Semarang (ANTARA) - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Provinsi Jawa Tengah mengukuhkan lima guru besar secara sekaligus dalam bidang keilmuan yang berbeda.
Rektor UIN Walisongo Semarang Nizar di Semarang, Rabu, mengatakan pengukuhan tersebut bukan hanya capaian akademik individu, melainkan kebanggaan kolektif keluarga, institusi, dan bangsa.
"Menjadi guru besar adalah puncak karier dosen, tetapi juga amanah besar untuk menjaga martabat keilmuan, menjadi teladan, dan melahirkan kontribusi nyata bagi masyarakat," katanya.
Sebanyak lima akademisi yang resmi menyandang gelar profesor itu, yakni Prof. Dr. H. Shodiq M.Ag sebagai Guru Besar Evaluasi Pendidikan Islam, Prof. Dr. Muhammad Sulthon M.Ag (Guru Besar Manajemen Dakwah), Prof. Dr. Ahmad Ismail M.Ag, M.Hum (Guru Besar Ilmu Linguistik Arab Modern), Prof. Dr. Tholkhatul Khoir M.Ag, (Guru Besar Ilmu Fiqh), dan Prof. Dr. Moh. Nor Ichwan, M.Ag (Guru Besar Metodologi Tafsir Al Quran).
Ia menegaskan di balik kesuksesan kelima profesor tersebut ada peran keluarga, orang tua, pasangan, anak-anak, dan kolega yang selalu mendukung.
"Gelar guru besar mustahil dicapai sendirian. Ia adalah buah dari kerja keras, doa, dan dukungan orang-orang tercinta di sekitar mereka," katanya.
Dalam orasi akademiknya, ia menekankan tiga makna luhur dari pengukuhan guru besar, yakni sebagai pengakuan atas kepemimpinan intelektual, simbol inspirasi dan keteladanan, serta panggilan untuk mendorong inovasi dan perubahan berkelanjutan, terutama dalam menyiapkan sumber daya manusia unggul menuju Indonesia Emas 2045.
Tema besar pengukuhan kali ini, "Inklusivitas Ilmu Keislaman: Perspektif Pendidikan, Dakwah, Hukum, dan al-Qur’an" yang mencerminkan komitmen UIN Walisongo Semarang dalam mengembangkan keilmuan Islam yang terbuka, dialogis, dan relevan dengan kebutuhan zaman.
Ia juga memberikan apresiasi khusus kepada masing-masing guru besar, seperti Prof. Shodiq dengan orasi berjudul "Reorientasi Paradigma Evaluasi Pendidikan Agama Islam" sebagai lompatan pemikiran penting yang mengintegrasikan dimensi spiritual ke dalam evaluasi pendidikan.
Kepada Prof. Sulthon, ia menyebut orasi ilmiah "Da’wah Inklusif dan Hadis al-Ifk" sebagai sumbangan besar bagi pengembangan dakwah profetik yang merawat perdamaian dalam masyarakat majemuk.
Orasi Prof. Ahmad Ismail bertajuk "Paradigma Semantik sebagai Revolusi Konseptual dalam Hermeneutika Al-Qur’an" dipuji sebagai terobosan yang memperlihatkan Al Quran sebagai wacana hidup yang terus berbicara lintas generasi.
Rektor Nizar juga mengapresiasi pemikiran Prof. Tholkhatul Khoir yang menawarkan pergeseran epistemologi hukum Islam dari "ushul fiqh" menuju "maqasid syariah" yang relevan dengan kebutuhan hukum kontemporer yang inklusif dan progresif.
Adapun Prof. Moh. Nor Ichwan mendapat penghargaan atas orasinya "Metode Tafsir Ichwani: Pendekatan Integratif dalam Penafsiran Al-Qur’an" sebagai pendekatan integratif yang menjadi kontribusi monumental untuk menjembatani tradisi klasik dan kebutuhan modern.
"Dengan pengukuhan ini, saya berharap para guru besar baru tidak berhenti di gelar, tetapi terus menyalakan api keilmuan, melahirkan riset bermutu, dan menjadi mercusuar peradaban," kata dia.
Baca juga: Mahasiswa FITK UIN Walisongo ikuti Student Mobility ke Malaysia dan Singapura

