehingga memiliki kepastian hukum.
Dia juga mengharapkan program PTSL terus berkelanjutan terutama bagi warga yang tanahnya belum bersertifikat.
"Kebanyakan warga enggan membuat sertifikat tanah secara mandiri karena prosesnya lama dan biayanya mahal. Dengan adanya PTSL, prosesnya cepat dan gratis," katanya.
Dalam kesempatan terpisah, Koordinator PTSL Kantor ATR/BPN Kabupaten Banyumas Muhammad Effendi mengatakan program PTSL tahun 2019 di Banyumas ditargetkan mencapai 73.000 bidang tanah dengan target sertifikasi 59.000 petak bidang.
"Program ini dilaksanakan di 49 desa/kelurahan yang tersebar di 13 kecamatan, antara lain Kedungbanteng, Sumbang, Baturraden, Purwokerto Utara, Kembaran, Kebasen, Patikraja, Kalibagor, Karanglewas, Jatilawang, dan Purwojati," katanya.
Ia mengatakan prinsip PTSL adalah mengukur seluruh bidang tanah di satu desa yang selanjutnya didata dan diinventarisasi. Kendati demikian, tidak semua bidang tanah disertifikasi, sehingga untuk tanah yang belum disertifikasi, hanya mendapat nomor induk bidang.
Sementara itu, Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Purwokerto Sumarlan mengatakan program sertifikasi tanah masyarakat sangat bagus karena ada kepastian kepemilikan.
"Sertifikat tanah juga bisa digunakan untuk agunan kredit modal pengembangan usaha," katanya.
Ia mengatakan berdasarkan pantauan, permohonan kredit perbankan di wilayah kerja OJK Purwokerto dalam beberapa waktu terakhir mengalami peningkatan.
Akan tetapi pihaknya tidak bisa memastikan apakah peningkatan tersebut terjadi karena banyaknya pemohon yang mengajukan pinjaman dengan agunan sertifikat tanah.
Pakar hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Hibnu Nugroho mengatakan sertifikasi tanah merupakan program Presiden Jokowi karena di Indonesia banyak terdapat tanah yang belum bersertifikat.
"Makanya menjadi proyek negara untuk menyertifikatkan tanah-tanah itu biar ke depan tidak terjadi sengketa masalah tanah, untuk meminimalisasi konflik ke depan karena masalah tanah itu sensitif dan tanah tidak bisa ditambah lagi," katanya.
Kini warga yang tanahnya telah bersertifikat tinggal menggunakan sertifikatnya secara bijak, sedangkan bagi yang belum mendapatkan program PTSL harus bersabar menunggu giliran dengan tetap berhati-hati menjaga tanahnya agar tidak menjadi sengketa.