Solo (ANTARA) - Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Petelur Nasional (PPN) berupaya meningkatkan kerja sama untuk menyambut era industri 4.0.
"Era industri 4.0 bukan hanya terbatas di produk tertentu seperti elektronik tetapi juga menyasar di telur dan daging," kata Ketua Presidium PPN Yudianto Yosgiarso di Solo, Selasa.
Ia mengatakan jika tidak segera berbenah maka setiap sektor usaha termasuk peternak akan terlindas oleh arus teknologi yang makin deras. Terkait hal itu, pihaknya akan membahasnya pada pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) yang diselenggarakan di Solo pada tanggal 24-25 April 2019.
"Melalui Munas, yang lebih ingin kami tonjolkan adalah kami ingin membuka kerja sama atau jaringan dengan pemodal besar. Kalau kami tidak merangkul semua pihak baik itu akademis maupun dunia peternakan dan pelaku bisnis besar, maka kami akan 'habis'," katanya.
Ia juga mengatakan program lain PPN ke depan adalah menjembatani keinginan peternak ayam ras petelur (layer) dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
"Pada dasarnya kami ingin mengembangkan industri peternakan untuk melindungi peternak rakyat karena kami juga mengayomi peternak yang hanya memiliki ratusan ternak. Kalau tidak diayomi, bagaimana pemerintah bisa memahami kesulitan kami (peternak, red)," katanya.
Ia mengatakan salah satu kesulitan peternak yang perlu memperoleh perhatian khusus dari pemerintah adalah mengenai pakan ternak, yaitu jagung.
"Masalah jagung saja sudah bertolak belakang antara apa yang diinginkan oleh peternak dan apa yang sudah menjadi kebijakan pemerintah. Di satu sisi pemerintah ingin mengangkat penghasilan petani jagung tetapi di sisi lain peternak jadi kesulitan dapat harga pakan terjangkau," katanya.
Selain itu, langkah pemerintah yang sempat menghentikan impor jagung ternyata juga berdampak kurang baik bagi peternakan. Menurut dia, langkah yang pernah dilakukan di kisaran tahun 2016 berdampak pada kenaikan harga jagung hingga tembus di harga Rp6.000/kg.
"Harapannya ke depan ini juga menjadi perhatian pemerintah. Meski demikian, kami juga mengapresiasi langkah pemerintah yang menunjuk Perum Bulog kaitannya dengan penyaluran komoditas jagung bagi para peternak. Saat ini harga jagung tertinggi Rp4.300/kg," katanya.
Sebagaimana diketahui, dikatakannya, kebutuhan peternak layer mandiri akan komoditas jagung secara nasional sekitar 250 juta ton/bulan.
"Kalau perbandingannya, untuk bisa menghasilkan 1 kg telur dibutuhkan pakan dengan berat 3,65 kg. Jadi bisa dibayangkan kalau harga pakan naik, tentu peternak kesulitan memperoleh untung," katanya.
"Era industri 4.0 bukan hanya terbatas di produk tertentu seperti elektronik tetapi juga menyasar di telur dan daging," kata Ketua Presidium PPN Yudianto Yosgiarso di Solo, Selasa.
Ia mengatakan jika tidak segera berbenah maka setiap sektor usaha termasuk peternak akan terlindas oleh arus teknologi yang makin deras. Terkait hal itu, pihaknya akan membahasnya pada pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) yang diselenggarakan di Solo pada tanggal 24-25 April 2019.
"Melalui Munas, yang lebih ingin kami tonjolkan adalah kami ingin membuka kerja sama atau jaringan dengan pemodal besar. Kalau kami tidak merangkul semua pihak baik itu akademis maupun dunia peternakan dan pelaku bisnis besar, maka kami akan 'habis'," katanya.
Ia juga mengatakan program lain PPN ke depan adalah menjembatani keinginan peternak ayam ras petelur (layer) dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
"Pada dasarnya kami ingin mengembangkan industri peternakan untuk melindungi peternak rakyat karena kami juga mengayomi peternak yang hanya memiliki ratusan ternak. Kalau tidak diayomi, bagaimana pemerintah bisa memahami kesulitan kami (peternak, red)," katanya.
Ia mengatakan salah satu kesulitan peternak yang perlu memperoleh perhatian khusus dari pemerintah adalah mengenai pakan ternak, yaitu jagung.
"Masalah jagung saja sudah bertolak belakang antara apa yang diinginkan oleh peternak dan apa yang sudah menjadi kebijakan pemerintah. Di satu sisi pemerintah ingin mengangkat penghasilan petani jagung tetapi di sisi lain peternak jadi kesulitan dapat harga pakan terjangkau," katanya.
Selain itu, langkah pemerintah yang sempat menghentikan impor jagung ternyata juga berdampak kurang baik bagi peternakan. Menurut dia, langkah yang pernah dilakukan di kisaran tahun 2016 berdampak pada kenaikan harga jagung hingga tembus di harga Rp6.000/kg.
"Harapannya ke depan ini juga menjadi perhatian pemerintah. Meski demikian, kami juga mengapresiasi langkah pemerintah yang menunjuk Perum Bulog kaitannya dengan penyaluran komoditas jagung bagi para peternak. Saat ini harga jagung tertinggi Rp4.300/kg," katanya.
Sebagaimana diketahui, dikatakannya, kebutuhan peternak layer mandiri akan komoditas jagung secara nasional sekitar 250 juta ton/bulan.
"Kalau perbandingannya, untuk bisa menghasilkan 1 kg telur dibutuhkan pakan dengan berat 3,65 kg. Jadi bisa dibayangkan kalau harga pakan naik, tentu peternak kesulitan memperoleh untung," katanya.