Semarang (ANTARA) -
Usai menyampaikan amanat upacara, Ganjar menengok ke belakang dan mengundang veteran bernama M. Amin Munadjat untuk naik ke podium.
"Di ulang tahun ini rasanya sangat jarang kita mendengar apa kata veteran, apa yang dirasakan Beliau. Dalam kesempatan yang baik ini saya mengundang senior kita, veteran kita, untuk naik ke podium ini, saya persilakan," kata Ganjar.
Amin Munadjat, yang merupakan Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Jawa Tengah, kemudian menuju ke podium dan menyampaikan pesan-pesan.
Dia mengemukakan keprihatinan melihat melemahnya persatuan dan kesatuan bangsa serta perdebatan berlebihan sehingga keluar dari konteks seputar ideologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, pertahanan keamanan, dan agama.
Menurut dia, perbedaan pandangan seharusnya tidak menjadi sumber perpecahan.
"Kita harus bersama, bersatu untuk mengatasi COVID-19 yang dampaknya sampai ke seluruh aspek kehidupan. Kita bangsa bhinneka dan kita harus menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya pedoman oleh setiap warga bangsa," katanya.
Dia juga menyampaikan pesan khusus kepada Gubernur.
"Kami tahu Bapak sudah berbuat banyak untuk Jawa Tengah, namun mewakili teman-teman veteran kami titip agar Jateng tetap terjaga persatuan kesatuannya, guyub rukun warganya, dijiwai nilai-nilai Pancasila untuk menjadi bangsa yang tata tentrem kerta raharja," katanya.
Upacara peringatan Hari Kemerdekaan RI di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berlangsung sederhana dengan peserta terbatas. Upacara hanya diikuti oleh sebagian aparatur sipil negara, perwakilan dari TNI-Polri, dan pelajar.
Saat menyampaikan amanat upacara, Gubernur mengutip nasihat Mbah Patmo Darsono, seorang warga berusia 70 tahun yang tetap bersemangat dan selalu bersyukur di Dusun Girpasang, Kabupaten Klaten.
Dia mengutip nasihat Mbah Patmo yang disampaikan dalam bahasa Jawa, "Urip kui senajan abot tetep kudu dilakoni. Aja sambat lan aja ngeluh, aja mandhek sanajan dengkul wis ndredheg" (Hidup itu meskipun berat tetap harus dijalani. Jangan mengeluh, jangan berhenti meskipun lutut sudah bergetar).
"Spirit dari Mbah Patmo untuk jangan mengeluh itu yang harus terus ada di dada kita. Menengok sanubari dan menakar kadar cinta kepada negeri. Tidak dari seberapa penting posisi atau tenarnya nama kita," kata Ganjar.
Baca juga: Naskah asli proklamasi tulisan Soekarno bakal ditampilkan di Istana