Namun, mudik setiap menjelang Lebaran di Indonesia tidak pernah akan surut. Tradisi pulang kampung yang lahir dalam masyarakat paguyuban itu tetap eksis, bahkan "jamaahnya" bertambah banyak dari Lebaran ke Lebaran di tengah kian menguatnya individualisme bersekat dinding-dinding beton kota-kota besar.
Perjalanan jauh nan melelahkan yang kadang mempertaruhkan keselamatan jiwa itu dilakoni demi kembali ke kampung halaman. Bertemu orang tua, kerabat, atau teman merupakan dorongan amat kuat untuk mudik alias kembali ke udik (dusun).
Mungkin di dunia ini hanya di Indonesia fenomena migrasi temporer hingga jutaan penduduk dalam kurun waktu sepekan dalam situasi damai. Ikatan kemasyarakatan inilah yang seharusnya menjadi modal sosial dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih beradab.
Modal sosial, menurut Francis Fukuyama, dibangun berdasarkan rasa saling percaya antarindividu. Rasa saling percaya dibentuk dalam waktu yang tidak sebentar serta memerlukan proses-proses sosial yang berliku (erikadianarizant.wordpress).
Jadi, bertemu orang tua, kerabat, dan sahabat di kampung halaman dalam prosesi mudik merupakan bentuk pemeliharaan ikatan sosial sekaligus jiwa yang dibangun untuk saling mengasihi dan percaya atas kebersamaan di masa lalu.
Harga untuk bertemu orang tua, kerabat, dan teman memang tidak murah, tetapi imbalan kepulangan jiwa dan raga di pangkuan orang tua dan sekadar berbagai pengalaman manis dan pahit selama di perantauan kepada kerabat dan sahabat, itu lebih dari sekadar impas atas perjuangan yang dilakoninya.
Bagi yang menggunakan transportasi umum, mereka rela berdesakan di terminal, stasiun kereta api, pelabuhan, dan bandara. Yang menggunakan kendaraan pribadi juga tak kalah menggetarkan perjuangan mereka untuk pulang kampung.
Dihajar kemacetan berjam-jam di sepanjang perjalanan. Bukan hanya butuh stamina fisik yang tangguh, melainkan harus pula memiliki kemampuan mengelola emosi yang gampang meletup di terik perjalanan pada mudik kali ini.
Selama arus mudik dan balik Lebaran, jamak media memberitakan kecelakaan di jalan raya, laut, kadang udara. Jumlah korban jiwa meninggal dan luka pada masa mudik seolah hanya deretan angka-angka dalam statistik. Pemerintah berusaha menekan korban jiwa, namun usaha itu belum sepenuhnya berhasil, Korban jiwa selalu ada pada saat arus mudik dan balik Lebaran.
Padahal, angka-angka itu merupakan deretan jiwa yang hendak berbagi bahagia dan cerita dengan orang tua, saudara, dan kawan lama.
Selamat mudik. Semoga selamat sampai tujuan. Taqobballahu minna wa minkum.