Pertamina dorong masyarakat gunakan elpiji nonsubsidi
Purwokerto (ANTARA) - Pertamina wilayah operasi pemasaran (MOR) IV Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta mendorong masyarakat untuk menggunakan elpiji nonsubsidi Bright Gas, kata Unit Manager Communication and CSR Pertamina MOR IV Jateng-DIY, Andar Titi Lestari.
"Saat ini masih banyak masyarakat yang menggunakan elpiji 3 kilogram yang sebenarnya ditujukan untuk warga miskin," katanya saat diskusi "Mekanisme Distribusi Elpiji 3 Kg Tepat Sasaran" di Purwokerto, Jawa Tengah, Jumat.
Diskusi yang diselenggarakan Pertamina MOR IV Jateng-DIY bekerja sama dengan Forum Wartawan Ekonomi (Warek) Semarang itu diikuti wartawan dari wilayah Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen serta perwakilan Dinas Perdagangan dari masing-masing wilayah.
Menurut Andar, elpiji 3 kilogram merupakan barang bersubsidi yang pembiayaannya dibebankan kepada APBN.
Oleh karena produk bersubsidi, kata dia, penyaluran dan penggunaan serta pengawasannya merupakan tanggung jawab bersama.
"Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyaluran dan Pendistribusian LPG, bahwa fungsi pengawasan Pertamina sebagai bahan usaha yang ditunjuk untuk menyalurkan elpiji bersubsidi adalah mulai dari SPPBE, agen, hingga pangkalan. Artinya, titik poin terakhir pendistribusian adalah pangkalan, bukan di pengecer," katanya.
Baca juga: Ditemukan ratusan elpiji bersubsidi tidak tepat sasaran di wilayah Kedu
Ia mengatakan Pertamina bersama Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) akan menindak tegas lembaga penyalur yang berada di bawah pengelolaan Pertamina, yakni Stasiun Pusat Pengisian Bulk Elpiji (SPPBE), agen, dan pangkalan elpiji yang menyalahi aturan tersebut.
Selain aturan mengenai lembaga penyalur, kata dia, Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG 3 Kilogram, menyebutkan bahwa elpiji 3 kilogram bersubsidi hanya diperuntukkan bagi rumah tangga miskin dan usaha mikro.
Sementara untuk usaha kecil, menengah, dan atas serta masyarakat mampu dapat menggunakan elpiji nonsubsidi yang saat ini tersedia di pasaran, yakni Bright Gas dengan ukuran 5,5 kilogram dan 12 kilogram.
"Dengan adanya FGD seperti ini, Pertamina sangat terbantu untuk menyebarluaskan informasi mengenai penyaluran elpiji 3 kilogram bersubsidi. Kami akan terus berkoordinasi dan bersinergi dengan seluruh stakeholder seperti Disperindag dan rekan-rekan media untuk menyalurkan elpiji 3 kilogram ini agar tepat sasaran," katanya.
Baca juga: Alokasi elpiji bersubsidi di Pekalongan ditambah 256 tabung
Lebih lanjut, Andar mengatakan dalam kegiatan inspeksi mendadak ke sektor usaha nonmikro berupa rumah makan, peternakan ayam, dan usaha nonmikro lainnya di 18 lokasi yang tersebar di Kabupaten Wonosobo, Kebumen, Temanggung, dan Purworejo pada bulan April 2019 menemukan pengunaan elpiji 3 kilogram yang tidak tepat sasaran sebanyak 254 tabung.
Sementara saat sidak di wilayah Cilacap, Banyumas, Purbalingga, dan Banjarnegara dalam tiga bulan terakhir ditemukan 216 tabung elpiji 3 kilogram yang salah sasaran.
Dia mengakui jika beberapa tahun ada wacana penggunaan Kartu Kendali dalam pembelian elpiji 3 kilogram agar penyalurannya tepat sasaran. Bahkan, kata dia, Kartu Kendali tersebut sempat diujicobakan di sejumlah daerah seperti Banyumas dan Purbalingga. "Kartu Kendali diberikan oleh pemerintah kepada warga miskin dan UKM," katanya.
