Semarang (ANTARA) - Memperingati Hari Pers Nasional (HPN) Tingkat Jawa Tengah 2022, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Jawa Tengah menggelar sarasehan dan sambung rasa di Kantor PWI Jateng, Rabu.
Kegiatan dengan materi berat dan serius bertema "Pers Survival di Era Digital" itu dikemas dengan gaya santai, namun sama sekali tidak mengurangi bobot dan substansi yang disampaikan oleh tiga pemateri beda latar belakang dan usia.
Pemateri pertama, Sri Mulyadi, wartawan senior yang juga anggota Dewan Kehormatan Provinsi (DKP) PWI Jateng. Kemudian, Amirudin (Ketua Departemen Ilmu Budaya, FIB Undip) dan Arie Widiarto (Ayo Media Network).
Sri Mulyadi yang tampil sebagai pemateri pertama langsung meluncurkan pertanyaan retoris. "Masih dibutuhkankah pers di era digital ini?"
Menurut Mbah Mul, sapaan akrab Sri Mulyadi, saat ini sebanyak 70 persen informasi didapat khalayak dari media sosial (medsos). Ada banyak medsos yang bisa diakses masyarakat, dengan ragam kabar dan informasi, tanpa ada batasan dan tak ada konfirmasi.
''Namun kekuatan media massa arus utama dipastikan mampu menyajikan hal-hal yang benar dan bisa dipertanggungjawabkan,'' kata Mbah Mul yang kini mengelola suarabaru.id itu.
Keberadaan pers sampai saat ini, menurut dia, masih dibutuhkan masyarakat sebagai panduan informasi yang benar dan bertanggung jawab.
Amirudin menyebutkan keunggulan media digital sebagai kekuatan baru memungkinkan terjadinya kolaborasi, fleksibilitas, dan profit sharing. Namun konsekuensinya, korporasi perlu melakukan perubahan dalam proses dan model bisnisnya serta investasi teknologi barunya.
Kecenderungan media daring sebagai konsekuensi transformasi digital, menurut dia, ada pada penekanan aspek kecepatan. Selain itu adanya orientasi umpan klik (clickbait).
''Perlu juga adanya peningkatan kompetensi digital bagi insan pers untuk pengembangan ekosistem (pers) digital. Selain itu, adanya perubahan mindset dari jurnalis esensialis ke anti-esensialis,'' sebut Amirudin.
Arie Widiarto menyampaikan bahwa ada peningkatan biaya belanja untuk programmatic advertising sebesar 71 persen.
Jika melihat angka itu, terbayang cerahnya masa depan media digital di Indonesia. Asumsinya, pertumbuhan periklanan digital berbanding lurus dengan pertumbuhan media digital.
''Namun terdapat elemen kontradiktif antara pertumbuhan optimistis data itu secara makro dibanding dengan tantangan bisnis dan keadaan media digital kekinian secara mikro,'' ujar dia.
Karena, menurut dia, sistem kerja iklan programmatic mirip dengan pasar modal. Pengiklan berperan sebagai investor, sedangkan media sebagai penjual produk investasi. Maka, harga inventori ditentukan oleh supply dan demand.
''Sistem ini melahirkan ancaman sustainability (keberlangsungan) karena perusahaan media kehilangan kontrol untuk menentukan harga jual produknya sendiri. Secara natural, pola programmatic melahirkan kerangka berpikir bahwa makin banyak trafik pembaca maka akan menghasilkan banyak revenue (pendapatan),'' kata wartawan kawakan yang masih lincah di lapangan itu.
Berita Terkait
Ketua PWI Jateng ajak jurnalis Kudus jadi wartawan berakhlak
Sabtu, 9 Maret 2024 18:41 Wib
Dirjen IKP Kemenkominfo tutup Festival Pers 2024 di Surakarta
Jumat, 1 Maret 2024 8:30 Wib
Lagi, PLN dan PWI Jateng berikan tali asih kepada janda wartawan
Sabtu, 10 Februari 2024 10:29 Wib
PWI Surakarta: Kemitraan penting untuk perkembangan pers
Jumat, 9 Februari 2024 16:26 Wib
Hadiri HPN di PWI Jateng, Mbak Ita apresiasi kerja wartawan
Jumat, 9 Februari 2024 15:37 Wib
Komite laporkan 67 wartawan tewas di Jalur Gaza
Sabtu, 2 Desember 2023 12:51 Wib
18 wartawan lulus UKW PWI Jateng
Jumat, 24 November 2023 21:56 Wib
PWI Banyumas salurkan bantuan air bersih bagi warga Panusupan
Selasa, 10 Oktober 2023 16:28 Wib