Sembilan korban terorisme di Solo dapat kompensasi uang
Solo (ANTARA) - Pemerintah melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyerahkan kompensasi kepada sembilan orang yang menjadi korban tindak pidana terorisme di Solo, Jawa Tengah.
Kompensasi kepada sembilan korban diserahkan oleh Kepala Biro Pemenuhan Saksi dan Korban, LPSK RI, Sriyana, didampingi Kepala Polres Kota Surakarta, Komisaris Besar Polisi Ade Safri Simanjutak, di Mapolresta Surakarta, Rabu.
Menuru Kepala Biro Pemenuhan Saksi dan Korban LPSK, Sriyana, LPSK sebagai lembaga negara diberikan mandat salah satunya untuk memberikan kompensasi kepada korban tindak pidana terorisme termasuk masa lalu.
Menurut Sriyana, sejak kejadian Bom Bali pada 2002 semua korban mempunyai hak yang dinamakan kompensasi yang dibayarkan negara melalui LPSK yang secara simbolis diberikan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, pada 16 Desember 2020. Karena pandemi penerimaan kompenasasi perwakilan hanya 20 orang.
Oleh karena itu, LPSK menindaklanjuti soal kompensasi kemudian datang ke Solo, untuk menyerahkan untuk sembilan orang korban tindak pidana terorisme di Solo.
Sembilan korban itu kasus tindak pidana terorisme di Solo yakni bom di Gereja Bethel Injil Sepenuh, Kepunton, pada 25 September 2011; penembakan satu anggota Polresta Surakarta di Pos Polisi Singosaren, pada 30 Agustus 2012, menewaskan Brigadir Polisi Kepala Dwi Data Subekti; dan bom bunuh diri Markas Polresta Surakarta pada 5 Juli 2016.
Pemberian kompensasi tersebut bagian dari amanat UU Nomor 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Untuk di Solo ada sembilan orang korban kasus terorisme berhak mendapatkan kompensasi dengan besaran berbeda-beda.
LPSK kemudian melakukan penilain terhadap sembilan korban tersebut, dan tim dokter forensik menyatakan empat korban kasuk kategori sedang dan lima korban berat. Jadi nilai-nilai berdasarkan ketentuan, dan kreteria dari Kementerian Keuangan yakni yang meninggal dunia menerimaa Rp250 juta, korban luka berat Rp210 juta, korban sedang Rp115 juta, dan korban ringan Rp75 juta.
Dari sembilan korban tindak pidana terorisme di Solo, tiga orang di antaranya, anggota Polresta Surakarta, enam lainnya warga masyarakat kejadian GBIS Kepunton Solo.
"Korban pada masa lalu tindak pidana terorisme sesuai UU Nomor 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, negara memberikan kesempatan kepada korban yang belum mendapatkan pelayanan dari LPSK dalam bentuk kompensasi masih diberikan kesempatan mengajukan paling lambat Juni 2021," katanya.
Artinya, sebanyak 215 korban menerima kompensasi pada 2020 itu baru tahap awal setelah dilakukan verifikasi. Untuk itu, warga yang menjadi korban terorisme yang belum mendapatkan layanan silahkan melakukan permohonan kepada LPSK. "Kami nanti turun paling tidak Juni 2021, nama-nama calon sudah terdaftar di LPSK," katanya.
Kompensasi kepada sembilan korban diserahkan oleh Kepala Biro Pemenuhan Saksi dan Korban, LPSK RI, Sriyana, didampingi Kepala Polres Kota Surakarta, Komisaris Besar Polisi Ade Safri Simanjutak, di Mapolresta Surakarta, Rabu.
Menuru Kepala Biro Pemenuhan Saksi dan Korban LPSK, Sriyana, LPSK sebagai lembaga negara diberikan mandat salah satunya untuk memberikan kompensasi kepada korban tindak pidana terorisme termasuk masa lalu.
Menurut Sriyana, sejak kejadian Bom Bali pada 2002 semua korban mempunyai hak yang dinamakan kompensasi yang dibayarkan negara melalui LPSK yang secara simbolis diberikan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, pada 16 Desember 2020. Karena pandemi penerimaan kompenasasi perwakilan hanya 20 orang.
Oleh karena itu, LPSK menindaklanjuti soal kompensasi kemudian datang ke Solo, untuk menyerahkan untuk sembilan orang korban tindak pidana terorisme di Solo.
Sembilan korban itu kasus tindak pidana terorisme di Solo yakni bom di Gereja Bethel Injil Sepenuh, Kepunton, pada 25 September 2011; penembakan satu anggota Polresta Surakarta di Pos Polisi Singosaren, pada 30 Agustus 2012, menewaskan Brigadir Polisi Kepala Dwi Data Subekti; dan bom bunuh diri Markas Polresta Surakarta pada 5 Juli 2016.
Pemberian kompensasi tersebut bagian dari amanat UU Nomor 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Untuk di Solo ada sembilan orang korban kasus terorisme berhak mendapatkan kompensasi dengan besaran berbeda-beda.
LPSK kemudian melakukan penilain terhadap sembilan korban tersebut, dan tim dokter forensik menyatakan empat korban kasuk kategori sedang dan lima korban berat. Jadi nilai-nilai berdasarkan ketentuan, dan kreteria dari Kementerian Keuangan yakni yang meninggal dunia menerimaa Rp250 juta, korban luka berat Rp210 juta, korban sedang Rp115 juta, dan korban ringan Rp75 juta.
Dari sembilan korban tindak pidana terorisme di Solo, tiga orang di antaranya, anggota Polresta Surakarta, enam lainnya warga masyarakat kejadian GBIS Kepunton Solo.
"Korban pada masa lalu tindak pidana terorisme sesuai UU Nomor 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, negara memberikan kesempatan kepada korban yang belum mendapatkan pelayanan dari LPSK dalam bentuk kompensasi masih diberikan kesempatan mengajukan paling lambat Juni 2021," katanya.
Artinya, sebanyak 215 korban menerima kompensasi pada 2020 itu baru tahap awal setelah dilakukan verifikasi. Untuk itu, warga yang menjadi korban terorisme yang belum mendapatkan layanan silahkan melakukan permohonan kepada LPSK. "Kami nanti turun paling tidak Juni 2021, nama-nama calon sudah terdaftar di LPSK," katanya.