Cara masjid di Kudus merawat toleransi saat Idul Adha
Kudus (ANTARA) - Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, tidak hanya dikenal dengan kuliner lezatnya, seperti soto, satai, dan jenang. Ada tradisi unik dalam merawat toleransi antarumat beragama karena masih banyak umat Islam setempat yang tidak memotong sapi yang dianggap suci oleh pemeluk Hindu.
Ajaran toleransi antarumat beragama, khususnya terhadap umat Hindu, itu diajarkan oleh Sunan Kudus (Jaffar Shadiq) ketika menyebarkan agama Islam di Kabupaten Kudus, yang kala itu banyak pemeluk Hindu.
Ia mengajak umat Islam, dalam memperingati Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Kurban, tidak menyembelih sapi, tetapi diganti dengan kerbau, domba, atau kambing.
Dari jumlah penduduk di Kudus saat ini yang mencapai 874.632 jiwa, 92 persen lebih beragama Islam, sedangkan selebihnya memeluk agama Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, dan lainnya.
Belakangan ini memang ada pergeseran pilihan hewan kurban karena ada yang menyembelih sapi pada Hari Raya Idul Adha dengan berbagai pertimbangan.
Misalnya, selain harga kerbau lebih mahal, hewan sapi juga lebih mudah diperoleh di pasaran. Bahkan, populasi ternak di Kudus ini didominasi ternak sapi, bukan kerbau.
Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kudus Arin Nikmah menjelaskan sejak beberapa tahun terakhir, populasi ternak sapi memang berkembang dan mendominasi dibandingkan kerbau.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan kerbau, pedagang di Kudus harus "mengimpor" dari sentra-sentra kerbau di luar daerah.
Kerbau merupakan hewan semi-akuatik, senang hidup di daerah basah, berlumpur, atau berawa sehingga warga yang hendak beternak hewan bertubuh gempal ini harus mempertimbangkan hal tersebut.
Dengan bulu yang jarang dan kelenjar keringat yang sangat kurang dibandingkan sapi, kondisi ini mengharuskan kerbau mandi atau dibasahi tubuhnya, minimal dua kali dalam sehari atau berkubang dan berselimut lumpur.
Sementara di Kabupaten Kudus, lahan juga semakin berkurang menyusul bertambahnya penduduk sehingga banyak lahan pertanian beralih fungsi menjadi permukiman.
Secara alami, jumlah ternak kerbau di Kudus juga kian berkurang karena tantangan dalam memelihara hewan ternak tersebut jauh lebih besar dibandingkan sapi.
Meskipun demikian, Dinas Pertanian dan Pangan Kudus memprediksi jumlah ternak yang dijadikan hewan kurban pada tahun 2024 masih tetap didominasi kerbau. Jumlahnya diperkirakan mencapai 2.242 ekor, sedangkan sapi hanya 420 ekor, kambing sebanyak 7.672 ekor, dan domba sebanyak 106 ekor.
Jumlah hewan ternak yang dijadikan hewan kurban tersebut diperkirakan mengalami kenaikan berkisar 5-10 persen dari tahun sebelumnya, dengan total pemotongan tahun 2023 sebesar 9.497 ekor menjadi 10.440 ekor.
Suprayitno, budayawan Kudus, menganggap minimnya populasi ternak kerbau di kabupaten ini tidak akan menyurutkan warga masyarakat setempat untuk menyembelih kerbau saat Idul Adha karena mereka memilik keyakinan fanatik untuk melestarikan ajaran Sunan Kudus.
Oleh karena itu, walaupun populasi kerbau di Kabupaten Kudus tidak banyak, masih banyak pekurban tetap melaksanakan ajaran Sunan Kudus untuk menghormati umat Hindu dengan tidak menyembelih sapi saat Hari Raya Idul Adha.
Warga dari luar daerah yang menetap di Kudus, karena lingkungannya juga fanatik mengamalkan ajaran Sunan Kudus, akhirnya ikut menghormati kearifan lokal dengan menyembelih kerbau sebagai bentuk toleransi antarumat beragama.
