Jakarta, ANTARA JATENG - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa
Menteri Keuangan dan Koordinator Perekonomian periode 2000-2001 Rizal
Ramli sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi terkait pemberian
surat keterangan lunas kepada Sjamsul Nursalim yang merugikan negara
hingga Rp3,7 triliun.
"Kalau tidak salah saya sudah tiga tahun lalu diperiksa kasus ini
sama Pak Kwik Kian Gie sebagai saksi ahli dan saya tidak tahu kenapa
kasusnya tiga tahun hilang muncul kembali," kata Rizal saat tiba di
gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Rizal lantas menuturkan bahwa dulu
dia sering dimintai pendapat mengenai kasus-kasus kejahatan ekonomi saat
Baharuddin Lopa menjabat sebagai Jaksa Agung.
"Dulu waktu Jaksa Agung Lopa banyak kasus-kasus dalam bidang
ekonomi. Jaksa memang mengerti aspek hukumnya tetapi tidak mengerti
aspek ekonominya," katanya, menambahkan Baharuddin Lopa biasa datang ke
rumahnya dengan membawa bahan-bahan untuk didiskusikan.
"Kami diskusikan gimana sih modusnya terjadinya kejahatan apakah
pada level kebijakan atau pada level pelaksanaan dan kemudian Pak Lopa
mengembangkan, tetapi sayang Pak Lopa meninggal beberapa lama kemudian,"
kata Rizal.
Saat Bibit Samad Rianto menjabat sebagai Wakil Ketua KPK, Rizal
mengatakan, dia juga diminta memberikan penjelasan secara tertutup dalam
kasus Bank Century.
"Apakah kasus Century itu kasus korupsi biasa atau memang
kebijakannya yang bersifat kriminal dengan sengaja. Pada waktu itu saya
jelaskan kepada Pak Bibit bahwa Century adalah kasus kebijakan yang
memang dirancang dari awal sifatnya kriminal dengan ambil uang negara,"
tuturnya.
Ia berharap penjelasannya hari ini kepada KPK bisa membawa titik
terang dalam penyelidikan kasus korupsi terkait Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI).
"Hanya saja saya berharap kasus ini tidak
ditukar guling dengan kasus lain seperti kasus KTP-e. Saya berharap dan
kami percaya KPK tidak akan melakukan tukar guling terkait soal ini. Ini
kesempatan untuk Pemerintahan Jokowi untuk all out buka kedua kasus ini. Ini kesempatan dan momentum untuk menegakkan pemerintahan yang bersih dan good governance di Indonesia," kata Rizal.
Tuduhan kepada Tumenggung
Rizal menjalani pemeriksaan dalam penyidikan perkara dengan tersangka Syafruddin Arsyad Tumenggung.
Saat
menjabat sebagai Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN),
Syafrudin diduga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
korporasi, menyalahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana padanya
karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan perekonomian negara
dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas kepada Sjamsul Nursalim selaku
pemegang saham pengendali BDNI pada 2004.
Penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) pembayaran Rp4,8 triliun menyebabkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp3,7 triliun.
BLBI adalah skema bantuan (pinjaman) Bank Indonesia kepada
bank-bank yang mengalami masalah likuiditas saat krisis moneter 1998.
Skema tersebut dibuat berdasar perjanjian Indonesia dengan IMF.
Bank Indonesia sudah mengucurkan dana hingga lebih dari Rp144,5
triliun untuk 48 bank bermasalah agar dapat mengatasi krisis tersebut.
Namun,
penggunaan pinjaman ternyata tidak sesuai dengan ketentuan sehingga
negara dinyatakan merugi hingga Rp138,4 triliun karena dana yang
dipinjamkan tidak dikembalikan.
Terkait dengan dugaan penyimpangan dana tersebut, sejumlah debitur
diproses secara hukum oleh Kejaksaan Agung. Namun kejaksaan kemudian
mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kepada para
debitur dengan dasar SKL yang diterbitkan oleh BPPN berdasarkan
Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 tentang pemberian jaminan
kepastian hukum kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya
atau tindakan hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya
berdasarkan pemeriksaan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS).
Instruksi Presiden itu dikeluarkan saat kepemimpinan Presiden
Megawati, yang juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono,
Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, dan Menteri
BUMN Laksamana Sukardi.
Berdasar Inpres tersebut, debitur BLBI
dianggap sudah menyelesaikan utang meski baru melunasi 30 persen dari
jumlah kewajiban pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar
dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN.
Dalam penyelidikan kasus ini, KPK antara lain sudah memeriksa
sejumlah pejabat pada Kabinet Gotong Royong 2001-2004, yaitu Menteri
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 2001-2004 Laksamana Sukardi, dan Kepala
BPPN I Putu Gede Ary Suta.
KPK juga memeriksa Menteri Koordinator
Perekonomian pada Kabinet Gotong Royong 2001-2004 Dorodjatun
Kuntjoro-Jakti, Menteri Keuangan dan Koordinator Perekonomian periode
2000- 2001 Rizal Ramli, Menteri Keuangan 1998-1999 Bambang Subiyanto,
Menko Perekonomian 1999-2000 dan Kepala Bappenas 2001-2004 Kwik Kian
Gie.
Berita Terkait
Pakar hukum Unsoed optimistis pimpinan baru mampu pulihkan citra KPK
Jumat, 13 Desember 2024 14:43 Wib
KPK lakukan monitoring perluasan percontohan desa antikorupsi di Kudus
Kamis, 12 Desember 2024 17:13 Wib
Pemprov Jateng raih penghargaan antikorupsi dari KPK
Senin, 9 Desember 2024 18:57 Wib
Polres Pemalang ikut cari Harun Masiku
Minggu, 8 Desember 2024 18:21 Wib
Desa Jatilor, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan ditetapkan KPK RI sebagai desa percontohan Antikorupsi
Rabu, 4 Desember 2024 12:43 Wib
KPK periksa Hendrar Prihadi
Selasa, 3 Desember 2024 22:07 Wib
Pj Wali Kota Pekanbaru terjaring OTT
Selasa, 3 Desember 2024 5:48 Wib
Menteri Agama laporkan barang gratifikasi ke KPK: wujud komitmen good governance
Selasa, 26 November 2024 17:02 Wib