Semarang (ANTARA) - Delapan anggota kelompok intoleran pelaku kekerasan dalam kegiatan doa jelang pernikahan yang digelar di Metrodanan, Pasar Kliwon, Kota Solo, beberapa waktu lalu diadili di Pengadilan Negeri Semarang.
Sidang yang digelar secara daring di Semarang, Rabu, terbagi dalam tujuh berkas perkara dan dipimpin oleh Hakim Ketua Purjana dan Betsji Siske Manoe secara bergantian.
Majelis hakim yang mengadili perkara tersebut berada di PN Semarang, sementara jaksa penuntut umum dan para terdakwa berada di Solo.
Kedelapan pelaku yang diadili tersebut masing-masing Arif Nugroho, Budi Doyo, Agus Nugroho, Surono, Muhamad Misran, Sutarto, Muhamad Lahmudin dan Mochammad Syakir.
Jaksa Penuntut Umum Wahju Darmawan, dalam dakwaannya mengatakan, massa mendatangi sebuah acara doa menjelang pernikahan atau midodareni yang berlangsung di Jalan Cempaka Nomor 81, Pasar Kliwon, Kota Solo, pada 8 Agustus 2020.
Para pelaku datang ke lokasi setelah memperoleh informasi yang disampaikan melalui grup Whatsapp.
Massa yang sudah berkumpul itu menyebut kegiatan digelar tersebut merupakan kegiatan kelompok Syiah dan meminta untuk dibubarkan.
Jaksa menuturkan, polisi yang berjaga di lokasi kejadian sudah menghadang kedatangan kelompok massa itu dan meminta agar membubarkan diri.
"Terdakwa mendesak petugas kepolisian dan berusaha masuk lokasi acara," katanya.
Peserta doa midodareni yang akhirnya membubarkan diri sempat menjadi korban amukan massa setelah mobil yang ditumpanginya dipukul dengan menggunakan tangan kosong maupun kayu.
Bahkan, lanjut dia, beberapa peserta doa yang membubarkan diri dengan mengendarai sepeda motor justru menjadi korban penganiayaan oleh sekelompok massa itu.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 170 atau 160 atau 168 atau 335 KUHP.
Terhadap dakwaan tersebut, para terdakwa dengan penasihat hukumnya menyatakan akan mengajukan eksepsi karena dakwaan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.