Meskipun era modern seperti sekarang banyak terjadi perpindahan penduduk, termasuk di Kabupaten Kudus seiring tumbuhnya industri baru yang menyerap ribuan pekerja baik dari Kudus maupun luar daerah, hal itu tidak mengubah sikap mayoritas Muslim untuk tetap menghormati umat Hindu. Memang, sejumlah kalangan yang tidak fanatik, kini mulai beralih memilih sapi dalam berkurban.
Masyarakat Kudus sendiri cukup akrab dengan daging kerbau karena awalnya hewan ini dijadikan penarik gerobak, alat transportasi tradisional yang sudah ada sejak era Kerajaan Majapahit. Selain itu, kerbau digunakan pula untuk membajak sawah para petani sebelum akhirnya digantikan traktor seiring dengan perkembangan zaman yang serba-modern.
Kuliner khas Kudus juga menggunakan bahan baku daging kerbau, di antaranya satai, pindang, dan soto kerbau sehingga masyarakat juga terbiasa mengonsumsi daging kerbau.
Kerbau juga menjadi prestise bagi kalangan ekonomi menengah ke atas sehingga setiap ada hajat penting, mereka lebih memilih menyembelih kerbau untuk jamuan makan ketimbang hewan ternak lainnya. Harga daging kerbau memang lebih mahal dibandingkan daging sapi. Harga daging kerbau rata-rata di atas Rp150.000/kg, sedangkan daging sapi di bawahnya.
Hal demikian akhirnya menciptakan pangsa pasar tersendiri karena kebutuhan masyarakat tidak hanya saat Idul Adha, tetapi juga diperlukan dalam konsumsi sehari-hari.
Ajakan menyembelih kerbau sebagai sebuah kearifan lokal itu, kini berubah menjadi kultur masyarakat di Kabupaten Kudus dan menjadi bagian dari peradaban masyarakatnya.
Tradisi toleran masyarakat Kudus tersebut tidak akan punah, meskipun masih banyak pihak yang ingin menemukan bukti fisik adanya ajakan Sunan Kudus untuk menghormati umat Hindu dengan tidak menyembelih sapi tersebut.
Ajaran toleransi antarumat beragama, khususnya terhadap umat Hindu, itu diajarkan oleh Sunan Kudus (Jaffar Shadiq) ketika menyebarkan agama Islam di Kabupaten Kudus, yang kala itu banyak pemeluk Hindu.
Ia mengajak umat Islam, dalam memperingati Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Kurban, tidak menyembelih sapi, tetapi diganti dengan kerbau, domba, atau kambing.
Dari jumlah penduduk di Kudus saat ini yang mencapai 874.632 jiwa, 92 persen lebih beragama Islam, sedangkan selebihnya memeluk agama Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, dan lainnya.
Belakangan ini memang ada pergeseran pilihan hewan kurban karena ada yang menyembelih sapi pada Hari Raya Idul Adha dengan berbagai pertimbangan.
Misalnya, selain harga kerbau lebih mahal, hewan sapi juga lebih mudah diperoleh di pasaran. Bahkan, populasi ternak di Kudus ini didominasi ternak sapi, bukan kerbau.
Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kudus Arin Nikmah menjelaskan sejak beberapa tahun terakhir, populasi ternak sapi memang berkembang dan mendominasi dibandingkan kerbau.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan kerbau, pedagang di Kudus harus "mengimpor" dari sentra-sentra kerbau di luar daerah.
Kerbau merupakan hewan semi-akuatik, senang hidup di daerah basah, berlumpur, atau berawa sehingga warga yang hendak beternak hewan bertubuh gempal ini harus mempertimbangkan hal tersebut.
Dengan bulu yang jarang dan kelenjar keringat yang sangat kurang dibandingkan sapi, kondisi ini mengharuskan kerbau mandi atau dibasahi tubuhnya, minimal dua kali dalam sehari atau berkubang dan berselimut lumpur.