Akan tetapi dalam praktiknya, kata dia, Kartu Kendali terkendala oleh data yang seharusnya diperbarui setiap tahunnya oleh pemerintah daerah.
Baca juga: Pertamina dan Bulog optimalkan RPK untuk salurkan elpiji nonsubsidi
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Agus Suroso mengatakan konversi penggunaan elpiji 3 kilogram ke elpiji 5,5 kilogram mestinya diadakan guna meningkatkan penggunaaan elpiji nonsubsidi.
"Dulu cita-citanya sudah tercapai, konversi dari minyak tanah ke elpiji 3 kilogram, pemerintah dapat menghemat anggaran yang luar biasa. Sekarang begitu subsidinya naik, pemerintah harus berbagi dengan kebutuhan pembangunan yang lain, namun masyarakat sensitif," katanya.
Menurut dia, sebaiknya konversi dari elpiji 3 kilogram ke elpiji 5,5 kilogram dilakukan secara gratis dengan menukarkan satu tabung 3 kilogram dengan satu tabung 5,5 kilogram. "Jangan (dengan menukarkan) tiga tabung (3 kilogram) mendapat satu tabung (5,5 kilogram), satu-satu, pasti laris. Pasti dijamin sukses," katanya.
Selain Agus Suroso, diskusi tersebut juga menghadirkan dua narasumber lainnya, yakni Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perdagangan Provinsi Jawa Tengah Mochamad Santoso dan pengurus Hiswana Migas Banyumas Bambang Parmono.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Forum Warek Semarang Alkomari mengharapkan melalui diskusi tersebut mampu menemukan formulasi atau model distribusi elpiji 3 kilogram yang tepat agar penyalurannya tepat sasaran. "Hal itu guna memastikan elpiji 3 kilogram benar-benar untuk masyarakat uang berhak menerimanya," katanya.
Baca juga: Berani oplos elpiji, Pertamina bakal gulung agen maupun pangkalan
Baca juga: Polisi Solo bongkar pengoplosan elpiji bersubsidi
"Saat ini masih banyak masyarakat yang menggunakan elpiji 3 kilogram yang sebenarnya ditujukan untuk warga miskin," katanya saat diskusi "Mekanisme Distribusi Elpiji 3 Kg Tepat Sasaran" di Purwokerto, Jawa Tengah, Jumat.
Diskusi yang diselenggarakan Pertamina MOR IV Jateng-DIY bekerja sama dengan Forum Wartawan Ekonomi (Warek) Semarang itu diikuti wartawan dari wilayah Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen serta perwakilan Dinas Perdagangan dari masing-masing wilayah.
Menurut Andar, elpiji 3 kilogram merupakan barang bersubsidi yang pembiayaannya dibebankan kepada APBN.
Oleh karena produk bersubsidi, kata dia, penyaluran dan penggunaan serta pengawasannya merupakan tanggung jawab bersama.
"Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyaluran dan Pendistribusian LPG, bahwa fungsi pengawasan Pertamina sebagai bahan usaha yang ditunjuk untuk menyalurkan elpiji bersubsidi adalah mulai dari SPPBE, agen, hingga pangkalan. Artinya, titik poin terakhir pendistribusian adalah pangkalan, bukan di pengecer," katanya.
Baca juga: Ditemukan ratusan elpiji bersubsidi tidak tepat sasaran di wilayah Kedu
Ia mengatakan Pertamina bersama Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) akan menindak tegas lembaga penyalur yang berada di bawah pengelolaan Pertamina, yakni Stasiun Pusat Pengisian Bulk Elpiji (SPPBE), agen, dan pangkalan elpiji yang menyalahi aturan tersebut.
Selain aturan mengenai lembaga penyalur, kata dia, Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG 3 Kilogram, menyebutkan bahwa elpiji 3 kilogram bersubsidi hanya diperuntukkan bagi rumah tangga miskin dan usaha mikro.
