Semarang (ANTARA) - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah memastikan kesiapan pondok pesantren dalam mengelola program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari pemerintah, apalagi pesantren sudah berpengalaman masak untuk ribuan santri.
Ketua PWNU Jateng KH Abdul Ghaffar Rozin di Semarang, Selasa, menegaskan bahwa pesantren selama ini telah terbiasa menyediakan makanan bagi santri dalam jumlah besar setiap hari.
Artinya, pesantren jauh lebih siap menerapkan program MBG jika dibandingkan dengan pihak lain yang belum terbiasa mengelola katering.
"Pesantren jauh lebih siap. Karena sebelum ada MBG pun, dapur pesantren itu masak ribuan kali, tiga kali dalam sehari. MBG itu kan cuma sehari," katanya ketika menyampaikan hasil rapat pleno pengurus harian PWNU Jateng.
Oleh karena itu, ia mengapresiasi jika program MBG mencakup pula pengelolaannya oleh pesantren tanpa mengubah standar, seperti aturan tentang dapur, gizi, akuntansi karena program tersebut memakai APBN.
"Dan selama ini, kalau kami melihat, MBG pesantren di Jawa Tengah ini belum banyak. Baru sekitar 11 atau 12 MBG berbasis pesantren. Saya kira itu bisa menjadi pertimbangan BGN (Badan Gizi Nasional) dalam hal ini," kata Gus Rozin, sapaan akrabnya.
Terkait standar gizi, Pengasuh Pesantren Maslakul Huda Kajen itu, menegaskan siap menyajikan menu MBG dengan anggaran Rp10.000 per menu dalam sekali makan karena harga menu di pesantren yang diasuhnya jauh lebih murah.
"Anak-anak pesantren itu biasanya di tempat saya itu misalnya satu kali makan itu maksimal Rp3.400. Nah dengan budget Rp10.000 ini sudah sangat bagus untuk mendukung santri karena selama ini kan santri itu cukup independen," katanya.
Menjawab tentang kapasitas MBG di pesantren, ia menegaskan tidak ada masalah karena pengelolaan katering di pesantren sudah berjalan cukup lama dengan jumlah yang banyak.
Ia mencontohkan pesantren di Sarang, Kabupaten Rembang dan Tegalrejo, Kabupaten Magelang yang bisa menjadi empat Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
"Sarang itu satu komplek bisa sampai berapa itu, 20.000 atau 15.000 santri di satu pesantren, itu empat MBG (SPPG, red.) sendiri di situ untuk satu pesantren, Tegalrejo juga bisa 15.000 dalam satu pesantren. Selama ini tanpa MBG gak ada yang keracunan, gak ada yang terluka juga," demikian Gus Rozin.
Baca juga: Wali Kota Semarang tegaskan komitmen jadi pemimpin untuk semua

