Kendal (ANTARA) - Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) sering menghadirkan tantangan, terutama dalam mengenalkan konsep abstrak seperti rantai makanan. Konsep ini melibatkan alur perpindahan energi antarorganisme dalam ekosistem, mulai dari produsen, konsumen primer, hingga dekomposer, yang sering kali sulit dipahami oleh siswa.
Namun, inovasi sederhana seperti Pancarama—Papan Catur Rantai Makanan—membantu menjawab tantangan ini dengan mengintegrasikan pembelajaran kontekstual dan pembelajaran aktif. Pendekatan ini sejalan dengan metode yang dilatihkan oleh Tanoto Foundation, yang menekankan pembelajaran bermakna dan partisipasi aktif siswa.
Pancarama dikembangkan untuk membantu siswa memahami transfer energi dan nutrisi dalam ekosistem. Media ini menggabungkan visualisasi konkret dengan permainan aktif, menyerupai permainan catur yang menggunakan bidak berbentuk organisme.
Setiap bidak merepresentasikan peran tertentu dalam rantai makanan: produsen (5 poin), konsumen tingkat I (10 poin), dan konsumen tingkat II (15 poin). Dengan mengikuti aturan permainan, siswa tidak hanya belajar memahami rantai makanan, tetapi juga melatih keterampilan berhitung, seperti penjumlahan berulang dan pengurangan.
Melalui pendekatan kontekstual, pembelajaran dengan Pancarama mengaitkan konsep rantai makanan dengan situasi kehidupan sehari-hari, seperti hubungan antarorganisme di lingkungan sekitar siswa. Pendekatan ini memungkinkan siswa memahami relevansi materi pelajaran dengan dunia nyata.
Sebagai contoh, siswa diajak untuk berdiskusi tentang apa yang terjadi ketika jumlah produsen di alam berkurang atau bagaimana penambahan populasi konsumen dapat memengaruhi keseimbangan ekosistem. Pendekatan ini membantu siswa mengaitkan pengetahuan baru dengan pengalaman mereka, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Pancarama juga mengadopsi prinsip pembelajaran aktif, di mana siswa terlibat langsung dalam proses belajar melalui permainan dan diskusi. Dalam permainan ini, siswa bermain dalam dua kelompok, menggerakkan bidak sesuai aturan, dan saling "makan-dimakan" untuk memvisualisasikan interaksi antarorganisme. Setelah permainan, siswa diajak untuk berdiskusi lebih lanjut tentang konsep piramida ekologi dan dampaknya terhadap lingkungan.
Aktivitas ini mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif, serta meningkatkan keterampilan komunikasi melalui diskusi kelompok.
Penggunaan Pancarama membantu siswa lebih antusias dalam belajar. Konsep abstrak seperti aliran energi, interaksi antarorganisme, dan dampak perubahan lingkungan menjadi lebih mudah dipahami.
Nur Hikma Latif, siswa kelas V, berbagi pengalamannya, “Belajar dengan media Pancarama membuat pelajaran rantai makanan jadi seru dan mudah dipahami. Kami bermain sambil belajar, sehingga tidak terasa bosan. Saya jadi lebih mengerti tentang peran produsen, konsumen, dan dekomposer di dalam ekosistem.”
Pendekatan ini juga mempermudah guru dalam menyampaikan materi yang kompleks dengan cara yang sederhana dan menyenangkan. Selain itu, media ini praktis, mudah digunakan, dan dapat diadaptasi di berbagai situasi. Dengan melibatkan siswa dalam pembelajaran aktif dan kontekstual, Pancarama tidak hanya membantu mereka memahami konsep ekologi, tetapi juga melatih keterampilan bernalar kritis dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem.
Media Pancarama diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi pendidik lain untuk menciptakan alat peraga serupa, menjadikan pembelajaran lebih interaktif dan efektif. Melalui pendekatan ini, siswa tidak hanya belajar untuk memahami, tetapi juga terinspirasi untuk berkontribusi dalam pelestarian lingkungan.
Metode Pancarama membuktikan bahwa pembelajaran IPAS bisa dikemas menjadi sesuatu yang menyenangkan, relevan, dan berdampak nyata bagi siswa. ***
*) Andreanna Kusuma Wardhani adalah guru SDN 3 Jambearum, Kabupaten Kendal