"Semestinya para anggota dewan itu tidak melakukan hal tersebut karena pekerjaan lain yang menyangkut harkat masyarakat banyak itu masih banyak yang belum dikerjakan seperti mengenai RUU Migas dan lain-lain," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Jumat.
"Saya meminta DPR dan Pemerintah untuk menghentikan semua proses pembahasan karena RUU Ormas ini karena tidak ada urgensinya yang mendesak. Ya dari membahas ini lebih baik yang lainnya yang menyangkut kepentingan rakyat banyak itu," katanya.
Ia mengatakan, jika RUU Ormas nanti benar-benar disahkan oleh DPR dan Pemerintah, maka hari selanjutnya Muhammadiyah akan langsung mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
Ketua Umum PP Muhammadiyah juga mengaku heran mengapa DPR mengajukan RUU yang tidak bersentuhan langsung dengan masyarakat, padahal RUU yang berhubungan langsung dengan kepentingang masyarakat justru tidak dibahas dan tidak diprioritaskan.
Ia berpendapat bahwa RUU Ormas mengandung substansi dan implikasi yang akan memutar arah jarum jam sejarah kehidupan demokrasi Indonesia kearah rejim represif dan otoriter. Karena RUU ini berbicara tentang administrasi Ormas seperti pendirian, pembubaran, dan sebagainya, sehingga bila ditarik rejim perijinan.
Dikatakan, ketika sebuah undang-undang berbicara tentang perijinan, tentu ada persyaratan dan selalu dikaitkan dengan kewenangan instansi pemerintah dari pusat hingga daerah, kemudian ada sangsi. Itulah bukti represifitas dan otorianisme. "Itulah hal yang bertentangan dengan Pasal 28 UUD 45 dan RUU Ormas bertolak belakang dengan semangat reformasi," katanya.
Jika RUU Ormas ini disahkan, menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah, yang dirugikan adalah Ormas yang telah berdiri sejak sebelum Indonesia merdeka, tidak hanya Muhammadiyah, tetapi juga seperti NU, juga organisasi gereja seperti PGI, KWI dan sebagainya.
Ia mengatakan karena Ormas-Ormas tersebut harus mengurus notaris baru lagi seperti membuat Ormas Baru lagi.