Pati (Antaranews Jateng) - Sejumlah petani garam di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, mulai memproduksi garam menyusul cuacanya yang cukup mendukung, meskipun harga jual garam di pasaran tergolong rendah.  
     
Yamo, salah seorang petani garam asal Desa Ngraci, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati, Senin, mengakui sudah mempersiapkan tambak garamnya sejak awal bulan Juli 2018 untuk proses produksi membuat garam.
   
"Mumpung cuacanya panas dan tidak ada hujan. Jika cuaca seperti ini stabil hingga beberapa bulan tentunya menguntungkan petani karena hasil produksinya tentu melimpah," ujarnya.
   
Luas lahan yang hendak digunakan untuk membuat garam, katanya, tersedia 12 kotak lahan dengan ukuran setiap kotak lahan 16x13 meter.
     
Yamo mengaku membuat garam dengan cara tradisional menggunakan media tanah karena belum mampu membeli geomembran, setidaknya harus menyiapkan dana sekitar Rp2,6 juta.
   
Hanya saja, kata dia, harga jual garam saat ini belum menjanjikan karena hanya laku Rp1.000 per kilogram, sedangkan sebelumnya bisa mencapai Rp4.000/kg.
   
Dengan harga saat ini, kata dia, keuntungan yang diperoleh tidak banyak, namun masih disyukuri karena harga jual periode sebelumnya hanya berkisar Rp250 hingga Rp400 per kilogramnya.
     
Karena tidak menggunakan geomembran, kata dia, proses produksinya membutuhkan panas matahari sehingga sangat bergantung pada cuaca saat ini.
   
 "Selama ini, di wilayah Pati memang belum pernah turun hujan sehingga cocok untuk memulai produksi garam," ujarnya.
     
Berbeda ketika menggunakan geomembran, kata dia, dalam waktu empat hari saja, airnya mulai mengkristal sehingga dalam waktu tidak lama lagi sudah bisa dipanen.
   
Hartono, petani garam lainnya membenarkan menggunakan geomembran memang lebih cepat proses pengkristalannya sehingga dalam waktu 10 hari sudah bisa panen garam.
   
Karena dirinya mulai mempersiapkan tambak garamnya sejak Mei 2018, kata dia, pada bulan Juni 2018 sudah bisa panen, termasuk pekan ini juga demikian.
     
"Hanya saja, harga jualnya tergolong rendah karena hanya Rp1.000/kg sehingga keuntungan petani sangat kecil," ujarnya.
     
Meskipun demikian, dia berharap, ketika musim panen garam seperti sekarang, pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan impor garam.
   
 "Jika sampai ada impor garam, dipastikan harga garam lokal akan jatuh dan petani juga dirugikan karena tengkulak tentunya akan menawar garam petani jauh lebih rendah," ujarnya.
     
Terkait bantuan geomembran, katanya, di wilayah Kecamatan Batangan dianggap belum merata, karena dirinya bersama petani garam lainnya masih banyak yang belum merasakan bantuan geomembran tersebut.
     
Lahan garam miliknya yang ada geomembrannya, kata dia, hasil investasi pribadi karena hasilnya jauh lebih berkualitas dan harga jualnya juga lebih tinggi, dibandingkan garam yang dibuat dengan media tanah.  
     
Petani garam lainnya, Duyadi dari Soko Agung, Kecamatan Batangan, mengakui pembuatan garam menggunakan media plastik atau geomembran memang banyak keuntungan, termasuk proses penyiapan tambak garamnya juga lebih cepat, dibandingkan cara konvensional.

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Nur Istibsaroh
Copyright © ANTARA 2024