Pengusaha tahu Kudus sepakat bangun IPAL biogas
Kudus (Antaranews Jateng) - Pengusaha tahu di Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, sepakat membangun instalasi pembuangan air limbah biogas secara swadaya untuk mengurangi tingkat pencemaran limbah produksi tahu terhadap lingkungan sekitar.
"Berdasarkan hasil pertemuan sebelumnya dengan 20 pengusaha tahu di Desa Karangbener, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus, mereka sepakat membangun IPAL biogas di lingkungannya masing-masing," kata Kepala Bidang Pembinaan, Pengembangan Kapasitas, dan Lingkungan Hidup Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup Kudus Indriatmoko, di Kudus, Kamis.
Untuk sementara terdapat lima titik yang siap untuk dibangun IPAL sekaligus memanfaatkan biogasnya untuk kebutuhan rumah tangga dari rencana awal terdapat 10 lokasi yang akan dibangun, katanya ditemui di sela-sela pelatihan pengelolaan limbah industri pabrik tahu di aula Balai Desa Karangbener, Kecamatan Bae.
Nantinya, kata dia, kapasitas IPAL biogas masing-masing lokasi disesuaikan dengan kapasitas limbah yang bisa dihasilkan.
Biaya pembuatan setiap unit IPAL biogas, katanya, berkisar Rp12 juta hingga Rp20 juta disesuaikan dengan ukurannya.
"Pembangunannya murni swadaya dari para pengusaha tahu karena setiap lokasi terdapat antara dua hingga tiga pengusaha," ujarnya.
Sementara penyediaan lahannya, kata dia, ada yang disediakan oleh pengusaha tahu dan ada pula yang memanfaatkan tanah pemerintah desa setempat.
Pembicara dari Universitas Diponegoro Semarang Marry Christiyanto mengungkapkan pembuatan IPAL biogas merupakan alternatif penanganan limbah dengan biaya yang cukup murah, dibandingkan model lainnya.
Untuk model lainnya, kata dia, masih ada biaya tambahan agar air limbah yang sudah melalui pengolahan aman ketika dibuang ke sungai.
Hasil peninjauan lapangan sebelumnya, kata dia, beberapa pengusaha tahu sudah membuat IPAL sederhana, namun belum terkelola dengan baik sehingga pencemaran terhadap lingkungan masih saja terjadi.
"Limbah pabrik tahu yang belum melalui proses pengolahan yang baik, tentunya ketika dibuang akan mencemari lingkungan," ujarnya.
Pencemaran bau yang menyengat, katanya, dihasilkan dari limbah organik ditumbuhi kuman dan berkembang sehingga memunculkan bau tak sedap.
Dengan adanya pengelolaan yang lebih baik hingga adanya pemanfaatan biogasnya untuk kepentingan rumah tangga, kata dia, tentu lebih menguntungkan karena bisa mengurangi beban biaya pembelian gas untuk memasak.
Untuk ukuran IPAL biogas 12-20 kibik, kata dia, energi biogasnya bisa dimanfaatkan untuk tiga hingga lima rumah tangga.
Supriyanto, salah satu pengusaha tahu di Desa Karangbener mengaku siap membangun IPAL biogas karena selama ini limbahnya dibuang langsung ke sungai sehingga menimbulkan pencemaran.
"Mudah-mudahan pembuatan IPAL biogas benar-benar menjadi solusi terbaik untuk pengusaha tahu maupun masyarakat," ujarnya.
"Berdasarkan hasil pertemuan sebelumnya dengan 20 pengusaha tahu di Desa Karangbener, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus, mereka sepakat membangun IPAL biogas di lingkungannya masing-masing," kata Kepala Bidang Pembinaan, Pengembangan Kapasitas, dan Lingkungan Hidup Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup Kudus Indriatmoko, di Kudus, Kamis.
Untuk sementara terdapat lima titik yang siap untuk dibangun IPAL sekaligus memanfaatkan biogasnya untuk kebutuhan rumah tangga dari rencana awal terdapat 10 lokasi yang akan dibangun, katanya ditemui di sela-sela pelatihan pengelolaan limbah industri pabrik tahu di aula Balai Desa Karangbener, Kecamatan Bae.
Nantinya, kata dia, kapasitas IPAL biogas masing-masing lokasi disesuaikan dengan kapasitas limbah yang bisa dihasilkan.
Biaya pembuatan setiap unit IPAL biogas, katanya, berkisar Rp12 juta hingga Rp20 juta disesuaikan dengan ukurannya.
"Pembangunannya murni swadaya dari para pengusaha tahu karena setiap lokasi terdapat antara dua hingga tiga pengusaha," ujarnya.
Sementara penyediaan lahannya, kata dia, ada yang disediakan oleh pengusaha tahu dan ada pula yang memanfaatkan tanah pemerintah desa setempat.
Pembicara dari Universitas Diponegoro Semarang Marry Christiyanto mengungkapkan pembuatan IPAL biogas merupakan alternatif penanganan limbah dengan biaya yang cukup murah, dibandingkan model lainnya.
Untuk model lainnya, kata dia, masih ada biaya tambahan agar air limbah yang sudah melalui pengolahan aman ketika dibuang ke sungai.
Hasil peninjauan lapangan sebelumnya, kata dia, beberapa pengusaha tahu sudah membuat IPAL sederhana, namun belum terkelola dengan baik sehingga pencemaran terhadap lingkungan masih saja terjadi.
"Limbah pabrik tahu yang belum melalui proses pengolahan yang baik, tentunya ketika dibuang akan mencemari lingkungan," ujarnya.
Pencemaran bau yang menyengat, katanya, dihasilkan dari limbah organik ditumbuhi kuman dan berkembang sehingga memunculkan bau tak sedap.
Dengan adanya pengelolaan yang lebih baik hingga adanya pemanfaatan biogasnya untuk kepentingan rumah tangga, kata dia, tentu lebih menguntungkan karena bisa mengurangi beban biaya pembelian gas untuk memasak.
Untuk ukuran IPAL biogas 12-20 kibik, kata dia, energi biogasnya bisa dimanfaatkan untuk tiga hingga lima rumah tangga.
Supriyanto, salah satu pengusaha tahu di Desa Karangbener mengaku siap membangun IPAL biogas karena selama ini limbahnya dibuang langsung ke sungai sehingga menimbulkan pencemaran.
"Mudah-mudahan pembuatan IPAL biogas benar-benar menjadi solusi terbaik untuk pengusaha tahu maupun masyarakat," ujarnya.