"Mas Anas bicara bahwa mobil Harrier tidak ada, BPKB-nya tidak benar, termasuk pengacaranya, malah mengatakan saya halusinasi, penipu, sekarang, Mas Anas dengan pengacaranya membuat cerita Mahabarata tipu-tipu," kata Nazaruddin saat tiba di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan bahwa pembayaran untuk mobil Harrier tersebut hanya dilakukan sebanyak dua kali.
"Yang benar itu pembayaran untuk mobil Harrier hanya dua kali, satu cash, satu pakai cek, tidak ada yang lain, itu dari PT Adhi Karya dan sekarang Anas mau dijadikan tersangka tapi lucunya ada beberapa pimpinan KPK yang galau," ucap Nazar.
` Nazar yakin bahwa cerita Anas tentang pembelian mobil Toyota Harrier senilai sekitar Rp800 juta tersebut adalah buatan Anas dan pengacaranya.
"Kalau penipu itu kan cukup sekali, ini cerita tipu-tipu, dia buat cerita bahwa benar ternyata mobil Harrier itu ada, dia kasih katanya cicil ke saya, itu tipu semua," tukas Nazar.
Nama Anas Urbaningrum kerap dihubungkan dengan kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Wakil Ketua KPK Busryo Muqoddas mengatakan bahwa KPK belum melakukan gelar perkara (ekspose) yang memutuskan mengenai status Anas dalam kasus tersebut.
"Hambalang penyidiknya masih belum melaporkan, sekarang penyidiknya masih melakukan penyesuaian antar bukti-bukti yang ada, bahan ekspose itu berasal dari penyidik dan bahan penyidik belum rampung," ungkap Busyro pada Rabu (20/2).
Pada jumpa pers Selasa (19/2), pengacara Anas Urbaningrum, Firman Wijaya, menerangkan bahwa pada Agustus-September 2009 terjadi beberapa kali pembicaraan mengenai pembelian mobil antara Anas dan Nazaruddin, hasilnya adalah Nazaruddin menawarkan untuk menalangi pembelian dan Anas akan mencicil kepada Nazaruddin.
Pada akhir Agustus 2009, Anas menyerahkan uang muka Rp200 juta kepada Nazaruddin yang disaksikan oleh Saan Mustopa, Pasha Ismaya Sukardi, Nazaruddin dan Maimara Tando.
Belakangan diketahui, penutupan kekurangan pembayaran mobil yang dibeli secara tunai oleh Nazaruddin adalah atas nama PT Pacific Putra Metropolitan.
Mobil tersebut diambil dari kantor Nazaruddin pada 12 September 2009 oleh staf ahli Anas, Muhammad Rahmad tapi Anas tidak mengetahui bagaimana detail pembelian sampai proses pengurusan surat.
Kemudian pada Februari 2010, Anas membayar cicilan kedua Rp75 juta kepada Nazaruddin yang disaksikan kembali oleh M Rahmad.
Pada akhir Mei 2010, setelah kongres Partai Demokrat di Bandung, beredar kabar bahwa mobil itu pemberian Nazaruddin kepada Anas, sehingga Anas memutuskan untuk mengembalikan mobil Harrier, tapi saat itu Nazar menolak dengan alasan di rumahnya telah penuh dengan mobil.
Nazar kemudian meminta agar mobil tersebut dijual dan dikembalikan dalam bentuk uang.
Setelah itu pada Juli 2010, Anas meminta Rahmad menjual mobil itu ke "showroom" (ruang pamer) di Kemayoran dan terjual seharga Rp500 juta, uang tersebut kemudian ditransfer ke rekening Rahmad pada 12 Juli 2010 dan dicairkan pada keesokannya.
Rahmad diminta oleh Anas untuk menyerahkan uang hasil penjualan mobil kepada Nazaruddin, dan disepakati bertemu di Plaza Senayan pada 17 Juli 2010.
Rahmad pergi bersama dua saksi penyerahan uang yaitu Yadi dan Adromo. Uang sebesar Rp500 juta secara tunai.
Namun, setibanya di Plaza Senayan, Nazar memberi kabar bahwa dia tidak bisa hadir dan mengirim ajudannya bernama Iwan untuk mengambil uang tersebut. Rahmad pun memberikan uang itu kepada Iwan dan memastikan uang tersebut diterima Nazar.
Rahmad menanyakan melalui pesan pendek kepada Nazaruddin dan dijawab uang sudah diterima, atas inisiatif Rahmad, dibuat tanda terima yang ditandatangani oleh Iwan sebagai bukti serah terima.
Selanjutnya persoalan mobil dianggap selesai dan pada Juli 2010, Anas mengundurkan diri sebagai anggota DPR.