Purwokerto (ANTARA) - Tim mahasiswa Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan mengungkap karakter unik produktivitas perairan ekstrem Kalimantan yang memiliki kondisi gelap, asam, dan minim oksigen namun tetap menjadi habitat bagi organisme beradaptasi khusus.

Tim mahasiswa semester 3 tersebut diketuai Fathiyah Elmuna serta beranggotakan Rafa Haya Narundana, Raihan Ramadan, Fina Dwiyanti, dan Selly Salsabila Putri. 

Mereka melakukan kajian mengenai ekosistem perairan gambut dan air hitam (blackwater) yang diketahui memiliki tantangan lingkungan ekstrem namun menyimpan keanekaragaman hayati unik.

“Kalimantan selama ini terkenal sebagai rumah bagi hutan hujan tropis terbesar di Indonesia,” kata Fathiyah.

Akan tetapi, kata dia, Pulau Kalimantan memiliki sisi lain yang tersembunyi yaitu perairan ekstrem yang penuh kehidupan biologis unik. 

Meskipun kondisinya gelap, sangat asam, dan penuh bahan organik, ekosistem ini tetap hidup berkat organisme khusus yang bisa beradaptasi di lingkungan keras. 

Hal tersebut memberikan pandangan baru tentang perairan gambut dan perairan hitam di Kalimantan.

Perairan gambut dan air hitam adalah contoh paling nyata dari kondisi ekstrem di Kalimantan. 

“Menurut Lestariningsih et al. (2024) Air gambut atau air hitam di Kalimantan memiliki warna cokelat gelap hingga hitam yang disebabkan oleh tingginya kandungan zat humat dan asam fulvik dari pelapukan tumbuhan rawa dalam kondisi tanpa oksigen,” katanya.

Dia mengatakan proses tersebut menghalangi penetrasi cahaya sehingga fotosintesis plankton terganggu, suhu berfluktuasi, dan kadar oksigen rendah, berakibat stres pada makhluk air dan rendahnya produksi makanan dalam ekosistem. 

Gabungan faktor ini membuat produksi makanan bagi ekosistem ini rendah dan sangat mudah terganggu oleh perubahan lingkungan.

Meskipun tekanannya berat, beberapa organisme tetap bisa bertahan. Plankton di perairan ekstrem Kalimantan, misalnya, punya pigmen ekstra seperti karotenoid dan phycocyanin yang membantu menangkap cahaya meskipun sedikit. 

Sementara itu, mikroalga kecil dan cyanobacteria bisa hidup di air asam dan nutrisi yang minim, sehingga menjadi sumber makanan utama. 

Adaptasi ini membuat ekosistem tetap berjalan, walau produktivitasnya tidak sebesar di perairan jernih atau pantai.

“Peneliti juga menyoroti masalah tambahan dari ulah manusia. Budidaya ikan, pemukiman, dan pembukaan lahan bisa menaikkan kadar nitrit dan amonia yang beracun bagi biota air,” katanya

Ditambah lagi, kata dia, perubahan debit sungai karena penggunaan lahan dan iklim yang tak stabil bikin ekosistem ini makin sulit stabil. 

Tanpa pengelolaan yang baik, perairan ekstrem ini bisa rusak parah, termasuk risiko eutrofikasi dari bahan organik yang masuk dari luar.

Di balik tantangannya, perairan ekstrem Kalimantan punya potensi besar. Mikroalga yang tahan ekstrem bisa dipakai untuk riset bioteknologi, bikin pigmen alami untuk makanan dan kosmetik, bahkan jadi indikator perubahan kualitas air. 

Ditambah keunikan ekosistem gambut ini buka peluang wisata ekologi yang fokus jaga lingkungan, biar masyarakat lebih sadar pentingnya melestarikannya.

Para peneliti menegaskan, dengan sifatnya yang unik tapi rentan, perairan ekstrem Kalimantan butuh strategi pengelolaan yang hati-hati dan berdasarkan sains. Melindungi ekosistem ini krusial untuk jaga habitat makhluk unik dan keseimbangan lingkungan di Kalimantan. 

“Dengan begitu, kita bisa manfaatkan rahasianya tanpa merusaknya,” kata Fathiyah.

Baca juga: Unsoed gelar Eksibisi Sinar dorong inovasi ketahanan pangan
Baca juga: Unsoed perkenalkan konsep halal kepada anak usia dini lewat sains
Baca juga: Unsoed raih predikat unggul Simkatmawa untuk pertama alinya


Pewarta : KSM
Editor : Sumarwoto
Copyright © ANTARA 2025