Keris Kiai Cinthaka, peninggalan Sunan Kudus dijamas
Kudus (Antaranews Jateng) - Sebilah keris yang dikenal dengan nama keris Kiai Cinthaka serta dua buah tombak yang juga peninggalan Sunan Kudus dijamas di kompleks Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus, Jawa Tengah, Senin.
Ritual penjamasan yang dimulai sekitar pukul 07.00 WIB diawali dengan ritual keagamaan yang dipimpin Kiai Abdullah Abu Amar untuk doa iftitah, tahlil dipimpin Kiai Abdul Basith, dan pembacayaan ayat Alquran Hilal Haidar serta doa bersama dipimpin oleh Kiai Hasan Fauzi.
Ketua Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus Muhammad Nadjib Hassan di Kudus, Senin, mengungkapkan, ritual penjamasan tahun ini digelar hari Senin (27/8) setelah hari Tasrikh.
Sebelum dilakukan ritual penjamasan, katanya, diawali terlebih dahulu ziarah ke Makam Sunan Kudus, kemudian petugas mengambil dan menurunkan keris Kiai Cinthaka yang berada di dalam peti yang diletakkan di bagian atas pendapa tajuk.
Selanjutnya, keris disiram "banyu landa" (bahasa jawa) atau air rendaman merang ketan hitam hingga tiga kali.
Kemudian, dibersihkan menggunakan air jeruk nipis dan kemudian dikeringkan dengan cara dijemur di atas sekam ketan hitam oleh ahli penjamasan, yakni Haji Faqihuddin.
Hal serupa juga dilakukan untuk dua mata tombak dibersihkan dengan menggunakan merang ketan hitam, air jeruk nipis, kemudian dikeringkan dengan sekam ketan hitam.
Air jeruk nipis dipercaya dapat mencegah karat pada benda pusaka yang berumur ratusan tahun itu.
Usai prosesi penjamasan keris dan tombak, dilanjutkan dengan acara makan bersama dengan menu khas "jajan pasar" dan nasi opor ayam.
Hidangan nasi opor ayam sendiri baru berjalan sekitar belasan tahun yang lalu, guna menghormati salah satu menu kesukaan Sunan Kudus.
Meskipun ritual tersebut hanya mengundang kalangan tertentu, namun masyarakat umum yang hendak menyaksikan ritual tersebut juga diperkenankan hadir.
Ia mengakui makanan yang disajikan awalnya berbeda-beda, kemudian sejak 10-15 tahun yang lalu mencoba dibakukan, salah satunya kehadiran opor ayam serta jajan pasar.
Hal lain yang hendak diluruskan, yakni terkait bahan-bahan yang digunakan untuk ritual penjamasan juga mulai diupayakan sesuai kebiasaan sebelumnya.
"Terkait hal itu, kami juga berkomunikasi dengan Keraton Surakarta sehingga hubungannya kembali terjalin setelah sekian lama terputus," ujarnya.
Untuk pengharum keris yang sebelumnya menggunakan "kopok gajah", saat ini diganti dengan parfum dari Arab yang biasa digunakan untuk pengharum Ka'bah. ***4***
Ritual penjamasan yang dimulai sekitar pukul 07.00 WIB diawali dengan ritual keagamaan yang dipimpin Kiai Abdullah Abu Amar untuk doa iftitah, tahlil dipimpin Kiai Abdul Basith, dan pembacayaan ayat Alquran Hilal Haidar serta doa bersama dipimpin oleh Kiai Hasan Fauzi.
Ketua Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus Muhammad Nadjib Hassan di Kudus, Senin, mengungkapkan, ritual penjamasan tahun ini digelar hari Senin (27/8) setelah hari Tasrikh.
Sebelum dilakukan ritual penjamasan, katanya, diawali terlebih dahulu ziarah ke Makam Sunan Kudus, kemudian petugas mengambil dan menurunkan keris Kiai Cinthaka yang berada di dalam peti yang diletakkan di bagian atas pendapa tajuk.
Selanjutnya, keris disiram "banyu landa" (bahasa jawa) atau air rendaman merang ketan hitam hingga tiga kali.
Kemudian, dibersihkan menggunakan air jeruk nipis dan kemudian dikeringkan dengan cara dijemur di atas sekam ketan hitam oleh ahli penjamasan, yakni Haji Faqihuddin.
Hal serupa juga dilakukan untuk dua mata tombak dibersihkan dengan menggunakan merang ketan hitam, air jeruk nipis, kemudian dikeringkan dengan sekam ketan hitam.
Air jeruk nipis dipercaya dapat mencegah karat pada benda pusaka yang berumur ratusan tahun itu.
Usai prosesi penjamasan keris dan tombak, dilanjutkan dengan acara makan bersama dengan menu khas "jajan pasar" dan nasi opor ayam.
Hidangan nasi opor ayam sendiri baru berjalan sekitar belasan tahun yang lalu, guna menghormati salah satu menu kesukaan Sunan Kudus.
Meskipun ritual tersebut hanya mengundang kalangan tertentu, namun masyarakat umum yang hendak menyaksikan ritual tersebut juga diperkenankan hadir.
Ia mengakui makanan yang disajikan awalnya berbeda-beda, kemudian sejak 10-15 tahun yang lalu mencoba dibakukan, salah satunya kehadiran opor ayam serta jajan pasar.
Hal lain yang hendak diluruskan, yakni terkait bahan-bahan yang digunakan untuk ritual penjamasan juga mulai diupayakan sesuai kebiasaan sebelumnya.
"Terkait hal itu, kami juga berkomunikasi dengan Keraton Surakarta sehingga hubungannya kembali terjalin setelah sekian lama terputus," ujarnya.
Untuk pengharum keris yang sebelumnya menggunakan "kopok gajah", saat ini diganti dengan parfum dari Arab yang biasa digunakan untuk pengharum Ka'bah. ***4***