Isu moderasi beragama harus masif di dunia maya
Semarang (ANTARA) - Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh Prof Kamaruzzaman mengatakan bahwa isu moderasi beragama harus bisa masuk secara masif di dunia maya atau virtual.
"Kalau ada di alam maya, ada 'virtual social setting'. Nah, isu-isu moderasi beragama harus bisa masuk pada 'virtual sosial setting' itu," katanya, di Semarang, Sabtu.
Hal tersebut disampaikan Presiden Asian Muslim Action Network (AMAN) itu saat konferensi pers rangkaian kegiatan Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2024 di UIN Walisongo Semarang.
Kamaruzzaman mencontohkan kasus di media sosial, seperti TikTok yang masih sedikit kemunculan kata moderasi agama dalam pencarian dibandingkan dengan istilah-istilah lain.
"Tugas kita adalah mempromosikan informasi-informasi keagamaan, pengetahuan-pengetahuan keagamaan. Itu yang tadi saya katakan serba 'automatic product of knowledge' bisa mencerahkan para pengguna (media sosial, red.)," katanya.
Menurut dia, berbicara tentang moderasi beragama tidak hanya bicara tentang "mind", tetapi bicara pada kesadaran sehingga harus bisa dilakukan dengan proses "new social engineering" atau rekayasa sosial di alam virtual.
"Konsep-konsep mendasar dalam rekayasa sosial di alam maya, pertama, kita bicara pada level komunal atau kelompok. Bagaimana kelompok-kelompok komunal ini bisa mempromosikan nilai-nilai moderasi beragama," katanya.
"Berapa di antara kita ini bisa menjadi agen dalam hal itu. Kemudian, konsepnya. Konsep ini yang kita maksud adalah konsep yang bisa mengubah cara berpikir masyarakat," tambahnya.
AICIS 2024 digelar pada 1-4 Februari oleh Kemenag sebagai ajang mempertemukan ratusan intelektual internasional muslim untuk merumuskan solusi dari berbagai permasalahan kemanusiaan global.
Pada tahun ini, AICIS mengangkat tema "Redefining The Roles of Religion in Addressing Human Crisis: Encountering Peace, Justice, and Human Rights Issues" untuk mencapai kedamaian, keadilan, dan saling menghormati antarsesama.
AICIS diikuti oleh jajaran rektor perguruan tinggi keagamaan Islam negeri (PTKIN) dan perguruan tinggi keagamaan Islam Swasta (PTKIS) se-Indonesia, para tokoh agama, dan ratusan akademisi internasional Islam.
Sementara itu, Prof Rahimin Afandi bin Abdul Rahim dari University of Malaya mengapresiasi penyelenggaraan AICIS sebagai perhelatan konferensi agama internasional yang bergengsi.
Ia mengatakan banyak mahasiswa pascasarjana di Malaysia yang menggunakan hasil "proceeding" (penelitian berkelanjutan) AICIS sebagai bahan belajar mereka.
"Hal ini menunjukkan luasnya jangkauan kebermanfaatan makalah hasil penelitian yang berpartisipasi dalam AICIS setiap tahunnya," pungkasnya.
Turut hadir pada Plenary Session #2 AICIS 2024, yaitu Prof. Madya Dr Kamaluddin Marjuni (Universiti Sultan Sharif Ali Brunei Darussalam) dan Assistant Professor Dr. Jassim Mohammed Harjan (University of Baghdad, Iraq).
"Kalau ada di alam maya, ada 'virtual social setting'. Nah, isu-isu moderasi beragama harus bisa masuk pada 'virtual sosial setting' itu," katanya, di Semarang, Sabtu.
Hal tersebut disampaikan Presiden Asian Muslim Action Network (AMAN) itu saat konferensi pers rangkaian kegiatan Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2024 di UIN Walisongo Semarang.
Kamaruzzaman mencontohkan kasus di media sosial, seperti TikTok yang masih sedikit kemunculan kata moderasi agama dalam pencarian dibandingkan dengan istilah-istilah lain.
"Tugas kita adalah mempromosikan informasi-informasi keagamaan, pengetahuan-pengetahuan keagamaan. Itu yang tadi saya katakan serba 'automatic product of knowledge' bisa mencerahkan para pengguna (media sosial, red.)," katanya.
Menurut dia, berbicara tentang moderasi beragama tidak hanya bicara tentang "mind", tetapi bicara pada kesadaran sehingga harus bisa dilakukan dengan proses "new social engineering" atau rekayasa sosial di alam virtual.
"Konsep-konsep mendasar dalam rekayasa sosial di alam maya, pertama, kita bicara pada level komunal atau kelompok. Bagaimana kelompok-kelompok komunal ini bisa mempromosikan nilai-nilai moderasi beragama," katanya.
"Berapa di antara kita ini bisa menjadi agen dalam hal itu. Kemudian, konsepnya. Konsep ini yang kita maksud adalah konsep yang bisa mengubah cara berpikir masyarakat," tambahnya.
AICIS 2024 digelar pada 1-4 Februari oleh Kemenag sebagai ajang mempertemukan ratusan intelektual internasional muslim untuk merumuskan solusi dari berbagai permasalahan kemanusiaan global.
Pada tahun ini, AICIS mengangkat tema "Redefining The Roles of Religion in Addressing Human Crisis: Encountering Peace, Justice, and Human Rights Issues" untuk mencapai kedamaian, keadilan, dan saling menghormati antarsesama.
AICIS diikuti oleh jajaran rektor perguruan tinggi keagamaan Islam negeri (PTKIN) dan perguruan tinggi keagamaan Islam Swasta (PTKIS) se-Indonesia, para tokoh agama, dan ratusan akademisi internasional Islam.
Sementara itu, Prof Rahimin Afandi bin Abdul Rahim dari University of Malaya mengapresiasi penyelenggaraan AICIS sebagai perhelatan konferensi agama internasional yang bergengsi.
Ia mengatakan banyak mahasiswa pascasarjana di Malaysia yang menggunakan hasil "proceeding" (penelitian berkelanjutan) AICIS sebagai bahan belajar mereka.
"Hal ini menunjukkan luasnya jangkauan kebermanfaatan makalah hasil penelitian yang berpartisipasi dalam AICIS setiap tahunnya," pungkasnya.
Turut hadir pada Plenary Session #2 AICIS 2024, yaitu Prof. Madya Dr Kamaluddin Marjuni (Universiti Sultan Sharif Ali Brunei Darussalam) dan Assistant Professor Dr. Jassim Mohammed Harjan (University of Baghdad, Iraq).