Semarang (Antaranews Jateng) - Direktur Utama PT D'paragon Labbaika Miranti, Sani Goenawan, tidak pernah memenuhi panggilan pengadilan untuk memenuhi kewajibannya dalam menyelesaikan sengketa penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap perusahaan pengembang apartemen di Kota Semarang.
Pengurus PKPU Sementara PT D'paragon Labbaika Miranti, Kairul Anwar, usai sidang bersama para kreditor perusahaan pengembang apartemen tersebut di Pengadilan Niaga Semarang, Rabu, mengatakan bahwa Sani sebagai termohon tidak pernah hadir sejak perkara pokok hingga penetapan pengadilan.
"Atas putusan pengadilan, kami sebagai pengurus sudah bertemu langsung Pak Sani untuk menyampaikan perihal putusan PKPU sementara ini," katanya.
Dari pertemuan itu, lanjut dia, muncul kekhawatiran Sani Goenawan bahwa akan dipailitkan dalam perkara ini.
Menurut dia, termohon sudah diberi pemahaman tentang meknisme PKPU tersebut. Termohon memiliki beberapa skema untuk memenuhi kewajibannya kepada para kreditor.
"Proposal perdamaian itu yang kami minta disampaikan di forum resmi di pengadilan nanti," katanya.
Saat ini, lanjut dia, pengurus masih menunggu laporan verifikasi para kreditor tentang besaran piutang yang harus dibayarkan oleh D'paragon.
"Diberi batas waktu hingga 19 September 2018 sebelum sidang penetapan putusan PKPU oleh pengadilan," katanya.
Hingga saat ini, Kairul belum bisa memastikan besaran jumlah utang serta kreditor yang memiliki piutang kepada termohon.
"Kreditor ini merupakan para konsumen pembeli apartemen, jumlahnya mencapai ratusan," katanya.
Adapun hakim pengawas PKPU Sementara D'paragon Labbaika Miranti, Edi Suwanto, mengatakan bahwa roh dari permohonan penundaan pembayaran utang ini ialah perdamaian.
"Diikuti dahulu saja tahapannya," katanya.
Sebelumnya, Pengadilan Niaga Semarang mengabulkan gugatan PKPU terhadap pengembang apartemen PT D'paragon Labbaika Miranti yang diajukan oleh salah seorang pembelinya.
Gugatan PKPU tersebut bermula ketika pemohon membeli tiga apartemen di Royal D'paragon Residance Apartement yang berlokasi di Jalan Setiabudi, Kota Semarang, Juli 2016.
Pembelian tiga apartemen senilai Rp721 juta tersebut telah dibayar lunas oleh pemohon.
Dalam perjanjian jual beli, termohon sebagai pengembang menjanjikan apartemen akan diserahterimakan pada tahun 2018. Namun, janji penyerahan tersebut tidak teralisasi, bahkan termohon diketahui justru menyerahkan pembangunan apartemen tersebut ke pengembang lain tanpa memberi tahukan kepada pembelinya.
Ketidakmampuan termohon dalam memenuhi kewajiban itu terlihat dari belum adanya sama sekali bangunan di lokasi yang rencananya menjadi tempat berdirinya apartemen.