Sementara untuk usaha kecil, menengah, dan atas serta masyarakat mampu dapat menggunakan elpiji nonsubsidi yang saat ini tersedia di pasaran, yakni Bright Gas dengan ukuran 5,5 kilogram dan 12 kilogram.
"Dengan adanya FGD seperti ini, Pertamina sangat terbantu untuk menyebarluaskan informasi mengenai penyaluran elpiji 3 kilogram bersubsidi. Kami akan terus berkoordinasi dan bersinergi dengan seluruh stakeholder seperti Disperindag dan rekan-rekan media untuk menyalurkan elpiji 3 kilogram ini agar tepat sasaran," katanya.
Baca juga: Alokasi elpiji bersubsidi di Pekalongan ditambah 256 tabung
Lebih lanjut, Andar mengatakan dalam kegiatan inspeksi mendadak ke sektor usaha nonmikro berupa rumah makan, peternakan ayam, dan usaha nonmikro lainnya di 18 lokasi yang tersebar di Kabupaten Wonosobo, Kebumen, Temanggung, dan Purworejo pada bulan April 2019 menemukan pengunaan elpiji 3 kilogram yang tidak tepat sasaran sebanyak 254 tabung.
Sementara saat sidak di wilayah Cilacap, Banyumas, Purbalingga, dan Banjarnegara dalam tiga bulan terakhir ditemukan 216 tabung elpiji 3 kilogram yang salah sasaran.
Dia mengakui jika beberapa tahun ada wacana penggunaan Kartu Kendali dalam pembelian elpiji 3 kilogram agar penyalurannya tepat sasaran. Bahkan, kata dia, Kartu Kendali tersebut sempat diujicobakan di sejumlah daerah seperti Banyumas dan Purbalingga. "Kartu Kendali diberikan oleh pemerintah kepada warga miskin dan UKM," katanya.
Akan tetapi dalam praktiknya, kata dia, Kartu Kendali terkendala oleh data yang seharusnya diperbarui setiap tahunnya oleh pemerintah daerah.
Baca juga: Pertamina dan Bulog optimalkan RPK untuk salurkan elpiji nonsubsidi
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Agus Suroso mengatakan konversi penggunaan elpiji 3 kilogram ke elpiji 5,5 kilogram mestinya diadakan guna meningkatkan penggunaaan elpiji nonsubsidi.
"Dulu cita-citanya sudah tercapai, konversi dari minyak tanah ke elpiji 3 kilogram, pemerintah dapat menghemat anggaran yang luar biasa. Sekarang begitu subsidinya naik, pemerintah harus berbagi dengan kebutuhan pembangunan yang lain, namun masyarakat sensitif," katanya.
Menurut dia, sebaiknya konversi dari elpiji 3 kilogram ke elpiji 5,5 kilogram dilakukan secara gratis dengan menukarkan satu tabung 3 kilogram dengan satu tabung 5,5 kilogram. "Jangan (dengan menukarkan) tiga tabung (3 kilogram) mendapat satu tabung (5,5 kilogram), satu-satu, pasti laris. Pasti dijamin sukses," katanya.
Selain Agus Suroso, diskusi tersebut juga menghadirkan dua narasumber lainnya, yakni Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perdagangan Provinsi Jawa Tengah Mochamad Santoso dan pengurus Hiswana Migas Banyumas Bambang Parmono.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Forum Warek Semarang Alkomari mengharapkan melalui diskusi tersebut mampu menemukan formulasi atau model distribusi elpiji 3 kilogram yang tepat agar penyalurannya tepat sasaran. "Hal itu guna memastikan elpiji 3 kilogram benar-benar untuk masyarakat uang berhak menerimanya," katanya.
Baca juga: Berani oplos elpiji, Pertamina bakal gulung agen maupun pangkalan
Baca juga: Polisi Solo bongkar pengoplosan elpiji bersubsidi