Solo (ANTARA) - Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) menyebut keberadaan transportasi massal mampu mengurangi kerugian negara akibat kemacetan jalan.
“Di Jakarta itu kemacetan sudah parah. Sudah sejak 20 tahun lalu. Jabodetabek terjadi kemacetan parah termasuk Bandung juga,” katanya di Solo, Jawa Tengah, Senin.
Ia memaparkan dari kemacetan tersebut negara mengalami kerugian yang cukup besar. Untuk kemacetan yang terjadi di Jakarta saja negara mengalami kerugian di kisaran Rp65 triliun/tahun, sedangkan di Jabodetabek termasuk juga Bandung kerugiannya bisa mencapai di atas Rp100 triliun/tahun.
Menyikapi hal itu, akhirnya pemerintah membangun berbagai jenis transportasi massal, di antaranya MRT, LRT, kereta cepat, dan sebelumnya ada KRL. Harapannya agar masyarakat berpindah dari transportasi pribadi ke transportasi publik. Dengan demikian, kerugian negara bisa dikurangi secara bertahap.
Sementara itu, dikatakannya, prinsip dasar transportasi umum adalah layanan publik dan bukan mencari laba.
“Jadi transportasi massal atau umum bukan diukur dari laba tapi diukur dari keuntungan sosial. Social return of investment. Pengurangan emisi karbon, produktivitas masyarakat jadi lebih baik, polusi juga berkurang, dan waktu tempuh lebih cepat. Di situlah ada keuntungan sosial,” katanya.
Selanjutnya, ia mengatakan subsidi adalah investasi dan bukan merupakan kerugian. Ia mengatakan seperti MRT, Pemprov DKI Jakarta setiap tahun memberikan subsidi sebesar Rp800 miliar.
“Itu baru dari Lebak Bulus sampai HI (Bundaran Hotel Indonesia). Kalau semua (sudah beroperasi), (subsidi) bisa sampai Rp4,5 triliun/tahun. Itu dari hitung-hitungan kami sejak 12 tahun yang lalu,” katanya.
Meski tidak mudah memindahkan orang dari transportasi pribadi ke transportasi publik, dikatakannya, dari awal beroperasi sejumlah transportasi massal mampu mencatatkan kinerja yang baik.
“Kita lihat MRT sejak awal beroperasi sukses mengangkut 171 juta penumpang. Kereta cepat sejak mulai meluncur bisa mengangkut 12 juta orang. Itu patut disyukuri karena ada pergerakan perpindahan dari mobil pribadi ke transportasi massal, itu bertahap. Tidak berbondong-bondong,” katanya.
Selain itu, pihaknya juga menghitung efek ganda dari sektor ekonomi, termasuk menumbuhkan ekonomi baru dan pariwisata.
“Di Bandung dengan adanya Whossh juga bagus, pariwisata, meningkatnya nilai properti. Itu sebagai pembanding,” katanya.
Khusus Whoosh, dikatakannya, juga mencatatkan angka positif dari sisi jumlah penumpang. Ia mengatakan saat ini Whoosh mengangkut sekitar 19.000 penumpang/hari. Dari awal sampai saat ini jumlah penumpang yang sudah diangkut oleh Whoosh sekitar 12 juta penumpang.
“Makin banyak yang pakai maka kerugian makin kecil. Apalagi ini kan baru tahun-tahun pertama. Perkiraan akan turun lagi (kerugian) setelah enam tahun. Itu tergantung perpindahan orang dari transportasi pribadi ke transportasi massal,” katanya.