LSM Nilai Pemenuhan Hak Korban Terorisme Masih Lemah
Jakarta, Antara Jateng - LSM Aliansi Indonesia Damai (AIDA) berpendapat bahwa pemenuhan hak-hak korban kasus tindak pidana terorisme oleh pemerintah masih sangat lemah.
"Hak-hak mereka masih diabaikan, tidak diperhatikan oleh pemerintah," kata Deputi Direktur Aliansi Indonesia Damai (AIDA) Laode Arham, dalam acara bertajuk Penguatan Perspektif Korban Dalam Peliputan Isu Terorisme Bagi Insan Media, di Jakarta, Rabu.
Laode mengatakan berdasarkan pengakuan dari sebagian korban, pada waktu kejadian pemboman, tidak sedikit dari mereka yang harus menunggu selama berjam-jam untuk mendapatkan layanan medis karena menunggu jaminan pembiayaan dari pemerintah.
"Pemenuhan hak-hak korban masih sangat lemah, baik secara regulatif, pengakuan eksistensial, bahkan kebanyakan masih berpikir tidak ada komunitas korban," katanya.
Ia menyebut ada empat hak korban yang harus dipenuhi oleh pemerintah yakni bantuan medis, bantuan psikologis, bantuan rehabilitasi psikososial dan kompensasi.
Tidak hanya pemerintah, menurut Laode, pemberitaan di media massa terkait korban aksi teror juga kurang mendapatkan ruang.
"Wartawan hanya meliput mereka (korban) pada saat terjadinya peristiwa saja. Sementara setelah peristiwa selesai, mereka dilupakan begitu saja, luput dari pemberitaan," katanya.
Porsi pemberitaan para korban pun masih minim bila dibandingkan dengan pemberitaan para pelaku teror baik yang tertangkap hidup maupun yang tewas.
Sementara pihaknya pun menyayangkan kebanyakan media dalam memberitakan soal korban masih bersifat hard news, bukan soft news. "Liputan tentang korban sejatinya sangat soft, jauh dari sensasional apalagi kontroversial," katanya.
Dalam acara tersebut, pihaknya meminta kerja sama para awak media untuk lebih pro pada korban aksi tindak terorisme sehingga acara-acara peringatan aksi pemboman tidak luput dari perhatian media.
Pasalnya hal itu penting agar para korban semakin dekat untuk mendapatkan seluruh hak-hak dan peran mereka yang selama ini terabaikan.
"Hak-hak mereka masih diabaikan, tidak diperhatikan oleh pemerintah," kata Deputi Direktur Aliansi Indonesia Damai (AIDA) Laode Arham, dalam acara bertajuk Penguatan Perspektif Korban Dalam Peliputan Isu Terorisme Bagi Insan Media, di Jakarta, Rabu.
Laode mengatakan berdasarkan pengakuan dari sebagian korban, pada waktu kejadian pemboman, tidak sedikit dari mereka yang harus menunggu selama berjam-jam untuk mendapatkan layanan medis karena menunggu jaminan pembiayaan dari pemerintah.
"Pemenuhan hak-hak korban masih sangat lemah, baik secara regulatif, pengakuan eksistensial, bahkan kebanyakan masih berpikir tidak ada komunitas korban," katanya.
Ia menyebut ada empat hak korban yang harus dipenuhi oleh pemerintah yakni bantuan medis, bantuan psikologis, bantuan rehabilitasi psikososial dan kompensasi.
Tidak hanya pemerintah, menurut Laode, pemberitaan di media massa terkait korban aksi teror juga kurang mendapatkan ruang.
"Wartawan hanya meliput mereka (korban) pada saat terjadinya peristiwa saja. Sementara setelah peristiwa selesai, mereka dilupakan begitu saja, luput dari pemberitaan," katanya.
Porsi pemberitaan para korban pun masih minim bila dibandingkan dengan pemberitaan para pelaku teror baik yang tertangkap hidup maupun yang tewas.
Sementara pihaknya pun menyayangkan kebanyakan media dalam memberitakan soal korban masih bersifat hard news, bukan soft news. "Liputan tentang korban sejatinya sangat soft, jauh dari sensasional apalagi kontroversial," katanya.
Dalam acara tersebut, pihaknya meminta kerja sama para awak media untuk lebih pro pada korban aksi tindak terorisme sehingga acara-acara peringatan aksi pemboman tidak luput dari perhatian media.
Pasalnya hal itu penting agar para korban semakin dekat untuk mendapatkan seluruh hak-hak dan peran mereka yang selama ini terabaikan.