Unnes tutup rangkaian dies natalis dengan pentas "Cakra Manggilingan"
Semarang (ANTARA) - Universitas Negeri Semarang (Unnes) menutup rangkaian kegiatan Dies Natalis Ke-59 dengan pementasan seni perpaduan wayang kulit, wayang golek, dramatari, musik, tata busana, hingga wushu dengan mengangkat lakon "Cakra Manggilingan".
Tiga dalang yang tampil adalah mahasiswa Unnes, yakni Dimas Ageng (Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa) untuk wayang kulit, Asep Wadi (Prodi Doktor Pendidikan Seni) dan Adhitya Bayu dari Prodi Bahasa dan Sastra Jawa untuk wayang golek.
"Tema (Cakra Manggilingan, red.) pentas ini untuk memberikan pendidikan kepada para mahasiswa bahwa kehidupan itu berputar," kata Ketua Panitia Dies Natalis Ke-59 Unnes Prof Wirawan Sumbodo, di Semarang, Jumat malam.
Tema "Cakra Manggilingan" diambil dari filosofi Jawa yang menggambarkan bahwa roda kehidupan akan terus berputar dan mengajarkan nilai-nilai kearifan lokal yang sangat mendalam.
Dengan berputarnya roda kehidupan, kata dia, kadang manusia berada di bawah sehingga harus memiliki cita-cita untuk meraih puncak, tetapi ketika sudah di atas tidak boleh terlena dengan kenikmatan dan kemewahan.
"Kehidupan itu berputar, kadang di atas, kadang di bawah. Bagi yang ada di bawah ini sebagai motivasi sehingga suatu saat akan menjadi pemimpin. Namun, ketika sudah di atas harus hati-hati karena hidup berputar," katanya.
Menurut dia, "Cakra Manggilingan" juga menjadi bagian dari tema besar Dies Natalis Ke-59 Unnes, yakni "Unnes berintegritas untuk Indonesia Emas" untuk memberikan gambaran bahwa mahasiswa harus berintegritas.
"Pada dies natalis kali ini, kami memang melibatkan mahasiswa sebanyak-banyaknya. Ya, harapannya sekaligus meningkatkan 'softskill' mereka. Karena, untuk menyiapkan pementasan ini kan sampai berbulan-bulan," katanya.
Dalam pementasan itu, tiga dalang bergantian tampil membawakan lakon "Cakra Manggilingan", diselingi dengan pementasan drama tari, campursari, peragaan busana, dan atraksi wushu yang ditampilkan mahasiswa.
Wayang kulit dan golek mampu dipadukan apik oleh tiga dalang yang disambut antusias penonton, tatkala sesekali sang dalang menampilkan adegan dan dialog yang menggelitik memancing gelak tawa.
Sementara itu, Wakil Rektor IV Unnes Prof Nur Qudus menjelaskan bahwa kegiatan pementasan seni itu menutup rangkaian Dies Natalis Ke-59 Unnes yang mengangkat tema "Unnes berintegritas untuk Indonesia Emas".
"Harapannya, setelah (status) Unnes dari PTN BLU (badan layanan umum) menjadi PTN BH (berbadan hukum), hasil karya dosen mahasiswa semakin baik meningkat, salah satunya pegelaran ini, semua karya ditampilkan dosen mahasiswa unnes," katanya.
Tiga dalang yang tampil adalah mahasiswa Unnes, yakni Dimas Ageng (Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa) untuk wayang kulit, Asep Wadi (Prodi Doktor Pendidikan Seni) dan Adhitya Bayu dari Prodi Bahasa dan Sastra Jawa untuk wayang golek.
"Tema (Cakra Manggilingan, red.) pentas ini untuk memberikan pendidikan kepada para mahasiswa bahwa kehidupan itu berputar," kata Ketua Panitia Dies Natalis Ke-59 Unnes Prof Wirawan Sumbodo, di Semarang, Jumat malam.
Tema "Cakra Manggilingan" diambil dari filosofi Jawa yang menggambarkan bahwa roda kehidupan akan terus berputar dan mengajarkan nilai-nilai kearifan lokal yang sangat mendalam.
Dengan berputarnya roda kehidupan, kata dia, kadang manusia berada di bawah sehingga harus memiliki cita-cita untuk meraih puncak, tetapi ketika sudah di atas tidak boleh terlena dengan kenikmatan dan kemewahan.
"Kehidupan itu berputar, kadang di atas, kadang di bawah. Bagi yang ada di bawah ini sebagai motivasi sehingga suatu saat akan menjadi pemimpin. Namun, ketika sudah di atas harus hati-hati karena hidup berputar," katanya.
Menurut dia, "Cakra Manggilingan" juga menjadi bagian dari tema besar Dies Natalis Ke-59 Unnes, yakni "Unnes berintegritas untuk Indonesia Emas" untuk memberikan gambaran bahwa mahasiswa harus berintegritas.
"Pada dies natalis kali ini, kami memang melibatkan mahasiswa sebanyak-banyaknya. Ya, harapannya sekaligus meningkatkan 'softskill' mereka. Karena, untuk menyiapkan pementasan ini kan sampai berbulan-bulan," katanya.
Dalam pementasan itu, tiga dalang bergantian tampil membawakan lakon "Cakra Manggilingan", diselingi dengan pementasan drama tari, campursari, peragaan busana, dan atraksi wushu yang ditampilkan mahasiswa.
Wayang kulit dan golek mampu dipadukan apik oleh tiga dalang yang disambut antusias penonton, tatkala sesekali sang dalang menampilkan adegan dan dialog yang menggelitik memancing gelak tawa.
Sementara itu, Wakil Rektor IV Unnes Prof Nur Qudus menjelaskan bahwa kegiatan pementasan seni itu menutup rangkaian Dies Natalis Ke-59 Unnes yang mengangkat tema "Unnes berintegritas untuk Indonesia Emas".
"Harapannya, setelah (status) Unnes dari PTN BLU (badan layanan umum) menjadi PTN BH (berbadan hukum), hasil karya dosen mahasiswa semakin baik meningkat, salah satunya pegelaran ini, semua karya ditampilkan dosen mahasiswa unnes," katanya.