Semarang (ANTARA) - Lembaga Sensor Film (LSF) menggelar kegiatan nonton bareng film layar lebar berjudul "Nia" di Semarang, satu film dibuat berdasarkan kisah nyata di Tanah Minang.
"Film 'Nia' ini kan sebetulnya mengangkat cerita yang betul-betul penting sekali untuk diketahui dan juga dipahami oleh generasi muda," kata Ketua Subkomisi Apresiasi dan Promosi LSF Gustav Aulia di Semarang, Selasa.
Film "Nia" mengisahkan sosok Nia Kurnia Sari, gadis 18 tahun asal Padang Pariaman yang menjadi tulang punggung keluarga setelah orang tuanya bercerai.
Hidup sederhana sambil merawat ibu dan adik-adiknya, Nia tetap rajin berjualan gorengan, namun sepulang berdagang di tengah hujan menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan oleh Andri, pemuda residivis dari kampung sebelah.
Menurut dia, film tersebut menyoroti kekerasan terhadap perempuan serta keteguhan Nia dalam menghadapi hidup.
"Kami ingin film Nia ini menjadi inspirasi bagi masyarakat bahwa kita harus sama-sama melindungi satu sama lain dalam masyarakat sehingga kejadian-kejadian seperti ini tidak terjadi," katanya.
Gustav mengatakan bahwa saat ini industri film Indonesia sedang berkembang pesat, sedangkan LSF tentu mendukung dan mendorong keberlangsungan film nasional agar semakin pesat.
"Bahkan, momentum di tahun lalu di mana jumlah produksi film bioskop untuk nasional itu lebih besar atau lebih banyak dibandingkan dengan dengan film asing," katanya.
Aditya Gumay yang menyutradarai film "Nia" itu, menjelaskan bahwa Nia semasa hidup sosok inspiratif yang patut diteladani oleh generasi muda.
Dia mengakui bahwa membuat film "Nia" memang tidak mudah, mulai dari izin-izin ke berbagai pihak hingga merekonstruksi adegan kekerasan seksual agar tidak mempermalukan almarhumah dan keluarga, tetapi tidak juga mengurangi esensi cerita.
Riset yang dilakukan mulai dari keluarga, teman, guru, polisi, hingga media sosial untuk memahami secara detail alur cerita untuk dirangkai dalam film.
Ia mengaku justru semakin kagum dengan sosok Nia setelah riset yang dilakukan, salah satunya dari gurunya yang menceritakan bahwa Nia sebenarnya mendapat beasiswa untuk melanjutkan kuliah di perguruan tinggi negeri.
Namun, Nia justru rela melepas dan memilih untuk berkuliah dekat dengan rumah agar bisa merawat ibu dan adik-adiknya.
"Ada guru lain bilang bahwa Nia ini kan sering terlambat sekolah karena harus mengambil gorengan. Guru itu merasa kasihan dan tak menghukumnya. Namun, Nia justru bilang 'Jangan kasihani saya, hukum kalau saya salah'," katanya.
Ia mengatakan Nia sosok yang bisa menjadi teladan para remaja, sebagai anak yang menjadi korban perpisahan orang tua, tetapi tidak lantas menjadi terpuruk.
"Nia malah berprestasi, mendapatkan beasiswa, juga juara silat di Kabupaten Pariaman. Dia tidak malu berjualan dan menjadi tulang punggung keluarga. Dengan berbagai macam karakter semacam ini, anak-anak muda yang menontonnya semoga juga bisa terinspirasi," katanya.
Baca juga: Celine Evangelista akui tak gampang jadi sinden