Mereka yang laki-laki berkain sarung dan berpeci, sedangkan para perempuan mengenakan kerudung, duduk mengelilingi makam Syekh Abdul Faqih di puncak gunung itu.
Sebagian lainnya duduk di atas tikar yang digelar di luar cungkup, sambil terus takzim dalam doa di tempat tujuan perjalanan ziarah mereka.
Tidak ada di antara warga setempat yang mengetahui secara persis tentang sosok yang disemayamkan di tempat itu. Suwar (55), seorang warga yang ikut dalam ziarah itu, menyebut dalam bahasa Jawa tentang Syekh Abdul Faqih sebagai, "Ingkang mengku Gunung Andong" (yang menjaga Gunung Andong).
"Mungkin sezaman dengan para sunan (maksudnya para wali penyebar agama Islam di Jawa zaman dahulu, red.)," katanya.
Makam Syekh Abdul Faqih terbuat dari semen dan berkeramik, dikelilingi kain mori warna putih. Cungkup makam sedang dalam perbaikan. Para warga meletakkan air putih dalam sejumlah botol di samping nisan itu, sebelum mendaraskan tahlil
Matahari masih menyengat meskipun Jumat (7/8) itu sudah menjelang azar berkumandang dari berbagai masjid dan mushala di kawasan gunung setinggi 1.726 meter dari permukaan air laut.
"'Amin ya Allah, amin ya Allah, amin ya Allah'," begitu terdengar tembang islami itu mengiring tahlil yang dibacakan dengan khusyuk oleh kaum dusun setempat, Ahmad Thohir.
Semua warga menengadahkan kedua tangan saat berdoa dan bertahlil dalam ziarah mereka ke puncak Gunung Andong, seminggu sebelum dusunnya menjadi salah satu lokasi Festival Lima Gunung XIV, 14-17 Agustus 2015.
Ratusan perempuan turut melantunkan tembang islami itu. Air matanya menetes selagi doa tahlil mereka berkumandang. Tetesan air mata pertanda syahdu tersebut, bagaikan menepis sengatan sinar matahari.
Sejak beberapa tahun terakhir, Gunung Andong bertipe perisai tersebut ramai aktivitas pendakian, terutama saat hari libur. Mereka yang datang ke tempat itu berasal dari berbagai kota dan bahkan wisatawan mancanegara. Bahkan mereka yang menuju puncaknya untuk berziarah, ada yang datang dari luar Pulau Jawa.
Kawasan puncak Gunung Andong meliputi beberapa bukit yang oleh warga dikenal sebagai Puncak Krembu, Puncak Tanggulasi, Puncak Watu Gubuk, dan jalan setapak penghubung antarbukit tersebut. Makam Syekh Abdul Faqih berada di salah satu bukit di kawasan puncak gunung tersebut.
Dari puncak gunung itu, terlihat panorama gunung-gunung sekitarnya, seperti Merbabu, Merapi, Sumbing, Sindoro, dan Telomoyo. Selain itu, hamparan areal pertanian hortikultura dan berbagai rumah warga kampung-kampung setempat.
Ziarah ke makam Abdul Faqih oleh sekitar 250 warga Dusun Mantran Wetan, sebagai pra-acara Festival Lima Gunung XIV. Dusun itu untuk ketiga kalinya bakal menjadi lokasi festival yang secara mandiri digelar setiap tahun oleh seniman petani yang tergabung dalam Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh).
Festival pada 2015 diselenggarakan komunitas dengan inspirator utama budayawan Magelang, Sutanto Mendut tersebut, di dua lokasi, yakni Gunung Andong di Dusun Mantran Wetan dan Gunung Merapi di Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun.
Panitia telah mengatur agenda yang cukup padat dalam festival mendatang, antara lain berupa pementasan tarian, ketoprak, wayang kulit, pentas musik, sarasehan budaya, pidato kebudayaan oleh para tokoh dan pengamat budaya, pameran seni rupa, kirab budaya, serta peringatan HUT Ke-70 Republik Indonesia.
Mereka yang tampil dalam festival mendatang tak hanya anggota komunitas, akan tetapi juga berbagai grup kesenian dari desa-desa sekitar lokasi festival, para seniman dari luar kota dan luar negeri yang selama ini berjejaring dengan Komunitas Lima Gunung. Panitia memperkirakan antara 800-1.000 seniman tampil dalam Festival Lima Gunung XIV.
Dari Masjid Al Mubaraq yang megah dan telah selesai diperbaiki secara total selama setahun terakhir oleh warga Dusun Mantran Wetan dengan dana iuran mereka dan penggalangan amal, Ketua Panitia Lokal Festival Lima Gunung XIV Sutopo mengumumkan dimulai perjalanan ziarah menuju puncak Gunung Andong.