Sementara di Kabupaten Kudus, lahan juga semakin berkurang menyusul bertambahnya penduduk sehingga banyak lahan pertanian beralih fungsi menjadi permukiman.
Secara alami, jumlah ternak kerbau di Kudus juga kian berkurang karena tantangan dalam memelihara hewan ternak tersebut jauh lebih besar dibandingkan sapi.
Meskipun demikian, Dinas Pertanian dan Pangan Kudus memprediksi jumlah ternak yang dijadikan hewan kurban pada tahun 2024 masih tetap didominasi kerbau. Jumlahnya diperkirakan mencapai 2.242 ekor, sedangkan sapi hanya 420 ekor, kambing sebanyak 7.672 ekor, dan domba sebanyak 106 ekor.
Jumlah hewan ternak yang dijadikan hewan kurban tersebut diperkirakan mengalami kenaikan berkisar 5-10 persen dari tahun sebelumnya, dengan total pemotongan tahun 2023 sebesar 9.497 ekor menjadi 10.440 ekor.
Suprayitno, budayawan Kudus, menganggap minimnya populasi ternak kerbau di kabupaten ini tidak akan menyurutkan warga masyarakat setempat untuk menyembelih kerbau saat Idul Adha karena mereka memilik keyakinan fanatik untuk melestarikan ajaran Sunan Kudus.
Oleh karena itu, walaupun populasi kerbau di Kabupaten Kudus tidak banyak, masih banyak pekurban tetap melaksanakan ajaran Sunan Kudus untuk menghormati umat Hindu dengan tidak menyembelih sapi saat Hari Raya Idul Adha.
Warga dari luar daerah yang menetap di Kudus, karena lingkungannya juga fanatik mengamalkan ajaran Sunan Kudus, akhirnya ikut menghormati kearifan lokal dengan menyembelih kerbau sebagai bentuk toleransi antarumat beragama.
Meskipun era modern seperti sekarang banyak terjadi perpindahan penduduk, termasuk di Kabupaten Kudus seiring tumbuhnya industri baru yang menyerap ribuan pekerja baik dari Kudus maupun luar daerah, hal itu tidak mengubah sikap mayoritas Muslim untuk tetap menghormati umat Hindu. Memang, sejumlah kalangan yang tidak fanatik, kini mulai beralih memilih sapi dalam berkurban.
Masyarakat Kudus sendiri cukup akrab dengan daging kerbau karena awalnya hewan ini dijadikan penarik gerobak, alat transportasi tradisional yang sudah ada sejak era Kerajaan Majapahit. Selain itu, kerbau digunakan pula untuk membajak sawah para petani sebelum akhirnya digantikan traktor seiring dengan perkembangan zaman yang serba-modern.
Kuliner khas Kudus juga menggunakan bahan baku daging kerbau, di antaranya satai, pindang, dan soto kerbau sehingga masyarakat juga terbiasa mengonsumsi daging kerbau.
Kerbau juga menjadi prestise bagi kalangan ekonomi menengah ke atas sehingga setiap ada hajat penting, mereka lebih memilih menyembelih kerbau untuk jamuan makan ketimbang hewan ternak lainnya. Harga daging kerbau memang lebih mahal dibandingkan daging sapi. Harga daging kerbau rata-rata di atas Rp150.000/kg, sedangkan daging sapi di bawahnya.
Hal demikian akhirnya menciptakan pangsa pasar tersendiri karena kebutuhan masyarakat tidak hanya saat Idul Adha, tetapi juga diperlukan dalam konsumsi sehari-hari.
Ajakan menyembelih kerbau sebagai sebuah kearifan lokal itu, kini berubah menjadi kultur masyarakat di Kabupaten Kudus dan menjadi bagian dari peradaban masyarakatnya.
Tradisi toleran masyarakat Kudus tersebut tidak akan punah, meskipun masih banyak pihak yang ingin menemukan bukti fisik adanya ajakan Sunan Kudus untuk menghormati umat Hindu dengan tidak menyembelih sapi tersebut.