Purwokerto (ANTARA) - Direktur Keselamatan Perkeretaapian Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan Edi Nursalam menyatakan sekitar 80 persen perlintasan sebidang kereta api tidak dijaga sehingga sering memakan korban.
"Perlintasan sebidang itu kadang-kadang uncontrolable, dia tidak bisa terkontrol dengan baik, baik yang sudah dijaga maupun tidak dijaga. Walaupun sudah dijaga, orang masih bisa menerobos, apalagi yang tidak dijaga," katanya dalam diskusi kelompok terpumpun (Focus Group Discussion/FGD) yang diselenggarakan secara daring oleh PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 5 Purwokerto dan diikuti wartawan di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis.
Diskusi kelompok terpumpun dengan tema "Keselamatan Pintu Perlintasan Kereta Api di Wilayah Daop 5 Purwokerto" yang dipandu Kepala PT KAI Daop 5 Joko Widagdo itu juga menghadirkan Direktur Keselamatan dan Keamanan PT Kereta Api Indonesia (Persero) John Robertho serta diikuti pejabat pemerintah kabupaten dan kepolisian di wilayah kerja PT KAI Daop 5 Purwokerto.
Edi mengatakan jumlah perlintasan sebidang kereta api yang dijaga saat ini lebih kurang 2.000 titik atau sekitar 20 persen.
"Jadi lebih kurang 80 persen perlintasan tidak dijaga. Bayangkan rawannya perlintasan sebidang yang tidak dijaga ini, 80 persen ini yang nanti akan menelan korban jiwa," katanya.
Selain itu, kata dia, perlintasan sebidang yang tidak dijaga juga dapat mengganggu keselamatan operasional perkeretaapian.
Menurut dia, masyarakat pun dituntut untuk tetap waspada, berhati-hati, dan displin di perlintasan sebidang.
Kendati demikian, dia mengakui pihaknya tidak bisa menyalahkan masyarakat 100 persen ketika terjadi kecelakaan.
"Bagaimana masyarakatnya bisa disiplin kalau perlintasannya saja tidak dijaga, tidak ada rambu, tidak ada early warning system (EWS) bagi mereka. Itu kadang-kadang mereka enggak tahu apakah kereta api sedang mau lewat atau tidak, mereka enggak tahu," katanya.
Terkait dengan hal itu, Edi memaparkan berbagai regulasi yang mengatur tentang perlintasan sebidang kereta api termasuk rencana penutupan perlintasan sebidang terutama yang tanpa izin dan perlintasan sebidang yang sudah memiliki jalan alternatif berupa flyover, underpass, jalan kolektor, dan sebagainya.
Sementara itu, Direktur Keselamatan dan Keamanan PT KAI (Persero) John Robertho mengatakan selama bulan Januari hingga Agustus 2021, PT KAI (Persero) telah melakukan penutupan perlintasan sebidang sejumlah 229 perlintasan yang pelaksanaannya tersebar di setiap wilayah Daop/Divre.
"Pada tahun 2021, kami memrogramkan penutupan 407 perlintasan yang tersebar di sembilan Daop dan empat Divre (Divisi Regional)," katanya.
Ia mengatakan sosialisasi terkait keselamatan di perlintasan sebidang secara langsung dilakukan rutin setiap tahun.
Hingga Agustus 2021, kata dia, pihaknya telah dilakukan sebanyak 27 kali sosialisasi secara langsung di perlintasan sebidang bekerja sama dengan komunitas, Dinas Perhubungan, Jasa Marga, Direktorat Jenderal Perkeretaapian, serta Kepolisian.
Dalam diskusi tersebut, John juga memaparkan faktor-faktor kecelakaan di perlintasan sebidang, antara lain kelalaian manusia dan ketidakdisiplinan pengguna jalan raya terhadap rambu-rambu dan semua aturan perlintasan sebidang.
Selain itu, tidak terpasang dan atau tidak berfungsinya peralatan keselamatan di perlintasan sebidang, kerusakan geometri jalan raya pada perlintasan sebidang yang tidak segera diperbaiki, serta kondisi daerah tertentu di perlintasan sebidang berada pada tanjakan atau turunan, jarak pandang terbatas, dan masih terdapat kecelakaan pada perlintasan sebidang yang dijaga.
"Berdasarkan data kecelakaan dua tahun terakhir didapati bahwa kecelakaan di perlintasan tidak dijaga sembilan kali lebih tinggi dibanding perlintasan terjaga," katanya.
Terkait dengan hal itu, dia menyarankan pemerintah daerah untuk melengkapi rambu-rambu di jalan raya dan secara berkelanjutan sosialisasi guna meningkatkan kesadaran pengguna jalan terhadap bahaya di perlintasan sebidang.
Selain itu, melengkapi EWS di perlintasan prioritas dan mencantumkan nomor call center pada EWS sebagai sarana komunikasi kepada pengguna jalan, melakukan pemeliharaan dan perbaikan EWS di perlintasan, perawatan dan perbaikan jalan raya pada perlintasan sebidang, pembuatan jalan-jalan kolektor dan menutup perlintasan sebidang (PJL) tidak resmi secara permanen.
"Data PJL resmi teregistrasi yang belum ada penjaga supaya diberikan penjaga yang tersertifikasi oleh pihak terkait. Juga memberikan pelatihan, penyegaran dan peningkatan kompetensi PJL," kata John.