Semarang (ANTARA) - Kepala Dinas Perhubungan Jawa Tengah Arief Djatmiko menemui langsung para sopir truk yang melakukan aksi unjuk rasa terkait penolakan penerapan aturan Over Dimension Over Loading (ODOL) yang dinilai memberatkan para pengemudi.
"Kami terima tuntutan-tuntutan dari mereka, ada 16 atau 17 tuntutan, dan itu akan segera kami kirimkan ke Jakarta. Kita teruskan ke Jakarta agar mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat supaya mereka bisa tenang lah posisinya untuk bekerja," katanya, di Semarang, Senin.
Menurut dia, aturan mengenai ODOL merupakan kewenangan pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah sehingga apa yang disuarakan pengemudi truk itu akan diteruskan ke pusat.
Diakuinya, permasalahan terkait truk ODOL berdampak terhadap banyak pihak sehingga seluruh sektor terkait harus ikut ambil bagian dalam penerapan kebijakan tersebut.
"Jadi, semua sektor itu harus memperhatikan bahwa ODOL itu kan berakibat tidak hanya pada sopir, tapi masyarakat. Misalnya, kemarin kecelakaan di Kalijambe (Purworejo). Kan masyarakat jadi korban," katanya.
Namun, kata dia, memang perlu ada pertimbangan lebih lanjut agar kebijakan terkait pengaturan truk ODOL yang dibuat benar-benar sesuai dengan kondisi di lapangan.
"Karena ini kan pembahasannya di pusat ya. Saya kira ini menjadi pertimbangan bagi pemerintah pusat terkait dengan kondisi di lapangan supaya mereka tahu bahwa ada hal-hal yang terjadi di daerah tapi belum menjadi pencermatan dalam penyusunan regulasi," kata Arief.
Demo terkait regulasi ODOL di Semarang diikuti oleh ribuan sopir truk yang menggeruduk Kantor Dishub Jateng di Jalan Siliwangi Semarang yang sempat menimbulkan kemacetan parah di berbagai titik.
Bahkan, antrean truk mengular hingga ke ruas jalur Tol Jatingaleh sejauh kurang lebih 9 kilometer dan membuat Kantor Samsat III yang berada di kawasan itu terpaksa ditutup.
Mereka membawa deretan spanduk berisi keluhan dan tuntutan kepada pemerintah, di antaranya "ODOL Dipidana, Pungli Dipelihara", "Pejabat Koruptor Dimanja, Overload Dipenjara", "Jalan Rusak Bukan Karena ODOL, Tapi Ulah Para Koruptor".
Sementara itu, Ketua Umum Aliansi Pengemudi Independen (API) Suroso menjelaskan bahwa para sopir truk pada dasarnya tidak menolak Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Namun pihaknya menilai penerapan aturan zero ODOL tersebut akan semakin memberatkan para pengemudi, khususnya di sektor logistik.
"Sebetulnya teman-teman akan mendukung adanya UU Nomor 22 Tahun 2009. Akan tetapi bilamana undang-undang diperlakukan akan memberatkan bagi para pengemudi, khususnya di bidang transportasi," katanya, ditemui di sela aksi demo.
Para sopir ini menyuarakan penolakan terhadap aturan ODOL yang dianggap belum sepenuhnya memperhatikan kondisi di lapangan.
Selain persoalan pendapatan, para sopir juga mengeluhkan maraknya pungutan liar (pungli) dan tindakan premanisme di jalan yang bisa mencapai jutaan rupiah dalam sekali perjalanan.
"Punglinya bisa sampai Rp 2 juta sampai Rp 3 juta per perjalanan. Itu belum termasuk risiko kehilangan barang seperti HP atau ban serep. Lewat tol pun tetap tidak nyaman," katanya.
Baca juga: Dishub Jateng teruskan 16 tuntutan sopir truk ke pemerintah pusat