"'Monggo-monggo kita makempal rumiyin saderenge muncak Andong' (Warga diminta berkumpul terlebih dahulu sebelum ke puncak Andong, red.)," kata Sutopo ketika mengumumkan ziarah itu menggunakan pelantan masjid yang direhab total dengan dana sekitar Rp1,2 miliar.
Umumnya warga menyebut perjalanan ke puncak Gunung Andong sebagai "muncak" yang maksudnya menuju puncak. Hampir semua warga, baik tua, muda, remaja, pemuda, anak-anak, ikut dalam ziarah tersebut.
Tampak pula Kepala Dusun Mantran Wetan Handoko dan Ketua Komunitas Lima Gunung Supadi Haryanto dalam ziarah mereka. Ketua komunitas itu juga salah satu juragan sayuran di kawasan Gunung Andong dan pimpinan Sanggar Andong Jinawi, kelompok seniman petani Dusun Mantran Wetan.
Perjalanan ziarah mereka dari dusun setempat menuju puncak Gunung Andong melewati areal pertanian sayuran dan tembakau, serta hutan pinus dengan jalan setepak cukup terjal yang berundak-undak.
Sebagian warga menyempatkan membasuh muka saat di pertengahan peziarahan mereka tiba di pancuran yang dikenal sebagai gilicino.
Suara kicauan burung dan tiupan angin yang membuat dedaunan pohon pinus saling bergesekan, seakan mengiringi perjalanan ziarah itu. Warga setempat hanya butuh waktu sekitar satu jam jalan kaki untuk "muncak" Gunung Andong.
"Alhamdulillah," ujar Supadi Haryanto ketika bersama isteri dan seorang anaknya tiba di puncak bukit tempat makam Syekh Abdul Faqih.
Setelah ikut tafakur dalam tahlil dan doa di dalam cungkup makam tersebut, Supadi yang mengenakan baju koko, berpeci, dan bersarung, serta dua akik ukuran besar di tangan kanannya itu pun, berbicara dalam bahasa jawa kepada warga tentang harapan dari ziarah mereka.
"Semoga hajatan kita dalam festival nanti dapat lancar dan menggembirakan semua orang. Kita dapat melayani para tamu dengan baik dan ramah. Juga untuk kita semua warga Mantran Wetan, selalu beroleh rejeki yang melimpah, anak-anak rajin belajar. Kita semua selalu sehat dan merasakan hidup sejahtera sebagai petani," katanya.
Mereka yang turut dalam ziarah "muncak" Gunung Andong itu pun, menjawab dengan serempak, "Amin!".
Sebagian lainnya duduk di atas tikar yang digelar di luar cungkup, sambil terus takzim dalam doa di tempat tujuan perjalanan ziarah mereka.
Tidak ada di antara warga setempat yang mengetahui secara persis tentang sosok yang disemayamkan di tempat itu. Suwar (55), seorang warga yang ikut dalam ziarah itu, menyebut dalam bahasa Jawa tentang Syekh Abdul Faqih sebagai, "Ingkang mengku Gunung Andong" (yang menjaga Gunung Andong).
"Mungkin sezaman dengan para sunan (maksudnya para wali penyebar agama Islam di Jawa zaman dahulu, red.)," katanya.
Makam Syekh Abdul Faqih terbuat dari semen dan berkeramik, dikelilingi kain mori warna putih. Cungkup makam sedang dalam perbaikan. Para warga meletakkan air putih dalam sejumlah botol di samping nisan itu, sebelum mendaraskan tahlil
Matahari masih menyengat meskipun Jumat (7/8) itu sudah menjelang azar berkumandang dari berbagai masjid dan mushala di kawasan gunung setinggi 1.726 meter dari permukaan air laut.
"'Amin ya Allah, amin ya Allah, amin ya Allah'," begitu terdengar tembang islami itu mengiring tahlil yang dibacakan dengan khusyuk oleh kaum dusun setempat, Ahmad Thohir.
Semua warga menengadahkan kedua tangan saat berdoa dan bertahlil dalam ziarah mereka ke puncak Gunung Andong, seminggu sebelum dusunnya menjadi salah satu lokasi Festival Lima Gunung XIV, 14-17 Agustus 2015.
Ratusan perempuan turut melantunkan tembang islami itu. Air matanya menetes selagi doa tahlil mereka berkumandang. Tetesan air mata pertanda syahdu tersebut, bagaikan menepis sengatan sinar matahari.
Sejak beberapa tahun terakhir, Gunung Andong bertipe perisai tersebut ramai aktivitas pendakian, terutama saat hari libur. Mereka yang datang ke tempat itu berasal dari berbagai kota dan bahkan wisatawan mancanegara. Bahkan mereka yang menuju puncaknya untuk berziarah, ada yang datang dari luar Pulau Jawa.
