Peneliti RI di Jerman ungkap temuan kunci masa depan sistem pangan nasional
Semarang (ANTARA) - Bertepatan dengan peringatan Hari Pangan Sedunia, foodagogik, sebuah lembaga penelitian independen, meluncurkan publikasi perdana mereka berjudul "Flagship Report: Imagining the Future of Indonesian Food Systems".
Carin Noerhadi, Co-founder & Executive Director foodagogik, mengungkapkan sejumlah temuan penting tentang bagaimana Indonesia dapat membangun sistem pangan yang lebih inklusif, bergizi, dan regeneratif.
Carin Noerhadi merupakan peneliti asal Indonesia yang kini berbasis di Jerman. Ia memaparkan hasil penelitian yang menyoroti tantangan dan peluang besar transformasi sistem pangan di Indonesia demi kesehatan masyarakat dan pelestarian lingkungan.
"Berkaca dari titik intervensi yang ditawarkan oleh Komisi EAT-Lancet, kami menemukan Indonesia memerlukan titik intervensi utama yang berbeda untuk mengkatalis transformasi sistem pangan nasional: keikutsertaan generasi muda, diversifikasi pertanian dan peningkatan produktivitas lahan, serta implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan pangan berkelanjutan," katanya.
Untuk itu, lanjut dia, Indonesia perlu meningkatkan traditiovations atau gabungan antara tradisi dan inovasi, serta memperkuat sinergi antara sains, kebijakan, dan praktik di lapangan. Hal itu disampaikan dalam acara peluncuran publikasi pertama foodagogik secara daring.
Sofyan A. Djalil sebagai anggota pembina foodagogik menyampaikan transformasi bisa tercapai dengan adanya kebijakan yang baik dan didasari oleh penelitian. Ia menekankan transformasi sistem pangan melalui penguatan di tingkat lokal perlu diangkat sehingga menjadi perhatian para pengambil kebijakan.
"Tantangannya adalah menyesuaikan rasional mikroekonomi di tingkat lokal dan tetap memastikan bahwa Indonesia mampu bersaing di pasar global. Perlu ada skala ekonomi, efisiensi, dan profesionalitas untuk mempromosikan pangan lokal,” jelasnya.
Diskusi panel dalam acara peluncuran ini juga melibatkan berbagai narasumber ahli, antara lain: Angela Ratna Sari Biu, Founder Hekang Dite, yang berbagi pengalaman dalam mendirikan UMKM di tingkat lokal yang melibatkan orang muda.
Kemudian Felia Salim, Ambassador Food and Land Use (FOLU) Coalition, yang menggarisbawahi peran perubahan perilaku dalam transformasi sistem; Gita Syahrani, Ketua Dewan Pengurus Koalisi Ekonomi Membumi (KEM), yang menyampaikan pentingnya akses untuk para non-pegiat pangan untuk ikut terlibat; serta Dr. Rina Mardiana, Dewan Penasihat Pusat Studi Agraria IPB University, yang memberikan perspektif ilmiah dan kebijakan tentang pangan regeneratif yang berdaulat.
Iya menyebutkan sejumlah hal yang menjadi sorotan utama dari laporan antara lain, keterlibatan generasi muda dalam mendorong perubahan sistem pangan yang lebih inklusif, bergizi, dan regeneratif.; Diversifikasi pertanian dengan memanfaatkan kembali tanaman yang selama ini terabaikan (NUCs) untuk meningkatkan produktivitas lahan dan melestarikan keanekaragaman hayati pangan; dan memperkuat sinergi antara sains, kebijakan, dan praktik agar dapat menciptakan sistem pangan yang efektif dan berkelanjutan.
Laporan tersebut, tambah dia, berfungsi sebagai pedoman arah transformasi sistem pangan berkelanjutan di Indonesia dan merupakan hasil kolaborasi antara tim foodagogik dan para ahli di bidang pangan, iklim, dan kesehatan, serta diharapkan dapat menjadi landasan bagi pengambilan keputusan kebijakan di masa depan. ***
Carin Noerhadi, Co-founder & Executive Director foodagogik, mengungkapkan sejumlah temuan penting tentang bagaimana Indonesia dapat membangun sistem pangan yang lebih inklusif, bergizi, dan regeneratif.
Carin Noerhadi merupakan peneliti asal Indonesia yang kini berbasis di Jerman. Ia memaparkan hasil penelitian yang menyoroti tantangan dan peluang besar transformasi sistem pangan di Indonesia demi kesehatan masyarakat dan pelestarian lingkungan.
"Berkaca dari titik intervensi yang ditawarkan oleh Komisi EAT-Lancet, kami menemukan Indonesia memerlukan titik intervensi utama yang berbeda untuk mengkatalis transformasi sistem pangan nasional: keikutsertaan generasi muda, diversifikasi pertanian dan peningkatan produktivitas lahan, serta implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan pangan berkelanjutan," katanya.
Untuk itu, lanjut dia, Indonesia perlu meningkatkan traditiovations atau gabungan antara tradisi dan inovasi, serta memperkuat sinergi antara sains, kebijakan, dan praktik di lapangan. Hal itu disampaikan dalam acara peluncuran publikasi pertama foodagogik secara daring.
Sofyan A. Djalil sebagai anggota pembina foodagogik menyampaikan transformasi bisa tercapai dengan adanya kebijakan yang baik dan didasari oleh penelitian. Ia menekankan transformasi sistem pangan melalui penguatan di tingkat lokal perlu diangkat sehingga menjadi perhatian para pengambil kebijakan.
"Tantangannya adalah menyesuaikan rasional mikroekonomi di tingkat lokal dan tetap memastikan bahwa Indonesia mampu bersaing di pasar global. Perlu ada skala ekonomi, efisiensi, dan profesionalitas untuk mempromosikan pangan lokal,” jelasnya.
Diskusi panel dalam acara peluncuran ini juga melibatkan berbagai narasumber ahli, antara lain: Angela Ratna Sari Biu, Founder Hekang Dite, yang berbagi pengalaman dalam mendirikan UMKM di tingkat lokal yang melibatkan orang muda.
Kemudian Felia Salim, Ambassador Food and Land Use (FOLU) Coalition, yang menggarisbawahi peran perubahan perilaku dalam transformasi sistem; Gita Syahrani, Ketua Dewan Pengurus Koalisi Ekonomi Membumi (KEM), yang menyampaikan pentingnya akses untuk para non-pegiat pangan untuk ikut terlibat; serta Dr. Rina Mardiana, Dewan Penasihat Pusat Studi Agraria IPB University, yang memberikan perspektif ilmiah dan kebijakan tentang pangan regeneratif yang berdaulat.
Iya menyebutkan sejumlah hal yang menjadi sorotan utama dari laporan antara lain, keterlibatan generasi muda dalam mendorong perubahan sistem pangan yang lebih inklusif, bergizi, dan regeneratif.; Diversifikasi pertanian dengan memanfaatkan kembali tanaman yang selama ini terabaikan (NUCs) untuk meningkatkan produktivitas lahan dan melestarikan keanekaragaman hayati pangan; dan memperkuat sinergi antara sains, kebijakan, dan praktik agar dapat menciptakan sistem pangan yang efektif dan berkelanjutan.
Laporan tersebut, tambah dia, berfungsi sebagai pedoman arah transformasi sistem pangan berkelanjutan di Indonesia dan merupakan hasil kolaborasi antara tim foodagogik dan para ahli di bidang pangan, iklim, dan kesehatan, serta diharapkan dapat menjadi landasan bagi pengambilan keputusan kebijakan di masa depan. ***