Purwokerto (ANTARA) - Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah lama hadir sebagai andalan utama dalam menghadapi kondisi darurat kesehatan. Sobirin warga Kalibagor Kabupaten Banyumas, berbagi cerita saat mendapatkan pelayanan profesional di Instalasi Gawat Darurat (IGD) tanpa diskriminasi.
Sebagai pekerja lapangan Sobirin dituntut untuk terus prima di tengah kesibukan dan mobilitas yang tinggi. Namun kondisi buruk harus diterima saat fisiknya harus tumbang karena hipertensi atau tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol.
Sobirin saat menjalani pengobatan di Rumah Sakit Umum Wiradadi Husada menyebutkan bahwa pada awalnya ia merasakan pusing yang berkepanjangan.
Kondisi ini diperparah dengan kakinya yang melepuh akibat tersiram air panas. Kondisi buruk ini membuat keluarga membawanya ke IGD rumah sakit untuk segera mendapatkan penanganan.
“Saya mendapatkan penanganan di IGD secara profesional dan cepat karena tidak ada proses birokrasi yang berbelit. Dokternya juga dapat berkomunikasi secara humanis, menanyakan keluhan dan keperluan kami,” jelasnya.
Perlu diketahui peserta JKN yang hendak berobat dapat terlebih dahulu datang ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Apabila berdasarkan indikasi medis memerlukan layanan spesialistik, maka akan diberikan surat rujukan.
Pasien dengan kondisi gawat darurat diperkenankan langsung mengakses layanan IGD di rumah sakit dengan menunjukkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) atau KTP.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 47 Tahun 2018 beberapa kriteria kegawatdaruratan yakni kondisi yang mengancam nyawa, membahayakan diri dan orang lain atau lingkungan, adanya gangguan pada jalan nafas, penurunan kesadaran, gangguan hemodinamik, dan memerlukan tindakan segera. Penetapan terpenuhinya kriteria gawat darurat dilakukan oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP).
“Saya sudah mendapatkan layanan rawat inap selama 4 hari. Semuanya Alhamdulilah gratis tidak ada tambahan biaya. Kalau harus mengeluarkan uang sedemikian besar untuk pengobatan saat ini kami tentu tidak sanggup,” ungkapnya.
Dalam pelayanan IGD pasien JKN yang telah ditangani dan tidak membutuhkan perawatan lebih lanjut, perawatan selesai dan pasien diperkenankan pulang.
Namun, jika harus mendapat perawatan lebih lanjut, keluarga pasien dapat kembali melakukan registrasi untuk rawat inap. Peserta JKN dapat memperoleh layanan rawat inap tanpa batasan waktu. Lama waktu rawat inap menyesuaikan dengan kebutuhan medis pasien
Meskipun Sobirin menjadi peserta JKN segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Kelas III, ia mengaku hal ini tidak mengurangi kualitas layanan yang diterima. Ia menepis anggapan yang beredar mengenai adanya perbedaan layanan bagi pasien JKN.
“Kadang muncul berita yang belum pasti kebenarannya di media sosial terkait pasien JKN yang dibeda-bedakan tapi sejauh ini saya mendapatkan layanan terbaik tanpa kendala," tegasnya.
Pengalaman Sobirin ini bukanlah kali pertamanya. Ia mengaku sudah tiga kali masuk rumah sakit dan selalu merasakan pelayanan yang baik. Ia juga mengungkapkan akan pentingnya gotong royong dalam Program JKN. Ia mengajak masyarakat untuk memiliki kesadaran membayar iuran BPJS Kesehatan secara rutin, meskipun dalam keadaan sehat
"Hal yang pertama setiap bulan pasti saya Auto Debit untuk iuran JKN. Walaupun tidak dipakai untuk diri sendiri, ini dapat membantu orang-orang di sekitar kita yang sakit. Ini untuk gotong-royong,” tegasnya.
Meskipun masih harus menjalani perawatan untuk pemulihan kondisinya, Sobirin merasa sangat terbantu dengan adanya Program JKN. Kisahnya ini menjadi cerminan bahwa implementasi Program JKN dapat berjalan dengan baik, memberikan akses layanan yang profesional dan merata bagi seluruh peserta, sekaligus menumbuhkan semangat gotong royong di masyarakat.