Kawasan puncak Gunung Andong meliputi beberapa bukit yang oleh warga dikenal sebagai Puncak Krembu, Puncak Tanggulasi, Puncak Watu Gubuk, dan jalan setapak penghubung antarbukit tersebut. Makam Syekh Abdul Faqih berada di salah satu bukit di kawasan puncak gunung tersebut.
Dari puncak gunung itu, terlihat panorama gunung-gunung sekitarnya, seperti Merbabu, Merapi, Sumbing, Sindoro, dan Telomoyo. Selain itu, hamparan areal pertanian hortikultura dan berbagai rumah warga kampung-kampung setempat.
Ziarah ke makam Abdul Faqih oleh sekitar 250 warga Dusun Mantran Wetan, sebagai pra-acara Festival Lima Gunung XIV. Dusun itu untuk ketiga kalinya bakal menjadi lokasi festival yang secara mandiri digelar setiap tahun oleh seniman petani yang tergabung dalam Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh).
Festival pada 2015 diselenggarakan komunitas dengan inspirator utama budayawan Magelang, Sutanto Mendut tersebut, di dua lokasi, yakni Gunung Andong di Dusun Mantran Wetan dan Gunung Merapi di Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun.
Panitia telah mengatur agenda yang cukup padat dalam festival mendatang, antara lain berupa pementasan tarian, ketoprak, wayang kulit, pentas musik, sarasehan budaya, pidato kebudayaan oleh para tokoh dan pengamat budaya, pameran seni rupa, kirab budaya, serta peringatan HUT Ke-70 Republik Indonesia.
Mereka yang tampil dalam festival mendatang tak hanya anggota komunitas, akan tetapi juga berbagai grup kesenian dari desa-desa sekitar lokasi festival, para seniman dari luar kota dan luar negeri yang selama ini berjejaring dengan Komunitas Lima Gunung. Panitia memperkirakan antara 800-1.000 seniman tampil dalam Festival Lima Gunung XIV.
Dari Masjid Al Mubaraq yang megah dan telah selesai diperbaiki secara total selama setahun terakhir oleh warga Dusun Mantran Wetan dengan dana iuran mereka dan penggalangan amal, Ketua Panitia Lokal Festival Lima Gunung XIV Sutopo mengumumkan dimulai perjalanan ziarah menuju puncak Gunung Andong.
"'Monggo-monggo kita makempal rumiyin saderenge muncak Andong' (Warga diminta berkumpul terlebih dahulu sebelum ke puncak Andong, red.)," kata Sutopo ketika mengumumkan ziarah itu menggunakan pelantan masjid yang direhab total dengan dana sekitar Rp1,2 miliar.
Umumnya warga menyebut perjalanan ke puncak Gunung Andong sebagai "muncak" yang maksudnya menuju puncak. Hampir semua warga, baik tua, muda, remaja, pemuda, anak-anak, ikut dalam ziarah tersebut.
Tampak pula Kepala Dusun Mantran Wetan Handoko dan Ketua Komunitas Lima Gunung Supadi Haryanto dalam ziarah mereka. Ketua komunitas itu juga salah satu juragan sayuran di kawasan Gunung Andong dan pimpinan Sanggar Andong Jinawi, kelompok seniman petani Dusun Mantran Wetan.
Perjalanan ziarah mereka dari dusun setempat menuju puncak Gunung Andong melewati areal pertanian sayuran dan tembakau, serta hutan pinus dengan jalan setepak cukup terjal yang berundak-undak.
Sebagian warga menyempatkan membasuh muka saat di pertengahan peziarahan mereka tiba di pancuran yang dikenal sebagai gilicino.
Suara kicauan burung dan tiupan angin yang membuat dedaunan pohon pinus saling bergesekan, seakan mengiringi perjalanan ziarah itu. Warga setempat hanya butuh waktu sekitar satu jam jalan kaki untuk "muncak" Gunung Andong.
"Alhamdulillah," ujar Supadi Haryanto ketika bersama isteri dan seorang anaknya tiba di puncak bukit tempat makam Syekh Abdul Faqih.
Setelah ikut tafakur dalam tahlil dan doa di dalam cungkup makam tersebut, Supadi yang mengenakan baju koko, berpeci, dan bersarung, serta dua akik ukuran besar di tangan kanannya itu pun, berbicara dalam bahasa jawa kepada warga tentang harapan dari ziarah mereka.
"Semoga hajatan kita dalam festival nanti dapat lancar dan menggembirakan semua orang. Kita dapat melayani para tamu dengan baik dan ramah. Juga untuk kita semua warga Mantran Wetan, selalu beroleh rejeki yang melimpah, anak-anak rajin belajar. Kita semua selalu sehat dan merasakan hidup sejahtera sebagai petani," katanya.
Mereka yang turut dalam ziarah "muncak" Gunung Andong itu pun, menjawab dengan serempak, "Amin!".