Magelang (ANTARA) - Sejumlah gunung di Provinsi Jawa Tengah ditimpa kebakaran lahan, setidaknya dalam beberapa waktu terakhir ini.
Kebakaran gunung itu justru menjelang wilayah Jateng memasuki musim hujan pada Oktober-November mendatang, berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.
Sebut saja sejumlah gunung yang kebakaran akhir-akhir ini, yakni Gunung Slamet di Kabupaten Purbalingga, Gunung Sumbing di Kabupaten Wonosobo, Gunung Andong, Merapi, dan Merbabu di Kabupaten Magelang.
Dari mana datangnya api yang membuat kebakaran gunung-gunung itu? Nyaris, penyebabnya tidak diketahui pasti.
Baca juga: Kebakaran hutan di Gunung Merbabu meluas
Sebagian besar penyebabnya masih sebatas dugaan, antara lain ulah oknum pendaki tidak memastikan kematian api yang mereka buat untuk perapian, atau oknum warga membakar lahan untuk menyiapkan lokasi penanaman komoditas semusim saat musim hujan mendatang, atau gesekan terus menerus antardedaunan kering yang ditimpa udara makin panas dan embusan angin yang cenderung kencang.
Oleh karena gunung sedang terbakar, aktivitas pendakian dari segala "pintu" pun terhenti karena ditutup. Hal itu, sebagaimana Gunung Merbabu ditutup untuk pendakian hingga tiba musim hujan mendatang.
Kalau tidak ada api maka tidak ada kebakaran, tanpa embusan angin maka titik kebakaran tak akan merembet ke areal yang lebih luas, sementara air sebagai senjata pamungkas pemadaman kobaran api tak mampu dihadirkan seketika untuk menyentuh kebakaran gunung.
Oleh karena areal terbakar di tempat tinggi dan lokasinya terjal di gunung, boleh dibilang sulit petugas, relawan, dan masyarakat melakukan penyemprotan air dengan menggunakan mobil tanki air. Armada pengangkut air pasti tak mampu menjangkau terdekat lokasi itu.
Sempat muncul wacana menghadirkan helikopter pengebom air untuk memadamkan kebakaran di Gunung Merbabu, beberapa hari lalu.
Baca juga: Kebakaran hutan Gunung Slamet seluas 14,3 hektare
Dengan cara manual, pada Minggu (15/9) kebakaran Merbabu sejak beberapa hari sebelumnya, dinyatakan berhasil dikendalikan. Untuk kebakaran Gunung Slamet Kabupaten Purbalingga selama beberapa hari, telah berhasil dikendalikan pada Jumat (11/9).
Sebelumnya, kebakaran Gunung Sumbing (Wonosobo), Gunung Merapi dan Andong (Magelang) yang terjadi pada akhir Agustus dan awal September lalu, secara dominan manual juga telah dikendalikan.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengemukakan pemikiran tentang cara ke depan untuk pemadaman kebakaran yang lebih efektif, selain dengan pengeboman air, seperti melalui penggunaan robot dan teknologi lainnya.
"Tidak menutup kemungkinan penggunaan robot atau teknologi lain untuk memadamkan api. Kami akan bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk mencari teknologi tersebut," ujarnya.
Baca juga: Jalur pendakian Merbabu ditutup akibat kebakaran
Sampai sekarang ini, pemadaman gunung kobong tetap mengandalkan cara-cara manual oleh petugas, relawan, dan warga.
Dengan alat-alat seperti ranting pohon, cangkul, sabit, dan lainnya itu, mereka melakukan "gepyokan" dan membuat "ilaran" atau penyekatan, yakni membabati tanaman atau pepohonan yang belum tersentuh api supaya kobaran si jago merah dan intervensi embusan angin tidak merembet ke lokasi yang lebih luas.
Oleh karena kerja keras petugas, relawan, dan warga, serta tantangan medan yang harus mereka tembus di gunung-gunung itu untuk mencapai lokasi kebakaran, layak kiranya mereka mendapatkan apresiasi, sebagaimana disampaikan Gubernur Ganjar Pranowo.
Meskipun api yang membakar lahan di gunung-gunung itu dinyatakan berhasil dikendalikan, mereka masih harus bersiaga penuh untuk mengantisipasi munculnya titik api.
Kemunculan lagi titik api berpotensi mendatangkan kebakaran susulan di gunung-gunung tersebut.
Apalagi, tiupan angin yang cenderung menguat menjelang pancaroba ini, bisa membuat titik api berkobar kembali dan membakar lahan yang lebih luas lagi.
Sementara air masih berdiam diri, menunggu waktu beberapa bulan ke depan untuk hadir secara meyakinkan sebagai pemasti atas padamnya api yang membakar gunung-gunung.
Air diperkirakan naik "panggung" menjadi penanda utama musim hujan, Oktober-November mendatang. Kira-kira ia datang pada babak akhir rangkaian "pementasan" kebakaran gunung-gunung saat musim kemarau tahun ini.
Dengan caranya, air akan menembus tiupan angin untuk menyentuh api dengan berbagai sisanya, dan menjadi jalan kepastian bagi padamnya kebakaran gunung-gunung. Ia lalu berdiam diri dan menyelinap di dalam tanah. Menunggu dan menjalani waktunya tersendiri.
Oleh karenanya, jangan main-main dengan temu raya api-angin-air. Cam-kan!