Solo (Antaranews Jateng) - Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) Soloraya, Jawa Tengah, menyatakan perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dengan Tiongkok mulai berdampak positif bagi pertumbuhan sektor industri mebel dalam negeri.
"Ada peningkatan nilai ekspor hingga 20 persen di tahun 2018 jika dibandingkan tahun 2017," kata Ketua Himki Soloraya Adi Dharma S di Solo, Rabu.
Ia mengatakan jika sebelumnya banyak konsumen di AS yang mengambil produk dari Tiongkok, pascaperang dagang tersebut banyak yang akhirnya melakukan pembelian dari Indonesia.
Menurut dia, secara nasional nilai ekspor di sepanjang tahun 2018 sebesar 1,7 miliar dolar AS. Meski meningkat, dikatakannya, angka tersebut masih jauh dari yang ditargetkan oleh pemerintah sebesar 5 miliar dolar AS.
"Akan tetapi, target 5 miliar dolar AS ini hingga 2-3 tahun ke depan. Oleh karena itu, kita butuh mempersiapkan diri," katanya.
Ia mengatakan saat ini yang menjadi pesaing terberat Indonesia sebagai produsen produk mebel yaitu Vietnam. Bahkan, dikatakannya, industri mebel Vietnam jauh lebih siap dibandingkan Indonesia.
"Produk negara kita didominasi furnitur, itu kelebihan negara kita. Selain itu, kita tidak hanya mengembangkan kayu solid tetapi juga kayu lapis. Ini harus dioptimalkan," katanya.
Sementara itu, meski berupaya meningkatkan kinerja ekspor, pihaknya tetap memperhatikan kebutuhan dalam negeri untuk mengantisipasi banjirnya produk asing.
"Jangan sampai dalam negeri kita keteter. Jangan sampai kita fokus ekspor tetapi di sisi lain impor membanjiri dalam negeri," katanya.
Ia menilai pasar dalam negeri memiliki potensi yang cukup besar baik itu bagi industri di dalam negeri maupun luar negeri. Oleh karena itu, jika tidak diantisipasi sejak awal maka produk lokal akan kalah di negeri sendiri.
"Saat ini nilai ekspor dan impor mebel hampir setara, ini harus menjadi perhatian bersama," katanya.
"Ada peningkatan nilai ekspor hingga 20 persen di tahun 2018 jika dibandingkan tahun 2017," kata Ketua Himki Soloraya Adi Dharma S di Solo, Rabu.
Ia mengatakan jika sebelumnya banyak konsumen di AS yang mengambil produk dari Tiongkok, pascaperang dagang tersebut banyak yang akhirnya melakukan pembelian dari Indonesia.
Menurut dia, secara nasional nilai ekspor di sepanjang tahun 2018 sebesar 1,7 miliar dolar AS. Meski meningkat, dikatakannya, angka tersebut masih jauh dari yang ditargetkan oleh pemerintah sebesar 5 miliar dolar AS.
"Akan tetapi, target 5 miliar dolar AS ini hingga 2-3 tahun ke depan. Oleh karena itu, kita butuh mempersiapkan diri," katanya.
Ia mengatakan saat ini yang menjadi pesaing terberat Indonesia sebagai produsen produk mebel yaitu Vietnam. Bahkan, dikatakannya, industri mebel Vietnam jauh lebih siap dibandingkan Indonesia.
"Produk negara kita didominasi furnitur, itu kelebihan negara kita. Selain itu, kita tidak hanya mengembangkan kayu solid tetapi juga kayu lapis. Ini harus dioptimalkan," katanya.
Sementara itu, meski berupaya meningkatkan kinerja ekspor, pihaknya tetap memperhatikan kebutuhan dalam negeri untuk mengantisipasi banjirnya produk asing.
"Jangan sampai dalam negeri kita keteter. Jangan sampai kita fokus ekspor tetapi di sisi lain impor membanjiri dalam negeri," katanya.
Ia menilai pasar dalam negeri memiliki potensi yang cukup besar baik itu bagi industri di dalam negeri maupun luar negeri. Oleh karena itu, jika tidak diantisipasi sejak awal maka produk lokal akan kalah di negeri sendiri.
"Saat ini nilai ekspor dan impor mebel hampir setara, ini harus menjadi perhatian bersama," katanya.